Winata dan Sandi - 8

1.3K 83 2
                                    

Om Winata menurunkanku di bath up. Kamar mandi ini sungguh mewah. Keramiknya berwarna putih dan coklat tua. Ada jendela kaca di sisi kiri yang langsung menyuguhkan pemandangan taman di luar. Di sisi kanan ada sebuah cermin besar, peralatan mandi tersusun rapi di kotak sebelahnya. Selang shower menggantung di samping jendela kaca. Aroma bunga mawar menguar. Harusnya menimbulkan rasa nyaman. Tapi, tidak untukku saat ini. Suasana terasa mencekam. Pria gila itu mungkin akan segera melahap tubuhku layaknya es krim. Terlihat dari sorot mata dan napasnya yang memburu ketika menyentuhku.

Tidak! Aku tak mau itu terjadi!

"Primaaaa, tolong akuuu ...."

Aku menjerit memanggil nama Prima dalam bathinku, berharap dia mendengar dan tahu kalau aku sedang dalam bahaya. Semoga dia bisa menemukanku sekarang.

Om Winata mengusap pipiku. Air mata pun jatuh tak tertahan lagi. Aku menangis dan memelas, berharap Om Winata kasihan dan mau melepaskanku.

"Kamu kenapa nangis, Sayang? Jangan takut, kalau kita menikah nanti, kita akan sering melakukannya, bukan?" Om Winata tersenyum nakal kepadaku, membuatku semakin jijik dengannya.
Aku menggeleng. "Tidak, Om. Aku sudah punya calon suami. Tolong lepaskan aku, kumohon, Om ...," pintaku mengharap rasa iba dari Om Winata.

"Hahahahaha ... Maksudmu anak muda yang mengaku pacarmu itu? Hah?"

Om Winata duduk di tepi bak mandi. Dia mencengkeram daguku dengan kuat. Aku meringis menahan sakit.

"Apa yang bisa dia berikan untukmu, hah? Aku bisa memberikan semua yang kau mau. Dengar, Sayang, aku tak mau ditolak lagi. Kamu harus jadi milikku." Pria berkumis tipis itu menyentakkan daguku dengan kasar.

Dia mulai berdiri, kemudian membuka kancing kemejanya satu persatu. Aku berusaha meronta melepaskan diri. Wajahku terasa panas, tangisku semakin menjadi. Tapi lelaki itu bukannya kasihan, dia malah tertawa terbahak-bahak melihatku.

Aku masih berharap pertolongan. Siapapun tolong aku! Ya Allah, berikan pertolonganmu. Aku tak mau berakhir seperti ini ....

Om Winata mulai mengendus-endus kakiku seperti seekor anjing. Aku bergidik ngeri membayangkan hal buruk yang akan terjadi selanjutnya. Tiba-tiba ....

Bruaakk!

Pintu kamar mandi terbuka. Tampak seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengan Om Winata. Aku membelalakkan mata, memastikan apa yang kulihat. Dia sangat mirip dengan ... Om Winata. Siapa dia? Apa dia punya hubungan darah dengan Bujang Lapuk gila ini?

"Sejak kapan kau suka bermain dengan anak kecil, Win?" tanyanya menyeringai.

Om Winata mendengus kesal, lantas menghampiri laki-laki itu.

"Mau apa kau menggangguku? Sudah bosan hidup?" bentaknya.

"Ck ck ck, kau ini sudah tua, Win. Apa tak ada kegiatan yang menyenangkan bagimu selain menakuti anak kecil? Ayo ikut aku, ada yang ingin kubicarakan. Biar anak kecil itu pembantumu yang urus!"

Om Winata semakin gusar, tapi kemudian mengambil kemejanya yang tergantung di tembok kamar mandi. "Kamu jangan coba-coba kabur. Atau akan kubunuh bocah ingusan pacarmu itu!" ucapnya kemudian berlalu pergi.

Laki-laki yang mirip Om Winata itu menoleh ke arahku. "Cantik juga mainan baru Winata." Dia pun berlalu pergi menyusul si Bujang Lapuk, kupikir mereka sama gilanya.
Ahh ... Aku bernafas lega, setidaknya kali ini aku masih terselamatkan. Meskipun mungkin saja, laki-laki tadi juga tak lebih baik dari Om Winata.

Tak lama kemudian, datang seorang wanita memakai seragam dress hitam dengan celemek putih terpasang di perut, khas pelayan. Usianya kira-kira sekitar tiga puluh tahunan. Pasti dia pelayan si Bujang Lapuk. Dia membantu melepas ikatan di tangan dan kakiku, memberiku handuk, lantas menyuruhku mandi, sedangkan dia menunggu di luar.

Dendam Hantu Kost (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang