SEREEEM: SETAN KEBON

50 5 6
                                    

SEPERTI biasa di setiap malam minggu, Ucil punya kegiatan rutin yaitu: nongkrong di pinggir jalan bareng temen-temennya.

Ciri-ciri tongkrongan kelompok Ucil ini mudah sekali untuk dikenali.

Cirinya: mereka selalu parkir dan menjajarkan motor-motor mereka dengan sangat rapih di pinggir jalan. Saking rapihnya, seorang bapak dan istrinya sempat mengira kalo tempat tongkrongan mereka itu adalah tempat parkir darurat yang tukang parkirnya adalah pemuda-pemuda gahol kebanyakan ngisep asep klobot (Ucil dan kawan-kawannya).

Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun tak seperti biasanya, Ucil dan sekitar 5 kawannya itu belum mau pulang. Mereka masih menikmati kebersamaan mereka. Sehingga muncul usul nakal khas anak nongkrong.

“Cari MINUMAN aja yuk!” ajak Koko, pemuda oriental dan satu-satunya yang non-muslim di tongkrongan itu.

“Yuk akh...” sahut kawan Ucil yang lain, “Tapi minumnya jangan di sini coy.”

“Lah? emang napa?” Tanya Ucil.

“Tempat ini sudah lama kita tongkrongin. Suka duka, jutaan cerita, pahit getir bahkan cerita asmara tumbuh di sini. Jadi plis, kita jaga kesucian tempat ini.”

“Sebenarnya kita ini nongkrong di pinggir jalan apa masjid sih?” gumam Ucil, kesal.

Koko ikut menyambung, “hahaha iya sih mending kita nyari tempat sepi. Lagian patroli kan sering lewat sini.”

Mereka pun sepakat pergi ketempat yang lebih sepi.

Setelah membeli beberapa Minuman di warung remang-remang, mereka berenam meluncur menuju tempat yang direkomendasikan salah satu teman yang lain.

Ucil membonceng Koko, sedangkan yang lainnya membawa motor sendiri-sendiri. Tempat itu memang sangat sepi dan agak jauh. Untuk mencapai tempat itu saja mereka harus berkendara sekitar satu jam. Melewati tikungan dan tanjakan curam bernama jalan Plangon – objek wisata di kaki gunung Ciremai yang dihuni puluhan kera, gelap dan kanan-kirinya hutan rimba.

Tibalah mereka di sebuah kebon kosong nan gelap.

Motor pun mereka bawa masuk kebon. Di tengah kebon itu mereka berteler-teler ria.

Sampai beberapa saat kemudian Koko memisahkan diri beberapa meter karena sudah merasa pusing. Dia menyandarkan punggungnya pada sebuah gundukan tanah. Tangannya meraba-raba gundukan di belakangnya.

“Apaan nih? kok kayak kembang?” Tangan Koko meraih sesuatu.

Setelah mencium wangi kembang dari benda itu dia mencoba meyakinkan dengan menyinarinya menggunakan cahaya dari layar HP-nya.

“Yaelah... beneran kembang ini mah." Koko mulai berfirasat buruk, bulu kuduknya mulai berdiri. "Jangan-jangan gue senderan ama...?”

Koko tak berani menengok ke arah belakang.

Namun tak ada bedanya ketika dia malah dibuat lebih tercengang oleh sosok perempuan tinggi besar, berbaju putih lusuh dengan rambut tergerai awut-awutan hingga menutupi wajah sedang berdiri diantara teman-temannya yang masih asyik lesehan sambil minum.

SEREEEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang