3. Sayap Pelindung

5.8K 435 86
                                    

Gara-gara Dewa yang bilang padaku bahwa Zidan akan balas dendam membuatku was-was. Aku bukan takut, hanya saja, aku ini perempuan. Dan aku kembali teringat pada perkataan Kai, Zidan itu tidak akan mau mengalah, walau sama perempuan sekalipun. Tapi untungnya aku punya tameng, Kai sendiri yang bilang kalau nanti Zidan menggangguku aku harus bilang padanya.

Tapi, tunggu sebentar... Aku kan tidak punya nomor HP Kai? Kalau aku harus mencarinya dulu, pasti aku sudah babak belur duluan dihajar si Zidan. Kenapa juga Kai tidak meminta nomor HP ku sampai sekarang?!

"Kenapa lo, Ra?" Sepertinya Monic menyadari kegelisahan yang tergambar jelas di wajahku. Kami sedang di kantin siang ini, mengisi perut sebelum jam les tiba.

"Zidan mana ya?" tanyaku sambil celingak-celinguk mencari sosoknya di setiap sudut kantin yang bisa dijangkau oleh mataku.

"Cieee nyariin Zidan!" Bulan malah menggodaku.

"Lo berubah haluan, Ra?" tanya Ica.

"Pasrah banget, nggak dimintain nomor HPnya sama Kai, sekarang malah kepincut Zidan," komentar Monic sambil tertawa.

"Apaan sih lo pada, makan aja yang bener. tuh, lontong lo udah dingin," sahutku sambil memelototi lontong sayur di hadapan Monic.

"Hei, boleh gabung kan?" Seorang cowok dengan tinggi badan 162 cm alias tidak terlalu tinggi menarik kursi dari meja lain dan duduk di satu meja yang sama dengan kami. Aku hanya diam karena memang tidak kenal.

"Ngapain lo ngabung di sini? Temen-temen lo mana? Didepak lo dari geng?" tanya Monic.

"Bentar lagi juga mereka nyusul," jawab cowok ini.

"Mbak, es buahnya satu ya!" pesan cowok ini pada mbak-mbak yang jualan es buah di kantin. Mbak-mbak itu mengacungkan jempolnya.

"Eh, lo anak baru, ya?" tanyanya padaku yang sudah kembali fokus pada lontong sayur dihadapan ku ini.

"Iya," jawabku singkat.

"Kenalan dulu dong, biar akrab. Gue Ichan." Cowok bernama Ichan ini menjulurkan tangannya, aku menjabatnya

"Zara."

"Heleh sok imut lo Ichan, nama dia Ikhsan, Ra. Bukan Ichan." Ica menjelaskan sambil menatap sinis Ichan.

"Ya, kan, biar sama namanya kayak lo, yayang Ica." Ichan membela diri.

"Pokoknya panggil Ichan aja ya, Zara," pesan Ichan sambil tersenyum penuh arti.

Aku mengangguk saja, "iya, bang Ichan."

"Nah, gitu. Kalo lo lembut kayak Zara kan enak dengernya, Ca," kata Ichan pada Ica. Ica hanya mendengus.

"Gue cariin kemana-mana, di sini lo ternyata?" Seseorang menepuk bahu Ichan, kami semua serempak menoleh.

MAMPUS!

Aku langsung pucat pasi, bagaimana tidak, kali ini Zidan datang dengan serombongan teman-temannya, bisa ku pastikan kalau mereka semua adalah teman se-gengnya Zidan, termasuk Ichan berarti.

"Nah, ini yang lo cari-cari udah nongol, Ra." Bulan tersenyum menggodaku, spontan ku injak sepatunya kuat-kuat sambil melotot.

Dalam hati, aku berkata "diem lo!"

"Aaw! Kenapa lo injak kaki gue?!" Bulan meringis sambil memukul lenganku.

"Laper gue," sahut Ichan.

"Lo ngapain Chan gabung di sini? Meja kita tuh di ujung sana. Lupa lo?" Cowok dengan badan atletis menunjuk ke salah satu meja di sudut kantin yang sudah diduduki beberapa siswi.

Aku, Kau, Dan Hijrah [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang