Part 16

2.4K 58 4
                                    

'Berdamai dengan dunia itu mudah, asalkan Kita mampu berdamai dengan diri sendiri terlebih dulu.'

***

Ayya menghela nafas dalam, tubuhnya terduduk lemas di lantai, sesekali berusaha mengatur emosi dan ketakutannya. Sedangkan Danu berjalan ke arah dapur, sepertinya tadi pun ia masuk lewat pintu belakang.

"Tunggu ..." Bariton dari arah ruang depan, sukses membuat Danu berhenti.

Pria paruh baya berdiri tegak dengan tangan masih memegang gagang pintu, raut wajahnya seolah menahan jutaan kekecewaan. Ia mertua Ayya, pak Budi.

"Begitukah caramu mencintai menantuku?" Ucap Pak Budi tajam, mendekati Ayya, dan membantu menantunya berdiri.

Danu masih tercengang, tatapan bengisnya seketika berubah menjadi tatapan sendu, ia tertunduk.
Ayya menoleh ke arah mertuanya, masih belum mengerti ucapan sang mertua.

"Ternyata Aku gagal mendidikmu, Danu." Sesal Pak Budi, suaranya mulai berat, seolah ingin meluapkan kekecewaannya.

"Maaf ... A-Ayah." Lirih Danu, dengan pernyataan yang membuat Ayya tercengang.

Apa maksud ucapan Pak Budi ?? Ini semua makin rumit untuk di cerna Ayya.

"Apa ini Ayah ?" Ucap Ayya pelan, dengan menahan isak tangisnya.

Pak Budi hanya tersenyum, lalu membawa menantunya untuk duduk di sofa, bersama dengannya. Ia tidak memberi jawaban apapun pada menantunya.

"Kemarilah, Danu! Aku tidak pernah mengajarimu mengambil hak orang lain, terlebih milik anakku." Titah tegas Pak Budi, namun Danu masih mematung dengan wajah tertunduk disana.

Pak Budi berdehem, saat Danu mendekat padanya.

Danu terduduk di sofa, terlihat jelas rasa sesalnya dari tatapan matanya "Saya tidak tahu, jika Ayya menantu Ayah. Maaf Ayah," sesal Danu .

"Jika Dia menantu orang lain pun, kau tidak boleh mengambilnya, Danu. Apalagi memaksanya !" Balas Pak Budi, tangannya memegang bahu Danu.

Pak Budi menghela Nafas dalam, "Minta maaf lah, jika Kau menghargaiku sebagai Ayah asuhmu." Lanjut Pak Budi, tegas.

"Aku mencintainya !" Ungkap Danu datar,

"Tapi Dia tidak pernah mencintaimu." Pekik Pak Budi geram, "Berhentilah ! sebelum orangtuamu mencelakai menantuku." Lanjut pak Budi penuh teka-teki.

Danu masih belum mencerna ucapan Pak Budi, kini giliran Ayya menimpali.

"Danu... " Panggil Ayya pelan, sekali lagi ia menguatkan hatinya. "Aku tidak pernah sekali pun ingin menyakitimu, tapi Aku tidak pernah memiliki perasaan cinta terhadapmu..., Maafkan Aku !" Ujar Ayya, menatap lekat Danu.

Hati Danu tercabik-cabik, tapi sepertinya memang itulah seharusnya.

"Jangan menyakiti dirimu sendiri, jangan menambah dosa mu hanya karena mencintaiku. Aku istri orang lain, Aku ... Menantu Ayahmu." Lanjut Ayya ragu, sorot matanya kini menatap Pak Budi, meminta pembenaran.

Pak Budi mengangguk, emosinya perlahan stabil atas ucapan bijak menantunya.

Danu mengangkat wajahnya yang tertunduk "Aku tetap mencintai-"

Belum sempat Danu menyelesaikan ucapannya, sebuah kepalan tangan meninju keras pipi kanannya. Danu terlonjak, meringis, sudut bibirnya kini berdarah.

Ayya, Pak Budi, dan Danu terkejut. Lalu menoleh bersamaan ke arah pemilik tangan itu.

"Bangsat ... " Umpat Irfan,

Tanpa aba-aba Irfan menarik leher baju Danu, lalu membogem nya beberapa kali, sampai Danu tersungkur ke lantai.

Nikah Muda (Pacaran Halal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang