FOUR - Kenapa dia yang marah🌜

19 7 0
                                    

Lidya pulang dengan perasaan dongkol, Lidya kira Akhas akan minta maaf atas kelakuannya tadi pagi, nyatanya tidak.

Sejujurnya Lidya merasa sangat bodoh saat ini, dia memiliki perasaan pada orang tidak berhati seperti Akhas  sama saja seperti memberikan hatinya untuk di lukai.

Lidya menaiki tangga rumahnya dengar wajah yang cemberut, Mamahnya pasti belum pulang, adiknya Lily biasanya ada di rumah neneknya, dan Papahnya, dia ada di luar negeri.

Merebahkan tubuhnya di atas kasur, Lidya memilih untuk mengambil laptopnya dan melakukan aktifitas yang biasa ia kerjakan sepulang sekolah, nonton film.

Menutup pintu, jendela, dan mengambil beberapa makanan ringan serta minuman, Lidya siap menonton film.

Lidya memilih film horor yang akhir-akhir ini sedang booming di kalangan siswa-siswi di sekolahnya.

Sambil memakan snacknya, Lidya anteng dengan film horornya. Tiba-tiba, lampu kamar Lidya mati.

Teek...

"Sial, ngapain juga mati lampu." Lidya meraba-raba nakas tempat dia menaruh handphone tadi.

Sesaat kemudian, mata Lidya melotot, jantungnya berdebar tak karuan, napasnya terburu-buru.

Dingin.

Apa yang tadi Lidya pegang?

Lidya buru-buru mengambil handphone-nya dan bersembunyi di balik selimut tebalnya.

"Astaga...astaga, apa yang barusan gue pegang," Ucap Lidya sambil mengutak-atik handphonenya.

"Hallo..."

"Gue takut."

"Ada hantu,"

"Cepetan kesini!"

"Buruan ya."

Selesai menelpon seseorang, Lidya segera menutupi wajahnya dengan bantal, tangannya gemetar sedari tadi.

Lidya jadi teringat adegan yang ada di film tadi, dimana si pemeran utama melihat hantu dengan wajah hancur yang sedang menggantung di atas kepalanya, atau bagian pas kaki si pemeran utama di tarik oleh hantu yang Lidya sangka jahil itu.

"Gue harap hantu-hantu disini gak jahil." Ucap Lidya memohon.

Sambil terus berdoa, Lidya merasa ada yang memegang kakinya.

"Mampus gue!"

Lidya buru-buru menendangkan kaki nya ke berbagai arah, masa bodo dengan barang-barang yang akan berjatuhan nantinya.

"Minggir lo hantu, gue gak enak di makan." Ucap Lidya sambil menutup mata.

"Siapa juga yang mau makan lo!"

Mata Lidya mendadak terbuka saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya.

"Akhas,"

"Iya, kenapa?, kaget kan lo?" Akhas bertanya dengan alis yang di turun naikan.

"Gue kan gak nyuruh lo kesini." Balas Lidya.

"Iya sih, cuma tadi, Marsha telpon gue, katanya lo lagi ketakutan." Jelas Akhas sambil mondar-mandir.

"Tapi kan, gak usah megang kaki gue juga kali,"

Akhas hanya nyengir, lalu dia mengambil laptop yang masih menyala dan melihatnya.

"Makanya, kalo penakut, jangan nonton kayak ginian." Ucap Akhas sambil menutup laptop.

Dan suasana pun semakin gelap.

"Gue gak penakut!"
"Tapi nyatanya keadaan kayak gini aja lo takut."
"Tadi tuh gue megang sesuatu,"
"Apaan?"

Lidya mengarahkan kepala Akhas ke arah nakas, "Disana tuh ada yang dingin-dingin, menurut lo apalagi yang dingin kalo bukan tangan hantu?"

Akhas berjalan mendekati nakas itu dan mengambil sesuatu.

"Lo tau gak Lid?" Tanya Akhas sambil memegang sesuatu itu.

Lidya menggeleng.

"Ini tuh minuman cola lo!" Ucap Akhas sambil melempar kaleng cola itu ke pangkuan Lidya.

Lidya memegang cola itu.

Dingin.

Lidya nyengir, "Gue kira tangan hantu."

"Kebanyakan nonton film horor jadi gini nih." Ucap Akhas sambil menoyor kepala Lidya.

Lidya mengusap-usap kepalanya, "Ya udah maaf."

Akhas menggeleng, dia berjalan ke arah gorden dan membukanya lebar-lebar.

"Lo tuh nyebelin tau." Gumam Akhas.

Lidya mengernyit heran, "Harusnya gue yang ngomong gitu."

"Gue mau tanya, gue nyebelinnya sebelah mana?" Celetuk Akhas sambil memberikan seringai jahilnya.

"Lo tuh playboy, gak ngertiin perasaan cewenya sendiri, lo itu ngeselin, ngegodain cewe-cewe di depan cewenya sendiri, cowo macam apa lo?"

"Lo sendiri udah tau kayak gitu, kenapa suka sama gue?"

Lidya diam tak berkutik.
"Lo yang baperin gue duluan, namanya cewe, pasti dia baper kalo sikap lo perhatian kayak dulu."

"Jadi dulu gue perhatian ya?"

Lidya mengangguk ragu, kenapa Akhas menjebaknya dengan rentetan pertanyaan yang membuatnya naik darah.

"Coba keluarin semua unek-unek lo, gue pengen denger."

Lidya menarik napas panjang, "Akhasa Dewa, lo tuh manusia terjahat yang gue kenal, lo gak punya perasaan, gue kesel sama lo, tadi pagi aja lo berani godain cewe di hadapan gue. Bukannya lo yang ngomong ya, kalo gue ini pacar lo, mana ada cewe yang gak cemburu kalo liat pacarnya godain cewe lain, di hadapannya pula. Lo tuh bener-bener Khas..." napas Lidya terengah-engah, dia harus menarik napas lagi.

"Bener-bener gak punya hati, gak punya otak. Andai gue bisa ngulang waktu, gue pengen lo gak pernah masuk dalam kehidupan gue." Sambung Lidya.

Akhas tersenyum mendengar cacian Lidya tadi, "Jadi intinya lo itu cemburu tadi pagi?"

Lidya diam tak menjawab.

"Astaga, pantes aja lo jauhin gue tadi, kalo ada apa-apa tuh ngomong, jangan ngambek-ngambek gak jelas, kan gue gak ngerti." Ucap Akhas lagi.

"Lo tuh gak peka!" Tegas Lidya.

Akhas tertawa, "Terus mau lo apa?, gue minta maaf gitu?"

Akhas ini, bener-bener...

"Ya udah, gue minta maaf."
"Gak ikhlas,"
"Gue.Minta.Maaf.Ikhlas." ucap Akhas sambil menekankan setiap katanya.

"Nama gue bukan Ikhlas!" Sanggah Lidya.

Akhas mulai terbawa emosi.

"Jangan sampai gue nyerang lo disini."
"Maksud lo?"
"Lo lupa kalo ini kamar, dan kita cuma berdua."
"Terus?"
"Jangan bilang lo gak tau apa yang bakalan di lakuin laki-laki sama perempuan kalo mereka ada di kamar. Berdua."

Lidya menggeleng pelan, "Apaan emang?"

Akhas melotot, niatnya menakut-nakuti Lidya malah gagal.

"BODOAMAT, gue ngambek sama lo, Bodoamat ah." Ucap Akhas lalu berjalan keluar kamar Lidya sambil menghentak-hentakan kakinya kesal.

"Kenapa jadi dia yang marah?"

DEWAPUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang