Bagian Satu

2.3K 220 48
                                    

"Saya tidak mau tahu, Pak Taufik harus kirim mobil ke sini sekarang juga. Setengah jam lagi saya ada meeting penting. Dan mobil saya mendadak mogok.''

"Tapi, Bu ... se--''

"Saya tidak mau dengar alasan. Mobil itu harus sampai di sini dalam waktu sepuluh menit.''

Seorang wanita berambut panjang bergelombang memutus ponselnya dengan erangan kesal. Lewat ekor matanya, ia melirik mobil sedan hitam mewahnya yang mogok di tepi jalan.

"Sial!'' Wanita itu mengumpat. Tangannya mengibas helaian rambut panjangnya.

Wanita itu menengok jam tangan dengan gelisah. Sinar mentari yang memancar terik. Mengharuskannya membuka blazer yang membalut tubuh rampingnya.

"Sial!''

Lagi, wanita itu mengumpat selagi membuang blazer-nya ke dalam mobil. Dan membanting pintu. Ia menyandarkan punggung di pintu mobil. Sesekali matanya mengawasi jalan raya yang padat akan kendaraan. Belum lagi, debu-debu tak kasat mata berterbangan. Membuat mood-nya semakin berantakan.

Hingga kemudian, sebuah motor tua berhenti tepat di depan mobil sedan mewahnya. Seorang pria berseragam khas pekerja bengkel menghampiri wanita itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?'' Pria itu menyapa ramah wanita itu.

Wanita itu menegakkan punggung. Memerhatikan guratan tegas pada wajah pria yang menyapanya.

"Mobil saya mogok. Kamu bisa bantu memperbaikinya?'' sahut wanita itu tanpa basa-basi.

"Semoga saja. Biar saya lihat dulu.''

"Silakan!''

Pria itu pun mulai membuka kap mobil. Meneliti setiap bagian mesin mobil sedan milik wanita itu.

"Sepertinya, hanya overheating, Mbak. Mbak punya air mineral?''

Wanita itu mengangguk, dan segera mengambil botol air mineral dari dalam mobil.

"Ini!'' Wanita itu mengulurkan satu botol minuman air mineral.

Pria itu meraihnya. Membuka penutup botol tersebut. Dan mulai menuangkan air mineral ke dalam tangki radioator. ''Ini hanya urgent saja. Setelahnya, Mbak bisa menggantinya dengan cairan pendingin khusus,'' ucap pria itu selagi masih menuangkan air itu.

"Kita tunggu lima menit.'' Pria itu merogoh ponselnya kala suara pesan masuk terdengar.

Senyuman langsung terkulum di bibir pria itu. Kala matanya lekat membaca pesan manis yang dikirimkan istrinya.

Tanpa disadari pria itu. Diam-diam, wanita itu terus mengawasinya. Memerhatikan wajah kusam pria itu.

Pria itu memasukkan ponselnya. "Sekarang, Mbak bisa coba menyalakannya,'' tutur pria itu.

Wanita itu langsung menuruti titah pria itu dan mulai mencoba menghidupkan mobilnya. Dan benar saja, mobilnya pun hidup kembali.

Wanita itu keluar dengan senyuman. "Terima kasih, berapa yang harus saya bayar?''

Pria itu menggeleng, tersenyum. "Tidak usah, Mbak. Saya hanya ingin membantu. Kalau begitu, saya permisi.''

"Tunggu! Saya tidak mau berutang budi pada siapa pun. Ini, kamu bisa isi berapa pun yang kamu mau.'' Wanita itu mengulurkan selembar cek kosong.

"Tidak perlu, Mbak. Ini terlalu berlebihan. Saya permisi.'' Pria itu pun melenggang pergi dengan motor tuanya.

Wanita itu meremas dada kiri. Saat bayangan senyum pria yang baru saja menolongnya tadi muncul begitu saja di benaknya.

"Aneh!'' Wanita itu meremas dada kirinya selagi mendekati pintu mobilnya.

Di saat yang bersamaan, sebuah mobil sedan dengan warna berbeda berhenti tepat di sebelah mobil wanita itu. Seorang pria paruh baya turun tergopoh-gopoh dari mobil itu dan menghampiri wanita itu.

"Bu Veranda, maafkan saya. Saya terlambat.'' Wajah pria paruh baya itu tampak tegang.

"Kalau gitu, saya tunggu surat pengunduran diri Pak Taufik sore ini.'' Wanita itu membanting pintu dan mulai menjalankan mobilnya.

Pria paruh baya itu mengusap frustrasi wajahnya. Sepasang matanya tampak berair memandangi mobil sedan wanita itu yang kian menjauh.

.

..

"Hoi, Kinal! Lama sekali kau! Nyangkut di mana dulu?'' Pria berambut ikal, bertubuh sedikit tambun langsung menginterogasi Kinal yang baru saja memarkirkan motor tuanya di garasi sebuah bengkel.

"Tadi, ada orang yang butuh bantuan,  Bang. Makanya, sedikit telat!'' Pria bernama Kinal langsung menghampiri pria itu.

"Kukira kau ke mana. Tidak apalah. Aku cuma mau bilang, istri kau tadi ke sini. Dia antar makan siang untuk kau. Dan tanya keberadaan kau. Makanannya kusimpan di atas meja sana. Kau makanlah dulu.''

"Baik, Bang!''

"Beruntung sekali kau, punya istri perhatian seperti Shania. Sudah cantik, baik, punya bodi bagus pula.''

Kinal langsung memelototi pria berlogat khas Batak itu. Ia merasa tidak terlalu suka dengan ucapan terakhir pria bernama Togar Sianipar itu.

"Tak perlu kau marah. Memang itu kenyataannya.''

Kinal hanya menghela napas pelan kemudian menghampiri meja--yang di atasnya sudah tersedia kotak bekal makanan yang diantar istri tercintanya.

.

..

"Malam, Non!'' sapa seorang asisten rumah tangga pada Veranda yang baru tiba di rumah. Wanita tua bernama Mbok Puri mengambil alih tas kerja Veranda.

"Malam, Mbok.''

"Mau mandi dulu atau langsung makan, Non.''

Veranda menyerahkan blazer yang baru dilepasnya. "Tolong siapkan air hangat, Mbok. Saya ingin mandi dulu.''

"Baik, Non!''

Entah sejak kapan, seseorang mengawasi percakapan antara Veranda dan Mbok Puri sambil melipat tangan di dada dari anak tangga paling atas. Setelahnya, ia turun dari anak tangga dengan langkah malas.

Veranda menengadah sejenak. "Mau ke mana kamu? Ini sudah malam,'' ucap Veranda pada seseorang itu.

Seseorang itu mendengus. "Berhentilah mengurusi urusan saya!''

"Apa kamu bilang? Sebagai seorang kakak saya punya hak mengurusi semua urusan kamu.''

"Sudahlah, urus saja urusan Kakak sendiri. Jangan sok peduli!'' Seseorang itu menyambar helm dan keluar begitu saja.

"Boby! Tunggu! Kakak bilang tunggu!'' Veranda berlari kecil mengejar langkah sang adik yang sudah di teras.

Boby tidak menggubris seruan Veranda. Ia pun mulai memacu motor sport-nya dengan sangat cepat.

Veranda hanya bisa menghela napas panjang. Seraya memijit pelipis.

"Anak itu!''



Bersambung....

____________

Terima kasih.

20-10-2018

OBSESSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang