C.1

1.7K 190 6
                                    

"Selamat pagi. Datang lebih awal?" Aku menoleh ke arah yeoja yang ada di sebelahku, dia sahabatku, Yoo Jeongyeon. Aku tersenyum kepadanya lalu mengeluarkan dua kotak kecil dari tas ku, "Ini untukmu. Aku membelinya lebih." Matanya berbinar, astaga, dia cantik sekali. 

Dia mengambil kotak yang kuulurkan untuknya, dia mengedipkan matanya beberapa kali, "Seriusan, ini cantik sekali." Ujarnya sambil memeluk kotak tersebut seperti seorang anak kecil yang sangat senang mendapatkan sebuah hadiah dari orangtuanya, "Astaga, kau berlebihan sekali." Aku dan dia terkekeh pelan, suasana kelas ini masih sepi

Aku datang pukul enam lewat lima belas, masih terlalu pagi memang. "Lalu itu apa? Untuk siapa?" Dia menatapku bingung, dan aku hanya tersenyu manis padanya, "Kau pasti jawabanku." Dia berpikir sejenak dan dia mulai mengerti akan hal itu, "Kuharap suatu saat nanti dia bisa mengetahui kiriman hadiah terbanyak itu dari dirimu." Kini aku yang berpikir sejenak, "Aku tidak mau itu terjadi. Biarkan saja seperti ini."

Aku beranjak dari kursiku dan melangkahkan kakiku keluar dari kelas, Jeongyeon tentu mengikutiku di belakang. Dia itu tidak mau lepas dariku. Aku juga begitu dengannya. Kami mulai berteman baik sejak kami memulai sekolah disini. Sudah hampir tiga tahun aku satu kelas dengannya. Sepertinya para guru tahu kedekatanku dengannya

Kami sama-sama murid yang baik dalam bidang apapun, nilai kami di atas rata-rata dan tidak jauh berbeda. Setiap semesternya aku dan dia selalu bergantian peringkat. Tapi, jujur, dia jauh lebih pintar dariku. Dia juga pandai dalam bernyanyi dan menari, itu nilai tambah darinya

"Aku tunggu disini, kau cepat letakan itu di lokernya." Ucapnya dan memberhentikan langkahnya, sedangkan aku tetap berjalan menuju lokernya. Tidak butuh waktu lama aku sudah berdiri di depan loker milik namja itu. Setiap melakukan ini jantungku bekerja dengan tidak baik. Padahal hanya berhadapan dengan lokernya

Aku menarik pelan pintu loker itu. Aneh. Loker ini terkunci. Tidak seperti biasanya. Dia tidak pernah mengunci loker miliknya karena banyak yeoja yang terang-terangan meminta hal tersebut dan aku memanfaatkannya pula, aku menoleh ke arah Jeongyeon, "Lokernya terkunci." Bukan hanya aku yang bingung, yeoja itu pun sama

"Benarkah? Tidak seperti biasanya." Jeongyeon berjalan ke arahku dan juga mencoba membuka loker itu. Huh, benar. Loker ini terkunci. Jeongyeon telat mencobanya dan hasilnya sama, tidak terbuka. "Apa dia mulai tidak nyaman dengan hal-hal ini?" Tanyaku sambil menatap Jeongyeon

Jeongyeon tampak berpikir, "Sepertinya tidak. Mana mungkin dia tidak nyaman kalau dia juga memakai pemberianmu. Mungkin saja dia hanya tidak nyaman dengan pemberian dari orang lain yang terlalu berlebihan?" Pikir Jeongyeon. Itu masuk akal. Bisa saja seperti itu. Tapi, tetap saja aku kecewa jika memang dia akan terus mengunci loker ini

"Yasudah, ayo balik ke kelas sebelum ramai." Aku dan Jeongyeon mulai berjalan menjauhi deretan loker disana, "Berikan kepadanya sehabis pulang sekolah, dia kan ada jadwal bermain basket. Letakan hadiahnya saat dia mengganti pakaiannya." Saran Jeongyeon mendapat anggukan dariku

Jarak kami belum jauh dari tempat loker itu berada. Aku sekali-kali menoleh ke belakang untuk melihat lokernya, hingga saat aku menoleh ke arah depan, aku terkejut bukan main, tentunya. Aku mengedipkan mataku berulang-ulang kali. Namja itu ada di hadapanku

Dengan nyamannya dia berjalan santai sambil mendengarkan lantunan musik dari earphone-nya. Dia sama sekali tidak menoleh ke arah manapun. Hanya fokus ke arah depan. Langkahnya sudah melewati aku dan Jeongyeon yang sejak tadi terdiam, berpura-pura membicarakan hal lain. Dia berhenti di depan lokernya dan mulai menarik pelan loker tersebut

Tampak aneh, dia menatap bingung ke arah loker tersebut. Dia lupa atau bagaimana? 

Sedetik kemudian ia menoleh ke arahku dan Jeongyeon dan berjalan kesini. Sial. Aku gugup setengah mati, terkesan berlebihan tapi memang itu kenyataannya. "Permisi, kalian sudah melihat Kang-ssaem?" Ia berhenti tepat di depan kami, membuat aku memundurkan langkah sedikit menjadi di belakang Jeongyeon, aku tidak menundukkan wajahku. Itu akan terlihat aneh

"Belum. Kami belum melihatnya, terjadi sesuatu?" Jeongyeon bertanya lebih lanjut kepada namja itu, "Kang-ssaem mengambil kunci lokerku. Dan aku lupa memintanya." Jeongyeon hanya menganggukkan kepalanya mengerti. "Yasudah, terima kasih. Aku permisi." Sebelum dirinya benar-benar pergi dari hadapan mereka, namja itu sempat melirikku

Astaga. Itu kenyataan atau memang aku saja yang mengkhayal?

Jeongyeon langsung menoleh ke arahku saat namja itu sudah benar-benar tidak terlihat di hadapan mereka, "Tzu, kau masih hidup, kan?" Jeongyeon menaruh tangannya di pundakku lalu menangkup kedua wajahku. Bisa di lihat sekarang wajah gugupku ini. "Astaga, wajahmu itu." Jeongyeon terkekeh pelan, "Huh, hanya setengah dari diriku masih hidup, Yeon." 

Aku menutup kedua wajahku yang sudah memerah merona seperti ini. Ini sangat memalukan dan mendadak sekali, kenapa ini bisa terjadi, sih?

[ T B C ]

Rose•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang