• • •
"Oke. Nanti pulang sekolah langsung ke rumah gue aja. Tunggu gue di parkiran, ya." Ujar Riko saat gue dan Zeno selesai menjelaskan maksud kami dateng ke kelasnya.
Zeno yang di sebelah gue langsung mengangguk dan mengacungkan jempolnya. Sedangkan gue cuma tersenyum ramah ke arahnya.
"Yaudah kalo gitu kita pamit, Kak. Makasih sebelumnya." Ujar Zeno, yang di angguki oleh Riko.
Melihat hal itu pun Zeno lantas berbalik dan lagi-lagi meraih tangan gue lalu di tariknya. Gue dengan sigap langsung menghentakkan tangannya hingga terlepas dari genggamannya. Dia berbalik menatap gue dengan pandangan kesal(?) Gue nggak tau, yang jelas saat gue mau melangkah mendahului Zeno suara Riko langsung membuat gue berhenti dan berbalik menatapnya.
"Nama lo siapa?" Tanyanya. Gue yang mendengernya cuma mengerinyit. Setelah beberapa saat yang nggak penting, akhirnya gue menyebutkan nama gue dengan lancar.
"Emang ada apa, Kak?" Tanya gue lagi setelah menyebutkan nama.
Dia menggeleng, lalu tersenyum. "Lo manis." Ujarnya lalu berbalik masuk ke dalam kelasnya.
Gue yang mendengar itu sekilas terdiam. Lalu beberapa saat kemudian gue merasakan pipi gue panas karena malu. Emang sih ini bukan pertama kalinya gue di bilang manis. Ayah sering nyebut gue manis dan imut. Tapi kalo orang lain, gue rasa nggak pernah. Makanya gue bingung harus merasa malu atau merasa tersipu.
"Manis darimananya?"
Gue melotot seketika dan mundur beberapa langkah saat muka Zeno tiba-tiba aja ada di hadapan gue sambil memperhatikan muka gue yang entah apa gunanya.
"Ngapain sih lo? Ganggu aja!" Ujar gue lalu berbalik dan melangkah meninggalkannya.
"Gue cuma penasaran aja, dimananya dari diri elo yang keliatan manis?" Tanyanya setelah menyusul dan menyamai langkah kaki gue.
"Jelas dari muka gue lah! Darimana lagi coba?" Ujar gue sewot, Zeno cuma mencibir lalu diam dan melanjutkan langkahnya hingga akhirnya saat gue hendak sampai kelas, sosok Wira muncul sambil tersenyum dan melambai ke arah gue.
Gue yang melihat itu ikut tersenyum dan mempercepat langkah kaki gue menuju ke arahnya.
"Hai, Kak. Ada apa dateng ke kelas gue?" Tanya gue, lalu melirik ke samping dan melihat Zeno yang berdiri dengan tangan berada di dadanya.
"Nggak penting, sih. Gue cuma mau ngajak lo pulang bareng hari ini. Mau?" Tawarnya.
Gue langsung mengalihkan pandangan gue dari Zeno dan menatap Wira berbinar. Gue mengangguk dan bersiap mengucapkan kata setuju, namun keduluan oleh suara Zeno yang nyebelin.
"Nggak. Kenta bareng gue pulang sekolah. Lo nggak perlu jadi ojeknya dia hari ini." Ujarnya, lalu menatap gue yang udah menatap dia dengan pandangan marah.
"Apaan-"
"Pulang sekolah kita ke rumah Kak Riko. Inget?" Potong Zeno langsung.
Gue yang mendengarnya langsung terdiam dan urung untuk mengucapkan kalimat yang bakal keluar dari mulut gue. Setelah itu gue beralih menatap Wira dan menghela napas.
"Maaf, Kak. Kayaknya hari ini gue nggak bisa bareng lo. Hari ini gue ada tugas." Ujar gue yang di balas dengan senyuman lembut Wira.
Dia menggeleng pelan. "Nggak apa, kok. Santai aja lagi. Besok-besok juga bisa. Yaudah deh kalo gitu, gue balik ya." Ujarnya, lalu tanpa menunggu persetujuan gue dia berbalik dan berlari menjauh dari pandangan gue.
Setelah sosok Wira nggak terlihat. Gue menghembuskan napas lesu.
"Gagal deh hari ini buat boncengan bareng cogan." Ujar gue menunduk dan melanjutkan jalan gue masuk ke dalam kelas.
"Gue kan juga cogan!" Ujar Zeno tiba-tiba saat gue memasuki kelas.
Gue menatapnya malas, lalu tanpa memperdulikannya, gue lanjut jalan menuju kursi gue dan duduk di sana dengan nyaman.
***
"Lo naek motor lelet banget sih! Liat tuh Kak Riko nya udah jauh. Ntar ketinggalan jejak gimana!? Lo kan nggak tau rumahnya." Omel gue.
Sumpah deh ya, Zeno ini kenapa sih. Biasanya naik motor kayak setan cepetnya. Sekarang malah kayak gini. Gue udah greget dari tadi sebenernya. Tapi karena posisi gue yang lagi di boncengin dia. Gue nggak bisa ngapa-ngapain selain protes kayak tadi.
"Tenang aja. Gue ini jago kalo soal ngikutin orang sejauh manapun. Lagian kan enak juga buat lo, bisa boncengan bareng cogan kayak gue ini lama-lama. Rezeki banget buat lo malahan." Ujarnya yang langsung ngebuat gue memutar mata malas.
"Plis deh. Kita nggak sedeket itu buat lo pede kayak gini. Udah buruan ngebut. Gue males lama-lama bareng lo. Dan btw, badan lo bau!" Ujar gue, lalu memundurkan pantat gue memberi jarak dengannya.
Zeno berdecih, "Cara lo bohong itu nggak banget." Ujarnya. Gue nggak jawab dan malah menutup hidung gue agar ucapan gue terkesan nggak bohong.
"Udah cepetan! Kak Riko nya udah nggak keliatan lagi tuh." Ujar gue dengan suara sengau.
Mendengar suara gue yang kayak gitu, Zeno seketika langsung menoleh ke belakang dan menatap gue. Gue yang melihat itu sontak menjulurkan lidah mengoloknya.
Dia cuma terkekeh, lalu berbalik kembali menghadap depan.
"Lo yakin mau gue ngebut?" Ucapnya. Gue ngangguk yang gue yakin dia tau karena spion motornya terlihat menghadap muka gue.
"Sebaiknya lo pegangan." Ujarnya lagi, gue langsung tanggap dan berpegangan di besi pembatas yang ada di belakang motor.
"Udah." Ujar gue.
"Lo pegangan dimana?" Tanyanya. Gue cuma menghembuskan napas gue kesal.
"Udah jangan banyak tanya. Cepetan jalannya. Gue udah nggak betah."
"Oke, gue nggak tanggung ya kalo lo jatoh. Gue udah peringatin lo." Ujarnya, lalu setelah itu dia gas mendadak motornya yang mana menyebabkan gue hampir terjengkang ke belakang karena kaget.
Jantung gue berdebar kenceng banget gegara peristiwa yang barusan. Dan dengan kesadaran yang masih tersisa. Gue langsung meraih jaket Zeno dan mendekatkan diri gue ke arahnya. Lalu tanpa berpikir lagi, gue langsung memeluk Zeno erat seakan-akan gue sangat membutuhkannya.
Gue diem selama perjalanan. Dengan mata merem dan tangan yang memeluk Zeno, gue merasa menjadi orang penakut sedunia. Gue cowok, dan gue takut kecepetan. Apalagi sekarang gue merasa Zeno lagi ngerjain gue.
Gue nggak ngomong apa-apa saat ini. Gue cuma mendumel dalam hati untuk menyumpah serapahi Zeno sampai akhirnya motor berhenti dan menyisahkan gue yang gemetar dengan tangan yang masih memeluk Zeno erat.
"Pfttt... Udah gue bilang, pegangannya yang bener. Liat kan siapa yang lagi gemeteran sekarang. Hahah" ujarnya lalu tertawa puas.
Gue yang mendengar itu sontak langsung melepaskan pelukan gue dan turun dari motornya. Lalu dengan masih menahan getaran yang masih terasa gue menatap Zeno kesal.
"L-lo gila!" Ujar gue. Lalu tanpa menunggunya, gue berjalan lebih dulu dan meninggalkan Zeno untuk menyusul Riko yang saat ini sedang membuka pintu ke rumahnya.
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy [END]
Ficción GeneralIni semua tentang gue dan musuh gue yang mana dia adalah tetangga gue sekaligus satu sekolah sama gue. ~