Enam

23.8K 2.1K 82
                                    

• • •

"Op, Kak. Disini. Bentar ya gue bukain gerbangnya dulu." Ucap gue setelah Wira menghentikan motornya tepat di depan gerbang rumah gue.

Gue langsung turun dan bergegas membuka gerbang untuk mempermudah Wira memasukkan motornya ke arah garasi rumah. Gue menunjuknya ke arah garasi, dan Wira cuma mengangguk dan segera menjalankan motornya kesana.

Tanpa menunggu Wira, gue lamgsung mendahuluinya untuk masuk ke dalam rumah. Semula gue ngerasa biasa aja, tapi semakin gue masuk rumah, gue tau ada yang aneh. Contohnya.... ada Zeno di ruang tamu bersama Bunda dan Kak Kenni.

Gue mengerinyit bingung lalu menghampiri mereka yang menatap gue dengan pandangan curiga.

"Tuh kan, Bun. Kenta kelayapan sama orang nggak di kenal sampe pulang sore kayak gini." Celetuk Zeno saat gue sampai tepat di depan mereka, dia nunjuk gue seakan-akan gue udah melakukan kesalahan.

Gue memandangnya malas, lalu beralih menatap Bunda.

"Aku nggak kelayapan, Bun. Aku habis ke rumahnya Kakak yang mau ngajarin aku. Tanya aja Kak Kenni. Dia tau kok orangnya. Ya kan, Kak?" Tanya gue yang kini beralih menatap Kak Kenni.

"Nggak tuh." Ujarnya dengan santai. Gue menatapnya geram dan di bales dengan bibirnya yang mengolok gue.

"Bohong dia tuh, Bun. Udah omelin aja." Ujar Zeno lagi yang dengan sengaja ngomporin Bunda. Kali ini gue menatapnya geram.

"Lo-" belum sempet gue ngebales ucapan Zeno. Suara Wira dari depan sukses ngebuat gue berhenti untuk melanjutkan kalimat yang akan gue lontarkan ke Zeno.

Gue segera berbalik dan meninggalkan mereka bertiga tanpa rasa bersalah ataupun hutang penjelasan sedikitpun.

"Kok gue di tinggalin, sih?" Ujar Wira yang masang wajah mesem. Gue yang melihat itu terkekeh karena Wira malah terlihat manis saat memasang wajah seperti itu.

"Hehe, sori Kak. Ayok masuk. Langsung ke kamar gue aja. Saat ini lagi ada setan di ruang tamu gue." Ujar gue dan tanpa minta persetujuannya, gue meraih lengan Wira dan menariknya pelan.

Tapi belum sempat gue menarik tangan Wira untuk berbalik. Suara Zeno menginterupsi gue dari belakang.

"Setan? Maksud lo gue?" Tanyanya. Gue menggeram dengan menghirup napas cepat-cepat. Dan dengan sangat terpaksa gue berbalik dan menatapnya jengah.

"Ya. Yang gue maksud itu elo! Ngapain sih lo kerumah gue? Udah balik sana ke habitat lo, ganggu ketenangan tuan imut aja lo di sini. Hush hush sana!" Ujar gue yang di akhiri dengan mendorong tubuh Zeno menjauh dari pintu rumah.

Zeno nggak melakukan perlawanan apapun, dia cuma menatap gue kesel dan mencibir. Setelah itu dia berbalik dan melangkah menjauh ke arah rumahnya dengan cara melompati pagar pembatas rumah yang cuma setinggi pinggang itu.

Setelah kepergian Zeno. Gue tersadar akan Wira yang sedari tadi melongo menatap ke arah Zeno yang entah sejak kapan. Setelah gue tepuk bahunya, dia baru tersadar dan tersenyum setelahnya.

"Kalian tetanggaan?" Tanyanya. Gue mengangguk.

"Wahh.. nggak kebayang sih gimana kalian berantem tiap harinya kalo kayak tadi itu." Ujarnya lalu geleng-geleng kepala.

Gue menanggapinya dengan mengedikkan bahu.

"Udah yuk, setannya udah out dari surga." Ujar gue lalu masuk duluan dan di ikuti olehnya di belakang gue.

"Loh, Zeno nya mana, Ken?" Tanya Bunda tiba-tiba setelah gue sampai ruang tamu. Gue sedikit kaget, namun segera gue tepiskan dengan tersenyum senang.

"Udah kembali ke neraka, Bun." Ujar gue yang di susul dengan kekehan Kak Kenni yang lagi nulis sesuatu di atas meja tamu.

My Enemy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang