Bagian Enam

1K 106 33
                                    

Veranda menyandarkan bahu kanannya pada kusen pintu kamar Yona. Ia memerhatikan Yona dengan saksama. Yona yang sedari tadi asyik dengan keranjang anggur yang ada di pangkuannya tidak sadar bahwa entah sejak kapan Veranda terus mengawasinya.

Bibir Yona melengkung bak bulan sabit. Terngiang dengan segala perlakuan Kinal kemarin. Ternyata, Kinal memang berbeda dari kebanyakan pria. Kinal yang selalu merendahkan pandangannya selama membantunya. Ia masih menyomot buah berukuran kecil berwarna hijau itu dengan senyum terkulum. Gerak bibirnya terhenti sesaat. Melirik kain pembalut putih yang sudah membalut engkelnya. Terkikik sejenak. Menyuap kembali anggur itu.

Dahi Veranda berkerut dalam. Melihat ekspresi Yona layaknya orang gila. Ia berdeham. Namun, kesadaran Yona masih tersandra oleh segala perlakuan Kinal kemarin. Menurut Yona, Kinal tipe pria kaku yang sangat menggemaskan.

Napas panjang meluncur deras dari bibir Veranda. Ia menegakkan punggung. Kali ini, ia berdeham dengan amat kencang.

"Ehem!" Jemari lentik Veranda mengibas helaian poni panjangnya.

Mendengar suara Veranda, Yona segera menoleh ke arah pintu. "Eh, lo Non? Sejak kapan di situ?" Yona menegakkan punggung. Punggungnya masih menempel pada kepala ranjang.

Dengan langkah sedikit angkuh, Veranda mendekati tempat tidur. "Enggak penting sejak kapan?" Ia melirik balutan perban pada engkel Yona. "Gimana?" Berdiri di dekat Yona yang tengah duduk berbaring dengan melipat tangan.

Sebelum membuka suara, Yona kembali menyomot anggurnya. Mengunyahnya dengan sepenuh hati. "Semuanya sesuai rencana." Ia tersenyum bangga. "Ve, lo tahu. Kinal itu ternyata menggemaskan juga, ya. Dia tipe cowok penyabar, ya. Enggak peduli kemarin gue sejutek apa pun. Dia tetap sabar nolongin gue gitu," Yona menambahkan.

Veranda mengulum sinis. "Gue enggak butuh penilaian lo tentang dia. Gue cuma minta lo laksanakan apa yang gue suruh." Ia duduk di dekat kaki Yona yang terbalut perban. Menepuknya dengan sangat keras.

Sontak saja Yona mengaduh keras menerima perlakuan tidak menyenangkan Veranda. "Astaga, Veranda! Sakit tahu!"

"Cukup aktingnya!" Dengan kasar, Veranda menyingkirkan kaki Yona. "Lagian, ngapain juga sampai diperban segala!"

Yona berdecak, wajahnya memberengut. "Kalau akting tuh, enggak usah tanggung-tanggung!"

"Iyalah, terserah!" Veranda melirik setiap sudut kamar Yona yang di dominasi pernak-pernik berwarna hijau pastel. "Kamu jangan sampai lupa dengan tugas kamu."

"Pastilah!" Yona duduk di sebelah Veranda. Isi kepalanya sudah penuh sesak dengan berbagai pertanyaan yang sudah siap dikeluarkan. Namun, urung ia tanyakan. Yona kenal betul Veranda tipe wanita seperti apa.

Merasa diperhatikan, Veranda menoleh. "Kenapa?"

Yona menjulurkan kepala. Bola matanya tak berkedip sedikit pun memandangi wajah Veranda. "Jangan bilang kalau kamu jatuh hati sama Kinal?"

Mendengar pertanyaan itu, Veranda sempat menahan napas. Detik berikutnya, wajahnya terlihat biasa saja. "Kalau iya, kenapa?"

Berdecak, Yona membetulkan kuciran rambutnya. "Kenapa enggak langsung aja, sih? Pakai cara ini segala. Aku tahu, kamu itu bukan tipe cewek pemalu. Apa kamu cuma ngetes dia aja?"

"Hm." Veranda menoleh, menatap Yona tanpa ekspresi apa pun. "Dia beda. Dan aku enggak bisa. Karena dia sudah menikah."

Mulut Yona ternganga mendengar kalimat itu. "APA?" Ia memijat kepalanya sejenak. "Jadi?" Kali ini, Yona menarik napas dalam. "Kamu mau aku ... aku, kamu mau aku ...."

"Yap, kamu tahu apa yang aku mau!" Veranda menepuk-nepuk puncak kepala Yona.

Yona menepuk jidat. "Astaga, Veranda! Kamu mau aku jadi pelakor?"

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang