Y A N G K E T I G A

28 18 7
                                    


Luka itu datang dari orang yang istimewa

Madinta berbaring diatas kasurnya, menatap tembok kamarnya yang dipenuhi oleh potretan foto dirinya dan Bimo. Tak jarang pula beberapa foto Gisell dan Revan sengaja Ia letakkan disana pula. Ia memandang lekat, sembari mengingat momen dimana mereka saling berbagi canda tawa kadang juga luka. 9 tahun sudah hubungan itu berlangsung secara membaik dan semakin membaik, namun sekarang? Apa sudah saatnya kandas? Berulangkali Madinta menyeka isak tangisnya, memaksa airmata untuk tidak meluncur. Namun itu adalah salah satu usaha yang bisa dibilang cukup sia sia. Bagaimana tidak, sudah ribuan bahan mungkin jutaan kali buliran air hangat itu terjun bebas menyusuri merahnya pipi Madinta.

Tuhan? Apa aku sedang kecewa?

Aku sangat menyesal, telah menggantungkan diriku sendiri pada orang lain.

Dia, yang hanya kukenal dengan sebatas nama.

Namun apa Kau tahu?

Kami sudah saling mencintai selama 9 tahun.

Apa rasa itu harus kandas sekarang?

Itu bukan hal yang mudah

Seseorang bantu aku, tolong..

*tok tok.. pintu kamar Madinta berbunyi. Ia segera menghapus air matanya dengan tisu. Lalu menetralkan suaranya dan mengatur nafas. Kemudan Ia berjalan menuju pintu untuk mrmbukanya.

"lagi ngapain?" Tanya Gisell disana

"otw tid-" Gisell langsung memeluk Madinta erat. Tangisnya memecah keheningan, mata Madinta pun tak kuasa menahan tangis pula. Namun Ia berusaha melawannya.

Like nothing a problem. It's simple, yes?

"lo kenapa sih Sel? Ngedrama?" Tanya Madinta melepas pelukan Gisell. Berusaha menunjukkan raut wajah yang sedikit tersenyum simpul.

"gue tau lo kecewa sama guekan, Din"

"hahaa, kenapa? Kok kecewa sih, aneh lo"

"Bimo calon lo kok, bukan gue. Please Din, jangan benci gue karna masalah ini"

"yaelahh, enggaklah Sel. Gila aja, gue tau Bimo ngomong kaya gitu nggak seriusan"

"dia cuma gak mau, lo dijrlrk jrlrkin sama maminya dia Din. Lo tau sendiri tadi dia ngamuk juga sensi gitu kalo lagi ngomong ama lo. Lo shh, pake ngeladenin maminya bimo ngomel"

"yahh, gue gak ngeladenin tau. Gue aja nanyainnya ramah, dia aja yang sensi"

"lo udah makan?"

"udah kok. Udah sana tidur gih, udah malem tau. Gue cuga capek berat, besok skripsi pula"

"gue minta maaf, Din. Serius gak ada maksud apa apa"

"iyeee, bawel. Udah sono" kemudian Madinta menutup pintu kamarnya perlahan. Tubuhnya bergetar seolah tak kuat berpijak, air matanya terus mengucur semakin deras. Dalam benarnya berteriak.

Ini nggak real Madinta. Bimo bilang kaya gitu ke maknya bukan karna Bimo suka dan pengen kawin ama si Gisell. Itu cuma ekting doang biar maknya Bimo cepet pergi dari sini. Gak mungkin lah Bimo tadi bilang kalo lo pacarnya, maknya paling udah serangan jantung. Lo juga siih, tadi kenapa pake buat sensi tu mak rempong?? Ah, BANGSATT.

Tapi dibenaknya yang lain, mungkin ini takdir. Bimo terlalu bagus buat gue.

Isakannya semakin keras, Madinta meringkuk dibalik pintu. Memeluk kakinya erat, digigitnya ujung bawah bibir untuk menahan agar suaranya tak terdengar hingga luar kamar.

*tok tok.. pintu kamar Madinta berbunyi lagi. Ia langsung mengusap air matanya dan mengatur nafas lalu berdiri dan membuka pintu.

"apa lagi sih se- eh, Bimo. Kenapa?" Tanya Madinta. Kok Bimo sih, gue kira Gisell. Duh, malu

"Gisell abis kesini ya?" Bimo balik nanya.

"hehe, iya. Lo kenapa kesini?"

"sorry. Ini salah gue, percaya deh wacana doang tadi mah"

"iyee, b aja kali"

"gue ngomong begitu tadi biar mak gue percaya dan ceper pergi. Kalo nggak bisa bisa nginep deh dirumah lo ampe gue ngaku siapa calon mantu mak gue. Lo mau nampung badan mak gue yang segede menara eifeel begitu??"

"ogahh lah, tapi kenapa harus Gisell?"

"yah, trus gue harus bilang siapa dong? Ya kali bodyguard mami gue. Mana percaya siih"

"ya siapa kek selain Gisell"

"kan nggak ada siapa siapa selain kita, sayang"

"la terus ngapain pake boong segala?!"

"gue nggak mau. Mami gue ngerendahin lo, ngejelek jelekin lo. Sebenernya udah ada niatan buat ngenalin lo ama mami gue. Tapi nggak sekarang. Liat deh, dandanan mami gue aja begono, dibandingin ama lo yang begini mah mana lef-eh.. maksud gue tu ya, dia sukanya ama cewe kalem, sweet, anggun kaya Gisell"

"wahh, pinter. Diajarin siapa jujur begituu.." Madinta senyum iblis.

"hehe, maap. Jangan marah sama gue ya, gue janji abis mami gue pulang hubungan kita bisa jalan kaya dulu lagi, oke?"

"...."

"gak usah nangisin gue gitu kali" 

"diih, ngapain juga gue nangisin lo. Gak guna" ujar Madinta terkekeh.

"mungkin, lo emang nggak nangisin gue. Tapi lo nangisin perasaan lo yang udah lo gantungin ke gue. Sekali lagi gue minta maaf ya Din, gak ada pernah ada niat sedikit pun buat nyakitin lo. Gue sayang lo"

Baver ah

"shitt, kebanyakan liat sonetron lo" cibir Madinta, Bimo hanya tertawa geli.

"peluk?" pinta Bimo. Madinta mengerutkan alisnya

Jual mahal ah,

Tanpa menunggu persetujuan dari yang punya badan, Bimo langsung memeluk tubuh Madinta erat.

"gue sayang lo, Madinta" bisiknya Bimo lirih.

Tuhan, terimakasih Kau masih mengizinkanku untuk memiliki mereka.




Mohon vote dan comennya..

Banyak typo maap, maklum perdana aing :)

MADINTAWhere stories live. Discover now