Belajar Tawakal

110 10 0
                                    

Ada sebuah kisah yang bisa kita jadikan pelajaran tentang pentingnya tawakal. Pernah dengan lagu Tombo Ati yang dinyanyikan Opick? Rupanya tembang itu adalah nasihat dari Syekh Ibrahim Al-Khawwash yang termaktub dalam At Tibyan fi Adabi Hamalatil Quran karya Syaikh Abi Zakariya Yahya bin Syarafuddin An Nawawi As Syafi'i.

Nah sekarang mari kita belajar tawakal dari Ibrahim Al-Khawwash. Disebutkan dialah sosok yang tiada banding dalam hal tawakal. Ia selalu membawa jarum, benang, gunting dan timba kecil. Agak aneh ya, buat apakah benda-benda yang selalu dia bawa itu?

Seseorang bertanya kepadanya, "Abu Ishaq, mengapa engkau membawa barang-barang ini. sementara engkau cegah dirimu dari segala hal?"

Syekh Al-Khawash menjawab, "Barang-barang ini tidak merusak tawakal. Allah telah menetapkan kewajiban kepada kita, sedangkan aku hanya memiliki sepotong jubah yang bisa sobek kapan saja. Jika tidak membawa jarum dan benang, auratku akan terbuka dan shalatku pasti tidak sah. Jika aku tidak punya timba untuk berwudu, maka kesucianku akan ternoda. Jadi, kalau engkau melihat orang fakir yang tidak membawa timba, jarum, dan benang, engkau patut meragukan kesempurnaan shalatnya."

Dari kisah ini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa tawakal itu sempurna setelah memenuhi ikhtiar yang maksimal.

Yuk kita simak kutipan para ulama mengenai tawakal.

Tawakal adalah menyerahkan seluruh perkara kepada Allah, bersandar pada kekuasaan-Nya dalam mengatur siklus alam semesta, mendahulukan perbuatan-Nya ketimbang perbuatan kita, dan mengutamakan kehendak-Nya atas keinginan kita.

-Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Sekalangan orang berpendapat bahwa tawakal baru sempurna jika kita mengabaikan 'sebab'. Pendapat ini keliru. Yang benar, abaikanlah 'sebab' dengan hati, bukan dengan anggota tubuh. Jadi, tawakal yang benar adalah mengabaikan 'sebab' dengan hati, sementara anggota tubuh tetap berusaha. Pada posisi inilah kita disebut mengandalkan Allah dan bukan mengandalkan usaha.

-Ibnu Qayyim Al-Jauziyah 

Tawakal adalah mengosongkan batin dari pikiran untuk menuntut terpenuhinya kebutuhan kala mencari rezeki.

-Al-Qusyairi an-Naisaburi

Tawakal adalah keadaan ruhani Nabi saw. dan ikhtiar adalah sunah beliau. Maka, orang yang bertawakal tidak boleh meninggalkan ikhtiar.

-Al-Qusyairi an-Naisaburi

Ada 3 tanda orang bertawakal: tidak meminta-minta, tidak menolak pemberian, dan tidak menimbun harta.

 -Al-Qusyairi an-Naisaburi  

Mengeluhkan rasa sakit termasuk tindakan yang dapat menodai tawakal. Sebab, mengeluh berarti merasa tidak nyaman dengan takdir Allah. Tetapi menceritakan sakit yang diderita kepada dokter sama sekali tidak menodai tawakal. Generasi salafus shalih melakukan hal itu dan berkata, "Aku menceritakan takdir Allah yang kurasakan." Mereka menceritakan rasa sakit yang dirasakan tanpa beban seolah sedang menceritakan nikmat yang harus disyukuri, tanpa ada kesan berkeluh kesah.

-Ibnu Qudamah al-Maqdisi

Meninggalkan usaha jelas-jelas bukan tawakal, melainkan kebiasaan pemalas yang enggan bekerja dan mencoba berlindung di balik kata 'tawakal'. Umar bin Khattab pernah berkata, "Orang yang bertawakal adalah orang yang menyemai benih, kemudian memasrahkan diri kepada-Nya."

 -Ibnu Qudamah al-Maqdisi  

Orang yang mencemaskan masalah dunia dan lalai terhadap urusan akhirat ibarat orang yang didekati singa siap menerkam. Tetapi, dia malah sibuk mengusir lalat di wajahnya, bukan berlindung dari terkaman singa. Tentu saja. orang itu sangatlah bodoh. Kalau cerdas, dia pasti sibuk berlindung dari terkaman singa, bukan dari lalat kecil yang sama sekali tidak berbahaya.

-Ibnu Athaillah al-Sakandari

Sumber:

Abu Thalib Al-Makki dkk. 2017. Belajar Berjiwa Besar. Depok: Pijar Nalar.

www.nu.or.id/post/read/78770/tembang-tombo-ati-diracik-dari-syekh-ibrahim-al-khawash

Pearl of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang