Gerimis membungkus kota. Pelajaran Bu Ati telah selesai sejak tadi. Sekarang saatnya pulang.
Aku memasukkan buku-buku ke dalam tas. Bersiap meninggalkan kelas. Seli di sebelahku juga melakukan hal yang sama. Hanya tersisa lima langkah menuju pintu kelas sebelum akhirnya Ali menahanku dan Seli.
"Tunggu dulu, Ra, Seli!" Ali menghalangi jalan keluar.
"Ada apa, sih, Ali? Aku mau pulang." Aku menjawab ketus.
"Tunggu sampai kelas sepi. Aku mau menunjukkan kalian sesuatu." Ali berkata lirih.
Seli mengangguk. Aku mendengus kesal. Apalagi yang mau ditunjukkan si biang kerok ini?
Setelah sepuluh menit menunggu, akhirnya kelas pun sepi. Lengang. Dengan cekatan Ali mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
"Apa itu Ali?" Seli bertanya penasaran.
"Cintanometer." Ali menunjukkan alat berbentuk bulat pipih yang dipegangnya. Astaga! Ali selalu saja membuat alat-alat dengan nama yang aneh. Apalagi alatnya yang bernama sensor SuperRaib itu.
"Cintanometer?" Seli bertanya, masih belum mengerti.
"Yeah, Cintanometer. Alat pendeteksi cinta. Ketika kita mendekatkan alat ini ke seseorang, lalu sinarnya berkedip-kedip, tandanya orang itu sedang jatuh cinta." Ali berkata santai.
Seli menatap sangat antusias. Aku tetap tidak peduli.
"Bagaimana alat itu bekerja Ali?" Seli tetus bertanya.
"Mudah saja. Cintanometer akan mendeteksi gestur tubuh, kadar pheromon, getaran arus listrik dari detak jantung, medan elektro magnetik yang muncul dari sekujur kulit, sinyal alpha dari bola mata, frekuensi lambda getaran suara, dan berbagai pemicu kimiawi lainnya. Lantas Cintanometer akan berkedip ketika mendeteksi hal tersebut." Ali menjelaskan panjang lebar.
"Keren!" Seli bedecak kagum. Aku mendesis, memasang wajah tidak peduli. Padahal dalam hati aku sangat kagum dengan Ali. Eh, bukan Ali maksudku, tapi alat buatannya. Ya, hanya kagum alatnya saja!
"Bagaimana menurutmu, Ra!" Ali menatapku. Entah mengapa jantungku berdegup kencang.
"Aku tidak peduli. Bodo amat!" Aku menjawab sebal.
Tiba-tiba alat yang bernama cintanometer itu berkedip-kedip.
"Ali, alatmu itu berkedip!" Seli berseru memperingati.
Ali menatap alat itu. "Benar! Bearti ada yang sedang jatuh cinta di sini!"
Ali mendekatkan cintanometer kepada Seli. Hilang. Kedipan Cintanometer itu hilang ketika didekatkan ke Seli. "Bukan Seli." Ali bergumam.
"Iya, bukan aku. Coba Raib!" Seli tersenyum jail.
Ali mendekatkan cintanometer itu padaku. Seketika cahayanya berkedip cepat. "Astaga! Ternyata Raib. Kedipannya cepat sekali. Kamu jatuh cinta sampai segitunya, Ra?" Ali tertawa.
"Kamu sedang jatuh cinta sama siapa, Ra?" Seli menggodaku. Wajahku memerah seperti kepiting rebus.
Aku mendengus. Menjauh beberapa langkah dari alat itu.
"Jangan-jangan Ra suka sama Ali, ya?" Seli nyengir, menatapku dan Ali bergantian.
"Apa, sih? Aku tidak sedang jatuh cinta! Alat itu pasti rusak!" Aku berseru ketus.
"Alatku tidak pernah rusak, Ra!" Ali membantah.
"Tunggu, dulu..." ujar Seli tiba-tiba, memperhatikan lamat-lamat cintanometer itu.
"Ada apa?" Aku dan Ali bertanya. Bersamaan.
"Astaga! Kalian cocok sekali!" Seli menyeringai.
"Sudah, Seli! Tadi kamu mau bilang apa?" Aku mendesak Seli.
"Kalau hanya Raib yang jatuh cinta, mengapa alat itu masih berkedip, Ali?" Seli bertanya sambil menatap Ali.
Ali melihat cintanometer di tangannya. Benar-benar masih berkedip!
"Itu berarti kamu juga sedang jatuh cinta, Ali!" Seli tertawa. "Sama siapa? Raib, ya? Kalian memang pasangan yang serasi!"
Wajah Ali memerah seperti wajahku.
"Ah, cintanometer ini pasti sudah rusak." Ali menjawab dengan wajah yang masih merah.
"Bukankah katamu tadi alatmu tidak pernah rusak, Ali?" Seli tersenyum menang.
Ali ciut, kemakan omongannya sendiri. Sekarang wajahnya sudah lebih merah dari kepiting rebus. Wajahku? Tidak ada bedanya dengan Ali.
***
______________________________________________
Note :
Cintanometer sebenarnya diambil dari salah satu cerpen Tere-Liye; Berjuta Rasanya. Di cerpen itu, cintanometer sama-sama berupa alat pendeteksi cinta, cara kerjanya pun sama seperti yang ditulis di sini, hanya bentuknya saja yang berbeda. Karena bingung mau menulis nama alatnya apa, jadilah diberi nama cintanometer. ^○^_____________________________________________
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Raib Seli dan Ali
Fiksi PenggemarBosan menunggu novel serial Bumi yang selanjutnya terbit? Kangen sama aku, Seli, dan Ali? Aku sarankan untuk membaca fanfiction ini. Cerita pendek tentang keseharian kami yang siap menghalau rasa bosanmu. Namaku Raib, aku bisa menghilang. Seli, tema...