Hari ini, senin pagi, seperti biasa upacara bendera dilaksanakan di lapangan SMA Bhakti yang dipimpin oleh Kaitama Putra, ketua OSIS ganteng yang punya banyak fans di sekolah ini.
Cuaca pagi ini juga cukup cerah hingga membuat beberapa siswi mengeluh kepanasan.
"Gelaseh ini, hareudang banget!" keluh Ica di barisan kelas XII IPA 3.
"Kapan selesainya sih si Suryo ceramah? Udah dua jam deh perasaan. Ga kelar-kelar. Heran," sahut Monic, yang berdiri di sebelah Ica sambil mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan. Tampangnya tak kalah kusut dengan Ica, terlihat jelas kalau dia bosan mendengar ceramah pagi dari kepala sekolah SMA Bhakti.
"Lepek dah nih rambut gue!" Aku yang berdiri di belakang Monic dan Ica ikut menimpali.
"Untung yang pimpin upacara mas Kai, gapapa deh panas-panasan dikit. Bisa liat jodoh gue." Bulan yang berdiri di sebelahku menyeletuk sambil mesem-mesem.
"Bang Kai emang good looking banget ya, baru sadar gue. Duuuhh suamiku di masa depan," balasku, ikut-ikutan memperhatikan si ketua OSIS yang sedang berdiri tegap sendirian di tengah lapangan upacara.
Kulit putihnya, tubuh tinggi tegapnya, keringat yang mulai bercucuran dari dahinya, juga alis tebal dan potongan rambutnya yang rapi. nampaknya saat Allah menciptakan dia, Allah sedang bahagia. Dia sangat Pacar-able.
"Halu lo pada," protes Ica membuyarkan fokusku.
"Nah, karena Bapak lihat masih banyak sekali siswa-siswi yang membuang sampah sembarangan, maka mulai hari ini, siapapun yang kedapatan membuang sampah sembarangan akan dikenai denda dua puluh ribu persampahnya. Jadi Bapak—"
"Halah, Bapak juga sering buang puntung rokok sembarangan!"
Semua orang yang tadinya mengikuti upacara dengan tenang, terkejut dan menoleh pada sosok siswa tampan dengan seragam sekolah yang dikeluarkan, memakai sepatu warna merah, tanpa dasi, topi dan dua kancing atas seragamnya yang terbuka. Kepala sekolah yang sedang berbicara tadi juga menghentikan aktivitas ceramahnya sambil memandang siswa itu dengan sinis.
"Dia siapa? Kalian tahu, nggak?" bisikku, bertanya pada kedua sahabatku, Monic dan Ica.
"Lo udah dua minggu sekolah disini masih nggak tau dia siapa?" Ica menoleh sekilas ke arahku yang menggeleng, lalu kembali berdiri tegap menghadap lapangan.
"Jelasin, Nic," suruh Ica kemudian.
"Dia anak IPS, kelas tiga. Tapi lupa gue IPS berapa. Pokoknya lo jangan berani macam-macam deh sama dia," jelas Monic.
"Emang kenapa?" tanyaku masih penasaran, berani sekali siswa itu menyanggah pak Suryo sang kepala sekolah yang sedang berbicara di depan seluruh siswa-siswi di sekolah yang dipimpinnya ini. Pasti dia bukan murid biasa.
"Ehm! Jangan berisik," tegur salah satu guru yang berjaga di belakang barisan kami.
"Itu, Siswa kurang ajar yang tadi bicara, tolong temui saya di ruangan nanti setelah upacara," kata pak Suryo akhirnya.
"Mampus, banyak gaya sih. Sok preman dia!" Bulan mencebik.
🐰🐰🐰
(AUTHOR'S NOTE)Hallo, apa kabar semuanya? Semoga selalu dalam lindungan Allah yaa, jaga kesehatan dan jangan keluar rumah kalau nggak terlalu penting ya, semoga wabah covid-19 ini segera hilang. Aamiin.
Cerita ini sudah pernah aku publikasikan namun sekarang aku revisi lagi agar lebih enak dibaca. Semoga kalian nggak bosan baca cerita cinta anak SMA ini 😊
Oh iya, kalau kalian suka dengan desain cover "Aku, Kau, Dan Hijrah" ini aku bikin sendiri. Kalian juga bisa pesan langsung cover buat cerita kalian biar pembacanya makin rame, ordernya di cover shop-ku yang ada di Ig @tiadesign_ atau bisa langsung ke WA cover shopku di 0882-9891-3186
Terimakasih ya ❤️
Sampai jumpa di next chapter!Ditulis ulang di,
Banda Aceh, 04 Januari 2021Oleh: Tia Oktiva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, Dan Hijrah [SEDANG REVISI]
Teen Fiction(PART MASIH LENGKAP) [Highest rank: #1 agamaislam, #1 prolog, #1 fiksicinta #4 ceritaislam] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini bukan cerita HIJRAH biasa. WARNING: JANGAN BACA KALAU NGGAK MAU BAPER. "Aku lebih suka merindukanmu lewat doa, daripada mengata...