ROSIE

3.5K 712 198
                                    

ROSIE.

Jakarta, Februari 2006

"Mama, aku mau pulang aja. Aku gak mau di rawat di rumah sakit!"

Aku membuka kedua mataku saat samar-samar terdengar suara anak laki-laki.

"Jangan berisik! Nanti kamu bisa bangunin Rosie!" seru suara seorang wanita yang membuatku penasaran karena ia menyebut namaku. Aku menolehkan kepalaku ke samping, membuka sedikit tirai yang memisahkan tempat tidurku dengan tempat tidur orang di sebelahku, mengintipnya, dan cukup terkejut saat mendapati Dokter Zahra―dokter gigiku―sedang berdiri di depan tempat tidur seorang anak laki-laki di sebelahku.

'Ngapain Dokter Zahra kesini? Ini bukan jadwal pemeriksaan gigiku kan?' Pikirku mencoba mengingat kembali jadwal pertemuanku dengannya.

"Mama tahu aku gak suka rumah sakit. Aku... Aku takut lihat darah ma!" rengek anak laki-laki itu.

Karena rasa penasaranku sangat besar, aku pun membuka tirai lebar-lebar dan langsung membuat anak laki-laki dan Dokter Zahra terkejut dengan tindakanku.

Mereka berdua melihatku secara bersamaan. Aku menaikkan salah satu alisku pada Dokter Zahra. Ia tersenyum padaku sebelum memberikan tatapan tajam kepada anak laki-laki yang berada di atas tempat tidur rumah sakit di sebelahku.

"Rosie sayang, ada apa?" tanya Dokter Zahra kepadaku.

Aku hanya memandang Dokter Zahra datar lalu menjawab, "kalian berisik."

Dokter Zahra meringis mendenger jawabanku sebelum berjalan cepat ke samping tempat tidur anak laki-laki itu dan memukul bagian belakang kepalanya. "Mama bilang juga apa! Jangan berisik!"

"ADUH MAA!" anak laki-laki itu mengaduh kesakitan sambil memegang bagian belakang kepalanya yang baru saja kena pukul. "Jangan kejam-kejam dong sama anaknya. Kalau aku jadi bego karena sering dipukul mama gimana?"

"Kamu ini!" Dokter Zahra sudah siap melayangkan pukulan kembali kepada anak laki-laki itu sebelum aku ucapanku menginterupsinya.

"Siapa?" tanyaku sambil menunjuk anak laki-laki yang sedang terduduk di atas tempat tidurnya dengan dagu.

"Anaknya Dokter Zahra. Dia sakit tifus, jadi harus di rawat di rumah sakit," jelas Dokter Zahra kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai balasan.

"Kamu apa kabar?" tanya Dokter Zara tiba-tiba.

"Baik," jawabku singkat.

"Dokter titip Jeffrey ya. Dia bakal dirawat di kamar ini untuk sementara. Soalnya kamar yang isinya laki-laki semua lagi penuh. Jadi gak papa kan kalau Jeffrey di kamar ini sementara?" tanya Dokter Zahra lagi.

Aku melirikkan mataku ke arah anak laki-laki itu sebelum mengangguk. "Gak papa."

"Kalau gitu Dokter mau pamit dulu. Masih ada praktek." Dokter Zahra berkata kepadaku. Lalu pandangangannya beralih pada anak laki-lakinya. "Kamu jangan nakal. Kalau kamu nurut pasti cepet sembuh. Kalau kamu cepet sembuh kami bisa cepet pulang ke rumah."

Anak laki-lakinya itu pun mengangguk malas. "Iya Ma."

"Yaudah Mama pergi dulu ya. Kamu istirahat! Gak usah banyak ngeluh." wanita di awal tiga puluhan itu mencium puncak kepala anak laki-lakinya sebelum pergi meninggalkan kamar.

PRAGUE, FEBRUARY 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang