Epilog

7.3K 469 71
                                    

GESTALT

Disclaimer: Naruto and all the character are Masashi Kishimoto's, this story is mine

Cinta itu apasih? Rasanya begitu banyak karya, magnum opus di dunia ini yang terilhami oleh the so called cinta. Tetapi, Naruto yakin cinta adalah kesunyian pribadi yang setiap orang memiliki definisinya masing-masing.

Lima tahun berlalu, jutaan detik terlewat, dan setiap disinggung mengenai cinta, ilusinya langsung berlari ke sosok Hinata. Perempuan itulah definisi terdekat yang memahamkannya tentang afeksi. Sebuah perasaan yang membebaskan, keterikatan yang tak menjerat dan memori terbaik untuk dikenang.

Lima tahun, waktu yang cukup menyadarkan Naruto bahwa game telah berubah. Dirinya bukan lagi pusat permainan, atau mungkin Hinata keluar dan menciptakan wahananya sendiri. Sayang, Naruto terlanjur terseret dalam lingkaran setan yang memposisikannya sebagai penonton. Lima tahun ini, Hinata melenggang berlawanan arah dengannya. Seperti yang dikatakannya, Naruto mencoba menyelesaikan masalah dengan diri sendiri. Maka, ia merampungkan studi untuk setidaknya layak di samping Neji versi perempuan itu.

"Kalau kita ditakdirkan bersama, pasti semesta akan berkonspirasi untuk menyatukan."

Begitu kata Hinata, dan Naruto percaya? Tentu saja tidak. Semesta tak pernah berkonspirasi apapun kecuali untuk hal yang kita usahakan. Perjuangan demi perjuangan kita yang akan berkonstelasi, dan bersekongkol dengan alam untuk memenangkan takdir yang diinginkan. Kalimat tadi, Naruto yakin, hanyalah penghiburan Hinata atas betapa annoyingnya Uzumaki ini pasca diputus telak. Bunga-bunga yang teratur hadir di pintu rumah, pesan rindu, pengemisan kesempatan, tampaknya membuat Hinata jengah alih-alih luluh.

Sekarang, dengan posisinya sebagai perancang desain dan kontruksi mesin di perusahaan otomotif ternama, Naruto cukup percaya diri untuk melangkah lagi di hidup Hinata. Tebak prakarsa apa yang dilakukannya pertama kali? Tidak ingat kan? Naruto pernah bilang akan menjadi pasien pertama Hinata jika dia membuka praktik, here he is.

"Oh... Kak."

Hinata nampak kaget, canggung dan sadar keadaan. Naruto senang bahwa waktu tidak mengubah hal yang dikaguminya selalu. Non poker face Hinata is his favorite.

"Pasien pertama kan? Seperti yang kujanjikan dulu." Naruto tersenyum samar.

Waktu seakan membeku ketika menatap lagi sepasang silver setengah purple yang dirindukannya. Hinata langsung mengalihkan pandang, menimbulkan sedikit nyeri yang langsung ditutupi Naruto dengan duduk tanpa dipersilakan. Ia menyadari, sikapnya di masa lalu memang keterlaluan. Memberi Hinata harapan, menghabiskan cintanya sampai perempuan itu rengkah di dalam. Masihkah ada yang tersisa darinya untuk Naruto pinta?

"Maaf aku belum sempat mempelajari riwayat kesehatan kakak, tapi sebelumnya, Kak Naruto ini butuh konsultasi atau obat?" Hinata memulai.

Secara sialan mata Naruto terpejam, menikmati bagaimana merdunya panggilan kakak itu. Tiga puluh satu tahun dan masih dipanggil kakak, bajingan beruntung ia.

"Kak?"

"Oh ya, Hinata." Naruto terpaksa kembali ke bumi. "Kurasa bukan obat. Mungkin hanya saran yang bekerja tepat."

"Oke. Soalnya kakak tahu kan kalau psikolog dan psikiater itu beda? Aku, sebagai psikolog, hanya bisa memberi kakak saran, sementara kalau kakak butuh obat terkait gangguan mental sebaiknya datang ke psikiater."

"Well, aku nggak sesakit itu."

Mereka berpandangan sesaat, Naruto yakin bahwa separuh kekosongan hatinya digenggam gadis itu. Sekian lama, ia akhirnya berkesempatan hanya berdua dan berbicara intens. Tidak ada yang terlalu berubah lima tahun ini, namun sekaligus terhenti di satu titik. Ia, Neji, Sasuke dan Sai tetap serangkai yang suka menghabiskan waktu bersama. Meski bisa dikatakan hanya setahun beberapa kali. Perbedaan signifikannya adalah, Hinata tidak lagi melihatnya, tidak menghiraukan, abai sama sekali. Seakan Naruto hanyalah manusia biasa yang tak memiliki irisan kisah dengannya.

GESTALT (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang