Dendam Sang Mantan - 6

1.3K 82 9
                                    

Malamnya, Prima benar-benar datang ke kost. Kami duduk berdua di teras. Wajahnya terlihat lelah sekali, dia juga masih memakai seragam khas rumah sakit. "Prima Setia, S. Ked." Itu yang kubaca dari name tag yang tersemat di bajunya.

"Kamu ngelihatin apa?" tanyanya.

"Nama kamu bagus."

Dia tersenyum dan memandang ke arah jalanan. "Ayahku yang memberikannya," ucapnya kemudian.


"Ayahmu pasti berharap, kamu jadi orang yang kuat dan setia, ya?"

"Iya, tapi aku tak sekuat yang kamu lihat."

Wajahnya berubah sendu. Seperti menyembunyikan luka yang dalam di hatinya.

"Em ... Maaf. Aku nggak bermaksud bikin kamu sedih. Tapi kalau tidak keberatan, kamu boleh cerita kok, sama aku." Aku berusaha menghibur.


"Nanti saja. Belum waktunya," jawabnya dengan senyum yang dipaksakan.

"Emm ... Prim ...," panggilku ragu.

"Iya, kenapa?" Dia menoleh ke arahku.

"Aku mau minta tolong. Besok kamu bisa nggak, nemenin aku ke nikahannya Payjan?"

Aku sebenarnya ragu mengucapkannya, tapi ... bagaimana, ya?

Prima tertawa kecil. "Besok aku masuk shift pertama, kalau sore aku bisa nemenin kamu, gimana?"

Aku tersenyum gembira. "Iya, besok aku masuk pagi juga. Kita datangnya habis maghrib aja, ya? Gimana?"

"Boleh, tapi ada syaratnya."

"Apa? Jangan yang berat-berat, ya?"

"Besok aja aku kasih tahu."

Aku mengangguk tanda setuju. Entah kenapa, hatiku senang sekali. Oh, Tuhan. Jangan biarkan aku jatuh cinta kepadanya. Dia terlalu tinggi untuk kugapai. Dia seorang sarjana dan sebentar lagi akan jadi dokter. Sedangkan aku hanya seorang pegawai swalayan lulusan SMK.

Dari penampilan Prima, terlihat dia anak orang berada. Motor sport keluaran terbaru berwarna merah, seolah menunjukkan status sosialnya bukan dari kalangan menengah ke bawah sepertiku. Hmm ... Aku tidak boleh bermimpi terlalu tinggi. Bisa jadi temannya saja sudah beruntung.

'Prima, biar aku mencintaimu dalam diamku. Lebih baik aku hanya jadi temanmu daripada tak mengenalmu sama sekali. Aku sadar siapa diriku. Baiknya aku tak pernah berharap kau juga mencintaiku, daripada nanti aku sakit sendiri ketika cintamu berlabuh pada wanita lain.'

***

Sore ini, sepulang kerja, aku bersiap-siap. Aku harus tampil maksimal ke acaranya si Payjan. Mungkin ini caraku balas dendam, biar dia semakin menyesal. Hahaha!


Setelah sholat maghrib, aku ganti baju yang baru kubeli sore tadi. Dress selutut warna biru muda berhias pita di dada dan sepatu flat warna putih. Akhir-akhir ini aku cukup stres karena teror hantu-hantu itu, jadi kupikir tak ada salahnya menyenangkan diri dengan membeli baju baru. Ya, mungkin ini cara wanita menghibur diri sendiri. Bukan begitu?

Sebenarnya aku jarang berdandan feminim. Aku terkenal sebagai 'cewek tomboy' yang selalu apa adanya, karena itu membuatku nyaman. Tapi kali ini, tak apalah aku berpenampilan beda. Biar Payjan tahu, aku juga bisa terlihat cantik.


Prima datang bersama Sam. Kami pun berangkat bersama-sama. Sam dengan Mia, aku dengan Prima. Sepanjang perjalanan, Prima mengajakku bercanda. Rupanya dia juga humoris. Malam ini, aku melihat sisi lain dari Prima. Tapi entah mengapa, bagiku Prima itu misterius. Banyak sisi lain yang tersembunyi dalam dirinya.

Dendam Hantu Kost (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang