Entah kenapa dengan Jimin hari ini, sedari pagi ia merasa ada yang tidak beres dengan dirinya, namun ia tidak menemukan kejanggalan pada dirinya.
"Jimin-ah, kajja." Jimin membereskan bukunya lalu mengikuti langkah teman sekelasnya. Hari ini ia akan mengerjakan tugas bersama kelompoknya. Jimin sudah meminta izin kepada Seokjin. Walaupun Seokjin sedang ada di luar kota.
"Di mana yang lain?" tanya Jimin pada temannya.
"Mereka sudah ada di mobil," jawab temannya itu. Jimin hanya mengangguk. Jimin memang tidak begitu dekat dengan teman-teman sekelasnya, Jimin terkesan diam jika bertemu orang baru atau orang yang tidak dekat dengannya.
"Masuklah," ucap teman Jimin. Jimin segera membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil, di sana sudah ada tiga temannya yang lain.
"Ayo kita pulang Ahjussi," ucap teman Jimin kepada supirnya.
"Jimin-ah, kau sudah membawa bukunya?" tanya teman Jimin yang duduk di sampingnya.
"Sudah, aku meminjamnya dari perpustakaan," ucap Jimin sambil menyerahkan buku yang ia bawa.
"Kau sudah membacanya?" tanya teman Jimin yang duduk di belakangnya.
"Sedikit, tapi aku tahu inti dari buku itu," ucap Jimin sambil menoleh ke belakang.
"Baguslah, kita akan cepat selesai jika begini." Jimin hanya mengangguk.
Jujur saja Jimin tidak begitu suka dengan teman-teman sekelompoknya, ia merasa dimanfaatkan agar tugas mereka lebih cepat selesai. Namun mau bagaimana lagi, di kelas tidak ada yang berteman dekat dengan Jimin. Jadi saat teman sekelompoknya mengajaknya bergabung, Jimin hanya menurut.
Setelah percakapan itu, Jimin kembali diam sedangkan teman-temannya yang lain saling mengobrol hal yang tidak Jimin mengerti.
Dua puluh menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi memasuki perumahan yang sangat luas. Bahkan setiap rumah memiliki jarak yang cukup jauh, dan rumah-rumah di sana sangatlah besar.
Jimin tahu temannya itu kebanyakan orang kaya, namun ia tidak tahu jika temannya akan sekaya ini.
Mereka lalu memasuki gerbang tinggi yang bisa terbuka otomatis. Mobil segera memasuki perkarangan rumah dan menuju pintu masuk.
"Kajja." teman Jimin sang pemilik rumah segera turun diikuti Jimin dan teman-temannya yang lain.
Jimin berjalan paling belakang. Saat sedang melihat-lihat rumah temannya, Jimin merasakan seseorang sedang mengawasinya. Jimin menoleh dengan cepat namun tidak ada siapapun.
Mungkin hanya perasaanku saja
~
Setelah tiga jam mengerjakan tugas kelompok, Jimin izin untuk pulang terlebih dahulu. Ia tidak betah berlama-lama di sana. Teman-temannya bersikap sok manis kepadanya dan Jimin kesal melihat itu, namun ia terus menahannya.
"Kau yakin tidak mau menunggu di sini saja, halte bus lumayan jauh dari sini," ucap teman Jimin, sang pemilik rumah.
"Tidak apa, aku pamit dulu, permisi." Jimin segera berjalan meninggalkan rumah besar itu.
Saat di luar gerbang, Jimin menatap jalanan yang sangat sepi. Komplek perumahan mewah memang sangat sepi dan Jimin merasa di sepanjang jalan terlalu banyak pohon-pohon besar, sudah seperti hutan saja.
Jimin berjalan tanpa melihat kanan dan kiri, terlalu menyeramkan untuk dilihat. Jimin mendadak berhenti saat rintik-rintik hujan turun dengan tiba-tiba.
Kenapa tiba-tiba hujan, Jimin membuka tas ranselnya dan mencari payung yang biasa ia bawa dalam tas.
Seingatku ada di sini, Jimin tidak menemukan payung yang biasa ia gunakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrasteia [Kookmin]
FanfictionAdrasteia berarti keniscayaan atau takdir yang sudah ada sejak segala sesuatu bermula, dan Adrasteia ini pun mengikuti seorang pria bernama Park Jimin sejak ia masih di dalam kandungan. Lalu takdir apa dan bagaimanakah yang mengikutinya? B×B Yaoi K...