Disclaimer: Naruto and all the origin character are Masashi Kishimoto's, the story is mine.
Hinata keluar kelas dengan senyum mengembang. Ia menjawab semua bagian kuisnya dengan sempurna, bahkan menyapu hampir 75% pertanyaan yang diajukan dosen untuk kelas. Tentu saja, dia belajar semacam mau ujian masuk surga dan neraka. Padahal hanya kuis yang bobot penilaiannya tak lebih dari 20%. Ia menikmati wajah kagum teman sekelas, berusaha merasakan sedikit yang dialami Neji sepanjang hidup. Melihat bagaimana orang terlongo, gelap yang bergelayut di kantung matanya terbayar lunas.
Victory loves preparation. Mumpung masih di awal semester, Hinata semangat mengumpulkan impresi bahwa dirinya dependable. Sebab, di dunia yang artifisial ini, hanya orang hebat yang selalu dianggap. Jika tidak bisa hebat secara harfiah, maka ia tak segan mencitrakan diri untuk itu. Picik, siapa peduli? Yang penting bukan culas.
"Hinataaa... tolong aku." Seseorang berperawakan langsing meneriaki Hinata dari belakang. Ino Yamanaka namanya. "Aku nggak paham dengan tugas tadi. Jadi kita disuruh mengambil kasus kepribadian dan dianalisis menggunakan suatu teori?"
Ino kembali melanjutkan setelah dijawab dengan anggukan. "Tapi kita belum dapat teori apa-apa. Teori kepribadian baru semester dua nanti. Gimana cara menganalisisnya?"
Pesan Neji terngiang di benak Hinata. Kuliah itu tidak setekstual akademik sekolahan, mahasiswa boleh meneliti seenak pusar asalkan menggunakan teori yang relevan dan deskripsi mantap. "Aku juga kurang paham. Nanti kita lihat saja paper di perpustakaan, banyak buku juga. Justru bisa explore semau kita, toh dosennya tidak memberi arahan jelas. Kalau disalahkan bilang saja tidak dikasih instruksi."
Wajah Ino tertekuk kesal. Wajar jika Hinata mengentengkan, dia sudah pintar. Sementara ia tak tahu harus berbuat apa. "Misalnya kayak gimana deh? Kasus kepribadian itu seperti apa?"
"Ya apa saja. Setiap manusia kan punya masalah, nah... ambil yang terdekat. " Hinata mengetuk-ngetuk bibir. "Aku sih mungkin yang menarik perhatianku saat ini. Seputar sikap playboy, pengaruh kata-katanya atau tipikal karakter yang membuat perempuan bertekuk lutut. Well, agak aneh dan memalukan sih. Tapi menurutku tetap masuk akal kalau dikaji."
"No!" seru Ino. "Itu brilliant Hinata. Apalagi kalau yang memaparkan kamu. Uhmm.." Sambil garuk-garuk kepala ia meneruskan. "Tapi apanya yang aneh? Memang karakter playboy kan seperti itu."
"Iya, tapi kita cari juga variabel bebas dan terikatnya. Itu pasti berpengaruh. Misalkan, okelah kalau si playboy ganteng, wajar perempuan jatuh cinta. Tapi tergantung juga, media massa sekarang baik literature, film, sinetron, semua... nyaris mewacanakan bahwa bergaul dengan badboy itu keren, perselingkuhan terampuni dan bla bla. Baca deh fiksi yang bertebaran di internet, di luar plot yang sangat menarik, banyak nilai yang sebenarnya menyedihkan. Betapa banyak relationship toxic kayak cowok abusif yang terampuni, mewajari kekerasan karena masih punya cinta. The hell... itu semua nggak mudah di dunia nyata, kecuali kita mau jadi budak cinta." Hinata menghela nafas. "Kalau pikiran bawah sadar dijejali hal sama terus-menerus, ditakutkan kita menganutnya sebagai kebenaran. Padahal, harapan bahwa kita bisa mengubah pasangan itu bullshit. Manusia akan berubah hanya jika dirinya ingin dan harus."
"Tunggu-tunggu.. apa kaitannya sama tugas tadi?"
"Oh ya jelas berkaitan. Tujuan penelitiannya nanti agar para pembaca bisa mengetahui stereotipikal yang harus dihindari, objeknya tetap lelaki playboy. Kalau permasalahan media nanti dimasukan latar belakang masalah saja. Pasti ada perempuan yang cukup sadar bahwa media itu toxic, jadi dia sudah membentuk self defense terhadap karakter playboy."

KAMU SEDANG MEMBACA
GESTALT (Completed)
RomantizmKepribadian manusia bisa dipahami scr utuh jika kita mengetahui latar belakangnya secara utuh pula. Hinata salah satu yg mempercayai itu. Makanya ia tdk peduli ketika semua menganggap Naruto kekacauan. Tp masihkah ia memacari sahabat kakaknya, ketik...