Bagian 4

221 75 46
                                    

Kadang, aku lebih suka menjadi orang lain daripada diriku sendiri. Karena apa? Saat menjadi orang lain aku lebih dihargai daripada saat menjadi diriku sendiri.

***

Rasa asing masih menghantui Arman. Ya, sekarang ini dia sedang di kampus saudara kembarnya−Arba. Seketika ada seorang yang menghampirinya, dia duduk di sebelah Arman.

"Bro,"sapa orang itu. Dia adalah teman Arba bernama Julian, dia adalah teman dekat Arba. Mereka sudah berteman dari awal masuk kuliah.

"Ada apa?" Arman membalas ucapan Julian dengan gugup karena dia belum terbiasa.

"Nggak apa. Lo dari tadi ngapain diem aja? Ada masalah? tanya Julian. Jujur dia merasa aneh dengan sikap temannya beberapa minggu ini. Maka dari itu, Julian memastikan apa yang terjadi dengan temannya yang tak biasanya bersikap diam saja. Biasanya Arba bersikap solid dan tidak pernah diam seperti seribu bahasa.

Arman hanya menggeleng,"Gue nggak apa.

"Yakin?" Arman langsung mengangguk cepat.

Tak berselang lama, dosen pun datang. Dia mengintruksikan bahwa hari ini ada kuis dadakan, rasa takut kembali menghantui Arman, dia hanya takut kalau dia menghancurkan nilai saudaranya.

Bagaimana ini?

"Ambil soal dan kerjakan di selembar kertas, " ucap sang Dosen. Beliau adalah Pak Nuris, dia adalah dosen mata kuliah Pengantar Teknologi Infomasi.
Seketika satu persatu mahasiswa yang ada di kelas maju ke depan untuk mengambil soal dan mereka mulai mengerjakan kuis.

Arman bingung bukan main melihat soal kuis yang di berikan, dia sesekali menggelengkan kepalanya, dan di lain sisi dia tak tahu harus menjawab apa dari soal tersebut.

Sial

"Ba, lo belum ngerjain sama sekali?" tanya Julian yang sedari tadi memperhatikan Arba yang hanya diam tak mengerjakan.

"Belum, gue baru pusing, susah mikirnya!" celetuk Arman.

"Ya udah, lo lihat jawaban gue saja," Julian menyodorkan jawabannya ke Arman. Arman masih diam, dia merasa tak enak hati pada teman Arba.

"Beneran nggak apa?" tanya Arman, masih merasa tak enak hati.

"Iya. Lo kayak sama siapa aja," jawab Julian tersenyum sambil menepuk bahu Arman.

Dengan cepat Arman segera menyalin jawaban Julian ke lembar jawabnya. Tak berselang lama, Arman sudah selesai menyain semua jawaban.

"Thanks udah bantuin gue." Arman merangkul bahu Julian erat. "Gue nggak tahu kalau nggak ada lo."

"Sama-sama. Mana kertas jawaban lo, gue kumpulin sekalian." Julian mengambil kertas jawaban itu dan mengumpulkannya di meja dosen lalu kembali ke mejanya.

"Waktu sudah habis, silakan kumpulkan," perintah Pak Nuris.

Dengan segera mereka mengumpulkannya. Setelah semua sudah mengumpulkan kertas kuis, Pak Nuris meninggalkan ruangan.

"Habis ini makan, yuk?" ajak Julian pada Arman. Cowok itu hanya mengangguk dan mereka meninggalkan kelas sambil menggendong tas mereka masing-masing.

Tak berselang lama, mereka berdua sudah sampai kantin dan mereka memesan makanan. Seusai memesan makanan, mereka duduk di tempat yang kosong. Sambil menunggu pesanan keduanya berbincang-bincang akrab.

"Gue traktir lo, ya?" Arman tersenyum, hitung-hitung untuk utang budi karena Julian telah memberikan jawaban kuisya padanya tadi. Arman tidak habis pikir bagaimana jadinya kalau tadi tidak ada Julian, tamatlah riwayatnya.

Mahasiswa di balik layar(Tamat✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang