3. Pulang Kampung

35 4 6
                                    

Setelah menjalani masa perkuliahan kurang lebih dua semester atau satu tahun, kini tiba saatnya waktu yang sangat dinantikan oleh setiap mahasiswa apalagi yang merantau, yaitu libur. Saat inilah mahasiswa rantauan bisa pulang ke kampung masing-masing karena waktu libur yang lumayan panjang dan bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk menyegarkan pikirannya kembali sekaligus untuk melepas rindu dengan sanak keluarga.

Rania dan Meyra sengaja tidak pulang saat libur semester satu karena waktu libur hanya sebentar dan mereka lebih memilih mengisinya dengan mengikuti pengaderan yang diadakan oleh jurusan mereka masing-masing. Sejatinya jika tiba masa libur semua akan berbahagia, tapi tidak dengan Rania. Perasaannya campur aduk dan dilema.

"Ra, kok kamu belum packing?" tanya Meyra yang sedang menyiapkan barang-barang yang akan ia bawa pulang besok.

"Hm, aku masih bingung nih mau ikut pulang atau tidak," jawab Rania.

"Yah kok gitu, kan ayahmu sudah ngirim tiket untuk kita berdua. Kalau cuma aku yang pulang nanti orang tuamu nanyain, aku jadi tidak enak," jelas Meyra merasa tidak enak karena ayah Rania juga membelikannya tiket.

"Bilang aja kalau aku ada urusan di sini dan terpaksa tidak bisa pulang," Rania menyuruh Meyra berbohong.

"Masa aku harus bohong sih," Meyra menolak alasan Rania. "Ayo, coba kamu pikir-pikir lagi, orang tua kamu juga pasti sudah rindu berat sama kamu."

"Tapi mereka bakal membahas masalah perjodohan aku lagi," walau hanya dugaan Rania saja tapi dia sangat yakin. "Aku belum siap, Mey."

"Kamu harus bicara baik-baik sama orang tuamu kalau sampai sekarang kamu belum siap," Meyra menasehati. "Kalau kamu begini terus, mereka akan tetap berusaha menjodohkan kamu." Padahal dalam hati Meyra merasa Rania sangat beruntung akan dijodohkan oleh orang tuanya, itu artinya ia akan menikah.

"Yaudah deh, aku packing dulu," akhirnya Rania mau dengan sedikit terpaksa yang terlihat dari raut wajahnya.

Taksi online menjadi pilihan mereka untuk berangkat menuju bandara pukul 8 pagi, cuaca sangat mendukung dengan pancaran sinarnya yang masih bersahabat dengan kulit. Setelah memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai di bandara husein sastranegara mereka langsung masuk dan check-in.

"Terima kasih yah, Pak," ucap Rania dan Meyra pada supir taksi online yang membawanya tadi.

"Iya sama-sama, Dek," balas pak supir.

Jadwal keberangkatan yang tertera di tiket pukul 9.45 pagi, itu artinya masih ada waktu senggang yang bisa dimanfaatkan sebelum mereka boarding. Rania memilih mencari makanan karena mereka berdua belum sarapan.

"Mey, kita cari sarapan dulu yuk," ajak Rania pada Meyra yang memilih duduk membaca buku.

"Lagi pw (alias posisi wenak) nih, Ra," Meyra sudah nyaman membaca buku yang artinya menyuruh Rania pergi sendiri.

"Yah, gak asik nih," ejeknya pada Meyra. "Beli roti aja kalau gitu," sambungnya daripada dia kelaparan. Rania langsung bergegas menuju toko roti yang ada di bandara.

"Rotinya empat, Mba," pinta Rania pada karyawan di toko roti tersebut.

"Airnya tidak sekalian Mba?" tanya karyawan.

"Iya deh airnya sekalian, dua yah" hampir saja dia lupa untuk beli air minum.

"Iya Mba. Totalnya enam puluh ribu ya," ucap karyawannya sambil memberikan belanjaan roti dan air mineral pada Rania.

"Ini Mba uangnya," Rania memberikan uang seratus ribu.

"Maaf Mba, uang kembaliannya tidak ada. Apa Mba punya uang sepuluh ribu? Nanti aku kasih uang lima puluh ribu," kata karyawan setelah mengecek laci kasir dan tidak menemukan pecahan uang yang lebih kecil dibanding lima puluh ribu.

Pilihan RaniaWhere stories live. Discover now