*4

48 3 0
                                    

Keesokan harinya  ruang makan itu telah di kelilingi oleh enam orang itu. Mereka makan dengan begitu hikmat. Hanya suara dentingan antara sendok, garpu, dan piring.
Menu yang di sajikan pun bukan menu sembarangan bahkan menu itu terbilang mewah.

Jika kalian bertanya di sana ada ikan, jawabannya ada..

Ayam ? Ada...

Sayuran ? Ada...

Buah-buahan? Ada..

Jamur? Ada...

Telur ? Ada...

Susu ? Ada...

Dan banyak lagi aneka masakan yang di hidangkan 4 sehat 5 sempurna, itulah gambaran yang ada di atas meja makan itu.

Acara makan itu tidak berlangsung lama bahkan bisa di katakan singkat. Karena mereka masih memegang teguh aturan makan tentara.
Makan cepat, duduk tegap, dan tidak bersuara.

Setelah acara makan itu mereka mulai menyiapkan barang-barang yang mereka butuh kan. Semua terlihat begitu sibuk, terkecuali sang Kapten yang terlihat begitu santai. Namun siapa sangka di balik bajunya tepatnya di atas pinggang ada pistol Luger P08/ Vickers M11. Senjata itu menjadi senjata untuk mempertahankan diri dalam keadaan genting. Memang tidak terlihat karena di sembunyikan dengan rapi. Tak hanya sang kapten, anggota lainnya pun membawa senjata tersembunyi.

Mereka mengenakan pakaian rakyat biasa agar tidak di curigai oleh beberapa oknum tertentu.
Hanya akan membuang-buang waktu saja jika mereka di interogasi dulu karena menggunakan seragam tentara.

Masing-masing dari mereka membawa satu buah tas yang berukuran sedang. Di dalamnya terdapat pakaian yang di gunakan untuk menyembunyikan stempel, map surat pernyataan yang bagian atas surat sengaja di manipulasi untuk mengelabuhi petugas keamanan. Selain itu terdapat pula makanan dan minuman untuk mengisi perut mereka jika sudah waktunya.

Perjalanan pertama ini di mulai ke daerah barat tanah Pasundan. Untuk mencapai daerah itu mereka harus menggunakan angkutan umum berupa kereta api... dan karena minimnya kendaraan mereka hanya mampu menaiki kereta barang yang terdapat tiga gerbong untuk penumpang. Sesak, dan minim oksigen itulah yang di rasakan saat menumpangi kereta ini.

Tatapan para tentara itu mulai meneliti setiap para penumpang. Ada yang berpakaian camping seperti seorang pengemis, ada yang membawa barang-barang banyak sepertinya ia seorang tengkulak, ada yang mengenakan baju berdasi kusam dengan wajah yang begitu kentara walau terlihat garis-garis kelelahan dalam wajahnya, mungkin ia tidak sabar ingin segera sampai rumah.

Beraneka rupa para penumpang ini. Memang sebenarnya mereka di dominasi oleh para petani buruh yang di perkerjakan di daerah selatan Pasundan. Biasanya mereka melakukan kontrak para pekerja dari Barat itu di kontrak kerja misalnya satu minggu, setelah satu minggu dan pekerjaan mereka selesai maka mereka di beri upah dan akan di pulangkan ke daerah Barat.

Perjalanan dari Selatan ke Barat hanya memakan waktu tiga puluh menit. Dan karena menurut informasi yang di dapat bahwa di daerah barat hanya terdapat sedikit bekas tentara dan di perkirakan hanya kurang lebih 100 orang yang akan pro dengan mereka maka pencarian di lakukan bersamaan.
Akhirnya mereka telah sampai di daerah barat. Daerah yang masih begitu asri, masih terdapat begitu banyak hutan-hutan di daerah sini. Dinginnya udara di sini menjadi ciri khas daerah barat yang pegunungan. Selain itu di daerah barat ini banyak lahan yang di jadikan tempat perkebunan teh. Tanahnya yang subur dan gembur dapat menumbuhkan daun-daun teh yang berkualitas tinggi.

Selain itu, di daerah ini masih di dominasi oleh perbukitan hingga jalanan yang mereka lewati relatif naik, turun... di sepanjang jalan pun masih banyak jurang-jurang curam.
Jalanan yang masih berupa berbatuan dan sebagian di dominasi tanah membuat perjalanan mereka cukup terhambat. Apalagi di daerah Pasundan sedang musim hujan dan kebetulan daerah barat ini semalam di guyur hujan yang cukup deras.
Berlumpur, berkelok, naik, turun jalan yang terbilang sulit di lalui.
Memang permukiman warga dengan stasiun pemberhentian jaraknya tidak terlalu jauh namun karena jalanan yang kurang mendukung membuat mereka membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk sampai pada tujuan.

Di ujung sana, tepatnya setelah melewati jembatan pemukiman warga mulai tampak. Memang tidak banyak rumah di kampung ini mungkin jika di kira-kira hanya ada 50-60 rumah.

Menurut informasi yang di dapat rumah-rumah milik bekas tentara KNIL memiliki ciri khas tersendiri. Yaitu di depan rumah di gantungkan sebuah kentongan berukuran sedang dan di atas pintu terdapat miniatur bedil dari kayu yang di silangkan.
Penjelajahan mereka pun dimulai dari satu rumah ke rumah yang lain... dari satu kampung ke kampung yang lain.

Hingga akhirnya mereka bisa membawa 60 orang tentara bekas KNIL, 10 warga yang terbilang mampu, dan 30 orang pelarian pasukan payung. Setelah menandatangani surat keputusan mereka di bawa ke markas besar.
Dikarenakan hari telah beranjak sore. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke markas besar. Para anggota baru yang berjumlah 100 orang itu pun telah di perintahkan membawa barang bawaan secukupnya untuk pelatihan.
Perjalanan pulang ini terasa begitu cepat tidak seperti saat pemberangkatan.

Setibanya mereka di markas bekas para anggota baru mengikuti langkah Rendra yang akan menunjukkan bilik kamar mereka.
Kebetulan sekali Sandirga telah menyiapkan bilik kamar untuk para tentara yang satu biliknya terdapat 2 pasang kasur susun yang akan di isi oleh empat orang. Mereka di beri waktu hingga makan malam untuk merapikan barang-barang mereka. Karena di bilik itu hanya terdapat satu lemari yang dalamnya telah di bagi menjadi empat bagian maka mereka bagaimanapun juga harus bisa menyusun barang-barang mereka dengan rapi di tempat yang telah di sediakan.

20 kamar dalam satu lorong pun telah terisi penuh. Masih terdapat 7 lorong lainnya. Rumah ini memang sengaja di bangun tanpa sepengetahuan siapa pun sebenarnya rencana ini telah berjalan sejak lama. Namun, baru di mulai sekarang.

Di setiap lorong hanya terdapat 10 kamar mandi sehingga mereka yang ingin ke kamar mandi harus mengantre atau bahasa rimbanya siapa cepat dia dapat. Fasilitas rumah ini tidak terlalu buruk. Di setiap bilik terdapat satu buah jendela yang telah di beri penyegel agar tidak ada yang berani kabur jadi jika di buka udara tetap akan masuk tapi para manusia tidak dapat melewatinya.

Selain itu, di atas jendela terdapat ventilasi udara. Kasur mereka terbuat dari susunan kapuk dan terdapat satu buah bantal dan selimut yang cukup tebal.

Kedisiplinan dan ketaatan akan peraturan harus di pegang teguh oleh setiap anggota

Lautan MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang