Chapter 4

3.9K 379 48
                                        



Disclaimer: Naruto and all the original chara are Masashi Kishimoto's, this story is mine.


Sekali ini Hinata bersyukur memiliki kekasih Naruto. Dia masih lelaki flirty, sweet talker, dan touchy, tetapi tahu tutup mulut. Well, sepengamatan Hinata, lelaki memang tidak mencampuri urusan pribadi terlalu jauh, kepedulian bagi mereka bukanlah kewajiban berbagi rahasia. Selepas malam itu, Naruto tidak menanyai Hinata aneh-aneh, malahan tampak lega dengan keabsenan Hiashi.

Berhari-hari kemudian Hinata dan Naruto tetap sepasang kekasih yang bertemu rutin. Sedikit janggal bahwa Uzumaki satu ini sanggup menjalani hubungan kering. Maksud Hinata, tanpa sentuhan, ataupun interaksi yang melibatkan lendir. Kadang ia menunggu segmen di mana Naruto bosan dan menuntut. Tetapi tidak terjadi –belum, mungkinkah Naruto sedang menjebaknya ke dalam rasa aman? Sebab ia tidak ragu membiarkan lengan kekasihnya memeluk, menenggelamkan Hinata dalam hangat yang melindungi. Ah, betapa pencuriga ia.

"Hai princess."

Ini dia, manusia yang Hinata perlihatkan gelap dirinya dan tidak berubah, tetap tersenyum hangat. Mungkin Naruto biasa saja ketika Hinata membalas, tanpa tahu senyumannya datang dari hati. Dari luka-luka yang direngkuhnya hingga tak terlalu sakit. Ketika Naruto menggandeng tangannya, Hinata menyadari bahwa mereka bisa berbagi, saling menguak kesedihan yang terukir di hati masing-masing. Ia tak bisa menahan senyumnya melebar.

"God... Hinata! Jangan senyum gitu, memang mau kunikahi sekarang?" Naruto mengelus lesung pipinya.

Mereka tertawa. Lihat, segalanya ringan bersama Naruto, bahkan untuk berwarna setelah badai.

"Why do I keep running from the truth? All I ever think about is you. You got me hypnotized, so mesmerized And I've just got to know."

"Hey, itu lagu." Dengus Hinata geli.

"Damn, that smile!"

Hinata merengut saat Naruto mencubit pipinya. Neji menganggumkan tapi tak sehangat ini. Sejenak ia bisa melupakan semua idealismenya tentang pria.

Kemudian mereka menyusuri jalan pulang ke rumah Hyuuga. Oke, jika ada yang secara artifisial dibanggakan dari Naruto adalah motornya. Suzuki Hayabusa, ukuran dan modelnya senantiasa merampas perhatian di jalan maupun parkiran. Hinata berkali-kali menahan mulut untuk bertanya pacarnya merampok motor itu dari mana, seperti kelewat mewah untuk montir. Beruntung ia orang yang kalimatnya mengendap di pikiran dulu sebelum dikeluarkan. Meskipun Hayabusa tersebut akan membuat perempuan manapun bangga, namun Hinata sebal juga karena harus merangkak naik ke boncengannya yang tinggi. Dia cuma 160 cm ngomong-ngomong.

Begitu sampai, objek pertama yang tertangkap mata Hinata adalah Neji bersama perempuan berambut panjang. Lalu sentuhan Naruto menghilang darinya, lelaki itu kaku bagai batu. Tak butuh waktu memproses bahwa sesuatu yang salah terjadi.

"Kak Naruto." Hinata menggunjang lengan lelaki di sampingnya.

Atensi Hinata mengikuti arah tatapan Naruto, perempuan yang dipandangnya dengan emosi tak terpahami. Antara marah, kaget, sedih tetapi juga rindu. Hanya bertatapan, namun Hinata mengerti banyak yang tersimpan di antara dua orang itu.

"Naruto-kun."

Suara lembut dari sebrang mencapai telinga Hinata juga. Reflek ia mengamati wanita itu, cantik, kalem dan meradiasikan sikap dewasa. Ada yang familiar, Hinata tak tahu apa.

GESTALT (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang