Bagian Empat

1.5K 148 39
                                    

"Hei, Nal!" Bang Togar melengkungkan punggung. Mengintip Kinal yang tengah sibuk di kolong mobil. "Ada wanita cantik yang cari kau?" Ia memutar tutup botol air mineralnya.

Kinal menggeser alas berodanya. "Siapa Bang?" Melirik Bang Togar yang tengah santai meneguk minumannya sambil menyandarkan punggung pada bagian pintu mobil.

"Tak kenal aku. Baru lihat juga." Bang Togar menoleh. "Selingkuhan kau, ya," bisik Bang Togar menggoda Kinal.

Kinal langsung memberengut. "Bang Togar ajalah yang nemuin dia. Bilang, saya lagi sibuk. Tanggung, nih."

"Enak saja kau! Temuilah dulu. Siapa tahu sangat penting. Tak perlulah kau ambil hati candaanku tadi. Aku tahu kau lelaki sejati. Lelaki sejati pasti tak akan pernah selingkuh," cerocos Bang Togar.

Kinal hanya mengulas senyum. Mengangguk. Menyeka aliran peluh yang hampir jatuh menyengat mata. "Tanggung banget, Bang! Biar saya selesaikan ini dulu."

"Tak baiklah, kau membuat wanita cantik menunggu. Kalau kuperhatikan, wajahnya sangat kacau." Bang Togar menyeka sudut bibirnya dengan handuk kecil kumal yang menggantung di lehernya. "Temui dulu sana. Biar kugantikan."

Kinal pun beranjak berdiri. "Kalau begitu, saya minta tolong ya, Bang. Cuma tinggal pasang murnya aja." Ia menyerahkan kunci soket pada Bang Togar.

Langkah Kinal langsung terpaku, begitu melihat wanita yang sejak tadi memintanya untuk bertemu. Tubuhnya mendadak kaku. Sepasang kakinya terasa lemas. Sudah sangat lama ia tidak pernah bertemu dengan wanita itu. Kinal menenguk ludah kala wanita itu menoleh. Rambut terurai panjangnya terayun mengikuti gerakan halus tubuhnya. Wanita itu tersenyum lebar.

Wanita itu mendekati Kinal. Ia sangat tahu, betapa terkejutnya Kinal dengan kehadirannya di sini. "Kamu apa kabar?" sapa wanita itu. Masih menyimpulkan senyum khasnya. Mata sipitnya seolah terpejam sempurna ketika senyum lebarnya tersimpul.

Mendadak kerongkongan Kinal terasa kering. Rasanya, sulit sekali kata-kata itu meluncur dari bibirnya. Dengan tergugu Kinal menyahut. "Ba-baik, Kak." Sebelah tangannya meremas seragam bengkel yang sudah penuh dengan noda oli.

"Bisa kita bicara?" Wanita itu mengaitkan helaian rambut terurainya yang jatuh ke balik telinga. Ia tersenyum mengangguk samar ke arah Bang Togar yang sejak tadi diam-diam memerhatikan keduanya.

Dengan susah payah, Kinal menggerakkan kepala.

"Kita bicara di mobil saja." Wanita itu berjalan mendekati mobil putih mewahnya yang terparkir di depan bengkel.

Kinal mengekori langkah wanita itu dengan sangat gugup. Dalam kepalanya berkecamuk berbagai pikiran. Mendadak, rongga dadanya diselimuti ketidaknyamanan.

"Kakak mau langsung aja." Wanita itu menyandarkan punggungnya pada kursi kemudi. Tatapannya lurus ke depan. Tampak serius. Sebelum berkata, ia menghela napas dengan sangat panjang. "Sudah satu minggu Mami sakit."

"A-apa?" Kinal meremas tangan.

Wanita itu menoleh. "Mami terus nanyain kamu."

Kinal menundukkan pandangannya. Menyembunyikan sepasang mata yang tiba-tiba saja berkaca-kaca. Tidak ada yang lebih menyakitkan ketika mendengar kabar buruk dari seseorang yang sangat berarti bagi dirinya.

"Kakak harap, kamu mau menjenguknya." Tangan wanita itu merengkuh jari jemari Kinal yang terasa dingin dan berkeringat.

Kinal mengangkat wajah, memerhatikan wajah sang Kakak. "Apa Kinal masih berhak ketemu Mami setelah apa yang Kinal lakukan, Kak?" lirihnya. Kembali tertunduk lesu.

"Hei!" Wanita itu menempelkan tangannya di pipi Kinal. "Lihat kakak!"

Ragu, Kinal meninggikan pandangannya. Menyelaraskan tatapannya dengan sepasang mata jernih dan meneduhkan sang Kakak.

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang