IV. I'M ROSIE

2.4K 393 54
                                    

I'M ROSIE.

Aku tidak pernah tahu jika akhir pekanku akan semenyenangkan ini. Pertama, tidak akan ada Chandra yang mengomeliku ini itu seharian karena lelaki itu sedang ada seminar di luar kota. Kedua, hidupku akan jauh lebih tenang saat Chandra tidak ada. Ketiga, intinya aku senang karena tidak ada Chandra di dekatku!

Tapi tunggu sebentar...

Oh my God!

Ada yang aku lupakan hari ini. Bukan hanya Chandra sedang pergi jauh—yang membuatku tidak sabar untuk cepat-cepat hari ini—namun ada hal penting lainnya.

Tadaa!

Yup! Aku dan Jeffrey akan mengunjungi kebun binatang hari ini! Ah iya, bukan taman safari yang dulu belum sempat dikunjungi oleh lelaki berlesung pipi itu. Tapi kebun binatang Ragunan. Ya, walaupun pada awalnya aku sedikit kecewa, tapi itu juga yang terbaik untukku. Jarak kebun binatang Ragunan lebih dekat diakses dari rumah sakitku dibanding Taman Safari. In case, dan jangan sampe Ya Tuhan—kalau penyakitku kambuh akan lebih mudah dan cepat untuk ditangani.

Terdengar pintu diketuk dua kali sebelum pintu bermaterial kayu itu terbuka dan menampilkan sesosok cantik perawat rumah sakit yang aku kenal hampir seumur hidupku—Suster Yuna.

"Good Morning Rosie" Sapa wanita di akhir tiga puluhan itu. Ia berjalan mendekatiku seraya membawa baki yang berisi obat-obatan untuk aku minum pagi ini.

"Sepertinya kepergian Dokter Chandra membuat kamu bahagia sekali ya," lanjutnya.

Aku mengangguk dengan semangat. "Dan jangan lupakan jalan jalan seharianku dengan Jeffrey hari ini."

Aku mendudukkan tubuhku di atas ranjang rumah sakit sambil bersila sedangkan Suster Yuna sibuk menyiapkan obat-obatannya.

"Ah, Jeffrey yang anaknya Dokter Zahra? Kamu mau berkencan ya hari ini?" Goda Suster Yuna yang kini sedang bersiap-siap menyuntikkan obat di infusku.

Pipiku seketika memerah. Dengan nada malu-malu aku menjawab, "bukan kencan, sus. Hanya jalan-jalan biasa."

Suster Yuna tak mengindahkan jawabanku. Wanita itu masih tetap menatapku dengan tatapan jahil yang berarti ia tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan barusan atau bahkan ia tidak peduli dengan apapun jawabanku selain yang ada dipikirannya.

"Kencan juga gak apa-apa kok. Kamu kan sudah besar. Hal kayak gitu wajar untuk perempuan seusiamu," ucap suster Yuna. Namun tak lama raut wajahnya sedikit menampakkan kekhawatiran. Ia lalu menatapku lama. Bahkan obat yang ia siapkan di atas baki pun belum sempat ia berikan padaku. "Tapi apa gak apa apa untuk kamu pergi keluar dari rumah sakit? Suster jadi khawatir."

Aku menjulurkan kedua tanganku, bermaksud untuk meminta obat pada Suster Yuna. Dan untungnya ia mengerti. Aku meminum seluruh obatku dengan air mineral. Ada satu obat yang asing bagiku. "Suster jangan khawatir. Lagipula Suster Yuna sudah memberiku obat tambahan kan?"

"Oh iya. Suster lupa bilang kalau suster menambahkan obat baru supaya jantung kamu lebih kuat." Berarti benar tebakanku akan obat asing barusan.

"Suster gak perku khawatir. Suster hanya harus menutup mulut dari Chandra. Jangan bilang-bilang si tiang listrik itu kalau aku pergi keluar sama Jeffrey. Oke?" Aku memberikan jari kelingking kiri ku ke hadapan Suster Yuna. "Suster harus janji."

PRAGUE, FEBRUARY 2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang