• • •
"Nggak usah masang muka gitu. Gue nggak bakal jahatin lo kok. Disini gue malah mau ngebantuin lo." ujar Riko. Dia berjalan mendekati gue lalu berdiri tepat di samping gue dengan tangan yang di lipat di dadanya.
Mendengar itu, gue langsung mengubah air muka gue jadi biasa dan menatap Riko bingung. Perasaan takut udah hilang entah kemana saat dia tersenyum ke arah gue.
"Lo tau sesuatu tentang Zeno?" tanya gue akhirnya, memilih untuk memandang danau dan membiarkan Riko yang menatap gue yang entah dengan pandangan seperti apa.
"Hmm...Zeno ya? Gue nggak tau banyak tentang dia. Gue aja baru pertama kali ngomong sama dia waktu kerja kelompok waktu itu." ucapnya. Gue mengangguk mengerti.
"Lo waktu di bioskop kenapa tiba-tiba menghilang. Dan juga, kenapa gue nggak boleh percaya sama Zeno. Gue butuh penjelasan sekaligus alasannya." ujar gue yang langsung teringat kejadian yang dulu sempet ngebuat gue bertanya-tanya kenapa Riko bisa ngomong kayak gitu ke gue.
Nggak ada reaksi langsung yang di lakukan oleh Riko. Dia hanya menghembuskan napasnya lalu mengalihkan pandangannya dari gue menatap lurus ke depan tepat ada danau di sana.
"Gue nggak bisa ngomong langsung soal itu. Tapi gue bakal kasih petunjuk buat lo. Gue nggak mau terlibat apapun sama masalah ini. Ini gue lakuin karena gue merasa bersalah sama elo." ujar Riko.
"Maksud lo? Petunjuk apa?"
Dia nggak langsung jawab, dan malah memperhatikan sekitar secara perlahan. Lalu setelah itu dia beralih menatap gue dengan pandangan was-was.
"Sebaiknya jangan ngomong disini. Kita cari tempat lain dulu." ujarnya.
"Nggak. Disini aja. Gue tau lo bilang nggak bakal jahatin gue, tapi nggak ada salahnya kan gue waspada. Gue takut lo malah melakukan hal yang sama kalo lo bawa gue ke tempat lain." ucap gue mundur satu langkah darinya.
"Tapi....arghh yaudahlah..denger"
"Lo udah kenal sama Zeno lama kan?" tanyanya. Matanya masih melihat sekitar seperti orang yang mencemaskan sesuatu.
Gue yang mendengar itu berpikir sebentar lalu mengangguk setelahnya.
"Lo merasa ada yang beda dari Zeno sekarang? Misalnya...sikapnya gitu?" tanyanya lagi yang kini udah natap gue intens. Gue bingung, tapi gue malah mengangguk karena memang gue merasa ada yang aneh dengan sikap Zeno.
"Emang ada yang aneh sih. Tapi...apa hubungannya sama yang lo bilang waktu di bioskop itu?" tanya gue.
Riko nggak langsung jawab, dia malah melirik jam tangannya lalu menghembuskan napasnya gusar.
"Gue nggak bisa banyak ngomong sama lo. Tapi gue saranin. Lo cari tahu tentang sosok Zeno yang sekarang. Lo bisa mulai dari rumahnya. Lo anak yang pinter kan? Gue yakin lo bakal bisa mencari kebenarannya. Gue cuma bisa bantu lo segini. Dan inget, jangan pernah percaya apapun yang di katakan Zeno. Dan jangan pernah mau melakukan apapun yang dia suruh." ucapnya dengan tempo lumayan cepat. Gue berkedip mencerna ucapannya. Namun tetap aja tanda tanya yang muncul di otak gue.
"Gue harus pergi. DIA lagi nungguin gue." ujarnya, lalu tanpa sempat gue tahan kepergiannya, dia udah berlalu dengan berlari cepat menuju keluar area danau dan menghilang seiring menjauhnya sosok Riko dari pandangan gue.
Gue sendiri masih terbengong menatap hampa jalur yang di ambil Riko tadi. Otak gue berputar lebih cepat untuk memikirkan setiap kata yang di ucapkan olehnya. Setelah itu gue mendumel sendiri karena nggak ada satu kata pun yang gue mengerti.
"Sialan! Kenapa dia selalu ngomong yang bikin otak gue nggak ngerti dan selalu bertanda tanya? Ada apa sih sebenarnya!" ujar gue kesal. Setelah itu gue memutuskan untuk pulang dan memilih memikirkannya nanti di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy [END]
General FictionIni semua tentang gue dan musuh gue yang mana dia adalah tetangga gue sekaligus satu sekolah sama gue. ~