• • •
"Sayang, kamu beneran udah mau masuk sekolah? Kamu beneran udah sehat?" Ujar Bunda yang udah kesekian kalinya gue denger.
Gue yang lagi memakai sepatu pun cuma bisa berdeham untuk mengiyakan ucapan Bunda. Setelah selesai gue baru berdiri dan menghampiri Bunda yang berdiri di depan pintu.
"Aku udah sehat kok Bun. Tenang aja, Kenta kan anak laki. Masa cuma demam dikit langsung nggak sekolah." Ujar gue lalu tersenyum yang sama sekali nggak di balas oleh Bunda.
Bunda malah menatap gue dengan pandangan khawatir seperti sebelumnya.
"Bukan masalah demam yang Bunda khawatirin. Tapi masalah yang waktu itu. Bunda takut itu kejadian lagi. Bunda nggak mau anak Bunda mengalami hal mengerikan kayak gitu lagi. Kamu tau kan Bunda sayang banget sama kamu?" Ujar Bunda yang langsung ngebuat hati gue tersentuh, lalu tanpa basa-basi gue memeluk Bunda erat.
"Iya aku tau. Aku juga sayang banget sama Bunda. Tapi, Bunda nggak perlu khawatir soal itu. Kenta bakal lebih hati-hati sama orang yang belum Kenta kenal. Dan juga-"
"Ada aku yang bakal jagain Kenta." ujar Zeno tiba-tiba.
Gue dan Bunda yang mendengar itu langsung melepaskan pelukan kami dan menghadap menatap Zeno.
Gue heran, kok bisa sih Zeno selalu muncul di saat-saat gue mengalami momen yang mendesak. Bukan itu aja, dimana ada gue pasti ada dia di situ. Gue baru sadar sekarang. Entah apa tujuannya gue nggak tau. Tapi yang jelas, ini ngebuat gue bingung sekaligus penasaran.
"Aku bakal jagain Kenta mulai dari sekarang, Bun. Jadi Bunda nggak perlu khawatir lagi. Aku akan selalu ada di samping dimana pun dia berada. Termasuk waktu dia tidur." Ujarnya yang bikin gue berkerut dan bertambah bingung.
"Maksud kamu?" Tanya Bunda yang juga mewakili diri gue.
Zeno nggak langsung menjawab, dia menggaruk tengkuknya pelan lalu tersenyum kikuk menatap Bunda.
"Mulai hari ini aku bakal tidur di kamar Kenta, Bun. Boleh nggak?" Ujarnya.
Gue melotot menatapnya, "Nggak! Nggak boleh. Enak aja mau tidur di kamar gue. Gue nggak suka tidur berdua. Kasur gue juga nggak muat kali kalo lo numpang di situ." Ujar gue yang menolaknya sebelum Bunda berkata terlebih dahulu.
Zeno tersenyum ke arah Bunda, lalu melangkah maju dan bersandar di pintu kamar.
"Muat kok, semalem kan gue tidur di samping lo." Ujarnya, lalu sedetik kemudian dia mengalihkan kepalanya ke arah luar dengan tangan yang memukul kepalanya sendiri.
Gue mengerinyit bingung, maksudnya dia apa? Tidur di kamar gue. SEMALEM!?
"Kamu beneran mau nginep di kamar Kenta buat jagain dia?" tanya Bunda duluan sebelum gue mengeluarkan suara marah gue.
Gue mendesis kesal dan menatap Zeno dengan mata memicing. Zeno cuma menatap gue sebentar lalu beralih menatap Bunda. Dia mengangguk dua kali.
"Iya, Bun. Bunda ngijinin aku, kan?" Ujarnya, memegang kedua tangan Bunda untuk merayunya. Gue yang melihat itu memutar bola mata gue malas.
Bunda mengangguk yang ngebuat gue menganga melihatnya.
"Bunda sih ijinin, tapi nggak tau deh sama Kenta. Kamu minta sama dia aja, ya. Udah, bahasnya jangan di sini. Kita sarapan aja dulu, yuk. Baru kalian berangkat sekolah, ini udah siang loh." Ujar Bunda, lalu beralih menatap gue tersenyum. Dan setelah itu Bunda berjalan keluar dari kamar gue meninggalkan Zeno dan gue berdua.
Melihat itu, gue gunakan kesempatan untuk menatap Zeno kesal.
"Maksud lo apaan sih?" Ujar gue sambil menaruh kedua tangan gue di pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy [END]
General FictionIni semua tentang gue dan musuh gue yang mana dia adalah tetangga gue sekaligus satu sekolah sama gue. ~