Akhir dan Awal - 13

1.5K 98 44
                                    


Aku terkejut dan tak percaya. Rasanya aku belum lama pingsan dan tersadar di dalam gua tidak sampai setengah hari. Kenapa bisa dua bulan?

"Dan kamu tahu, teman-teman kostmu sampai menemuiku di rumah sakit, karena menemukan kamu seperti orang gila di kost. Kamu berteriak-teriak dan bertingkah seperti seekor monyet." Prima mulai bercerita.

Aku menggeleng semakin bingung, kenapa aku merasa tak melakukan itu semua? Aku tidak gila!

"Terus gimana lagi?"

"Begitu melihat kondisimu, aku yakin ada jin yang menempati ragamu. Itu bukan kamu, tapi siluman monyet. Aku berusaha mengeluarkannya dari tubuhmu. Memang berhasil, tapi aku belum mampu menjemput jiwamu di alam ghaib, karenanya aku minta bantuan Kakek Ahmad."

"Jiwamu dibawa ke tempat lain, Nak. Ragamu diisi oleh siluman. Butuh waktu lama aku mencarimu, beruntung kau tidak berkeliaran terlalu jauh dari tempatmu hingga tersesat, sehingga aku masih bisa menemukanmu," ucap Kakek Ahmad ikut menjelaskan.

Aku tak menyangka bisa mengalami kejadian setragis ini. Siapa yang tega melakukan ini padaku?

"Lalu, apa yang terjadi jika Kakek tidak menemukan jiwaku yang dibawa ke alam ghaib?"

"Ada dua kemungkinan, jika ragamu diisi oleh siluman atau jin, kau akan gila sampai mati. Jika ragamu kosong, kau akan koma juga sampai mati."

Gila? Mungkin itu tujuan orang yang mengirim jin untuk membawa jiwaku ke alam ghaib. Kenapa dia ingin sekali membuatku gila? Apa salahku?
"Kakek tahu siapa yang melakukannya?"

Kakek Ahmad hanya tersenyum menanggapiku. Prima mengelus kepalaku dan mencium tanganku.

"Sayang, udah ya ... Nggak penting memikirkannya, yang penting sekarang, kamu nggak jadi gila. Tak baik menyimpan dendam. Biar Allah yang membalas pelakunya."

"Tapi nggak bisa gitu, Sayang. Dia udah buat aku hampir gila. Kamu tahu, nggak? Aku hampir mati ketakutan di sana sendirian. Aku juga lihat kamu mesra-mesraan sama cewek yang mirip sama aku lewat cermin makhluk itu. Minimal aku harus tahu siapa orangnya."

Prima mengerenyitkan dahi. "Bermesraan? Sama siapa? Aku tiap hari nungguin kamu bangun. Mana bisa bermesraan sama orang koma? Diapa-apain diem aja."

"Terus, yang aku lihat itu apa?"

"Itu tipu daya jin, anakku. Dia cuma ingin membuatmu semakin tersiksa sendiri. Semua itu hanya tipuan semata." Kakek Ahmad tersenyum.

Sekarang aku mengerti, berarti semua yang kulihat dari cermin itu hanya tipuan jin. Astaghfirullah ... begitu nyata setan menipu manusia dengan segala upayanya. Menjerat manusia hingga terlena di dunia, sehingga mereka punya banyak teman di neraka nanti. Naudzubillah.

"Sudah, Anakku. Aku dan suamimu tidak ingin membuatmu menyimpan dendam dan kebencian. Biarlah Allah yang membalas perbuatannya."

Iya, benar apa yang dikatakan Kakek Ahmad. Buat apa menyimpan dendam. Apa bedanya aku dengan mereka jika seperti itu? Mungkin memang ada baiknya aku tidak tahu siapa pelakunya, daripada akhirnya menyimpan dendam dan ingin membalasnya.

"Kamu mau makan apa? Kamu makin kurus, Sayang, dua bulan makananmu hanya infus." Prima bertanya seolah ingin mengalihkan pikiranku supaya tidak penasaran lagi.

"Kamu mau bubur ayam? Nasi goreng? Burger? Chicken steak? Atau apa? Apa mau semuanya? Itu kan kesukaan kamu semua," ucap Prima seraya memencet hidungku.

Aku hanya tertawa menanggapinya, bersyukur punya suami sebaik dia. Padahal aku ini istri yang bandel dan merepotkan, tapi perhatiannya tak pernah berkurang sedikit pun.

Dendam Hantu Kost (TELAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang