Part 3

1.6K 189 22
                                    

“Pete, ayo pulang!” Seru Tar yang sedang dibonceng oleh Tum menggunakan Motor, Pete yang saat itu berada di halte menggeleng pelan, “Aku menunggu Ae” Jawabnya sambil tersenyum.

“Tapi ini sudah jam 8 malam” Ucap Tum khawatir dibalik helmnya.

“Tidak apa, aku akan menunggunya, mungkin dia masih lembur” Gumam Pete ragu, sebelumnya Ae tidak pernah terlambat menjemputnya seperti ini.

Memang selama ini, Pete selalu dijemput oleh Ae di halte bus yang tak jauh dari Perusahaan ini, alasannya sama, Pete tidak ingin rekan-rekannya curiga.

“Ya sudah, kami pulang dulu, hubungi aku kalau Ae masih belum datang” Ucap Tum mengalah, ia tidak tega sebenarnya, apalagi setelah melihat Ae yang terlalu peduli dengan teman perempuannya yang bernama Chompoo tadi.

Pete mengangguk lemas, “Iya, Phi”.

Pete menatap layar ponselnya, baterainya habis, dia tidak bisa menghubungi siapapun sekarang, dan ini sudah jam 10 malam, udara semakin dingin, dan Ae belum juga datang.

Ia memutuskan untuk tetap menunggu, karena di jam seperti ini kendaraan umum mungkin sudah tidak beroperasi lagi, atau mungkin Ae lupa untuk menjemputnya karena terlalu lelah, batin Pete mencoba berpositif thinking.

Sedangkan Ae, dengan langkah gontai memasuki Apartemennya, tadi Chompoo benar-benar membutuhkan bantuannya karena perempuan itu hidup jauh dari keluarganya, dan hanya dirinya yang perempuan itu kenal di kota ini.

Namun suasana sepi dan gelap menyambut kedatangannya, rasanya ada yang kurang. Biasanya Pete akan menyambut kedatangannya dengan senyuman manisnya.

Astaga! Pete!

Bagaimana bisa ia melupakan Pria manis itu!, tatapannya mengarah pada jam yang terpasang di dinding, ini bahkan sudah jam 10 malam! Jangan bilang pria itu masih menunggunya di halte.

Segera saja ia berlari keluar dari gedung Apartemen, bisa-bisanya dia lupa akan kekasihnya yang menunggu sendirian di halte, ia hanya bisa merutuki kebodohannya saat ini.

Namun, apa yang ada di hadapannya kali ini, membuat matanya menggelap seketika, emosi mulai menguasainya, namun ia menahannya karena melihat raut lelah di wajah pucat kekasihnya.

“Terimakasih sudah mengantarku pulang, Tin” Ucap Pete dengan suara lembutnya, Ae menggeram kesal, ia tidak rela suara lembut itu di dengar oleh pria manapun.

Ya, Tin memang mengantarkan Pete pulang karena tidak tega melihat pria manis itu hampir tertidur di halte yang sepi dan dingin itu.

“Santai saja, kau bisa memintaku mengantarmu pulang setiap hari, aku bersedia” Tawar Tin santai, kemudian tatapannya melayang kearah belakang Pete, disana, Ae sedang menatap keduanya dengan tatapan marah.

Kenapa dia harus marah? Pikir Tin.

“Hai, Ae!” Sapa Tin ramah, namun tidak dibalas sama sekali oleh Ae, pria kekar itu malah menatapnya dingin, aura permusuhan seakan menguar dengan cepat dari sekitar tubuhnya. Dia mengenal Ae karena jabatannya sebagai seorang HRD menyebabkan ia sering berinteraksi dengan pria kekar itu.

“Pete, sudah malam, cepat masuk kedalam” Desis Ae dingin, Pete hanya mengangguk lemah dan tersenyum ramah kearah Tin, kemudian melangkah masuk.

Tinggalah Ae dan Tin di area parkir itu, “Kalian tinggal bersama?” Tanya Tin tak percaya.

Ae tidak menjawab, pria itu hanya menatap Tin dengan tatapan mata yang seolah mengatakan, ‘Kalau kau tau, mengapa kau bertanya lagi?’

“Tadi dia hampir tertidur di halte, aku tidak tahu dia sedang menunggu siapa, Karena semua bus sudah melewatinya dan dia tidak menaiki satupun dari mereka” Jelas Tin.

Ae mengangguk santai, “Terimakasih sudah mengantarnya dengan selamat, lain kali kau tidak perlu melakukannya”.

Tin mengenyit bingung, “Kenapa? Memang kau siapanya Pete?”

“Bukan urusanmu” Desis Ae , lalu berbalik hendak masuk kedalam, menyusul kekasihnya yang mungkin sedang merajuk karena kesalahannya hari ini.

“Apa kau Kakaknya Pete?”

Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Tin, membuat langkah Ae terhenti, lalu berbalik, “Memangnya kenapa?” Tanyanya balik.

“Kalau kau Kakaknya” Ucapnya semangat, “Aku ingin meminta restumu untuk mendekati Pete, aku berjanji akan menjaganya” Lanjutnya, tak lupa dengan senyum manis andalannya.

Ae berbalik secepat kilat, hampir saja ia melayangkan pukulan ke wajah tampan Tin, jika saja ia tidak ingat bahwa mereka sedang berada di tempat umum, “Dalam mimpimu!” Desisnya tajam lalu bergegas masuk kedalam.

Maintain [ E N D - SUDAH TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang