4.

18.2K 613 6
                                    

"Kau boleh pulang Andrew." Ujar Daisy seraya membuka pintu rumah dengan wajah dan bahu lesu, kedua kakinya terasa malas menuju kamarnya sendiri yang berada dilantai dua.

Hari sudah sangat larut dan seperti biasa rumah besar itu terlihat sangat sepi seolah tak berpenghuni, Rose yang tak lain adalah asisten rumah tangganya pasti tengah beristirahat.

Hanya wanita tua itu yang menemani Daisy, kadang ia merasa rindu dengan suara canda tawa manis yang berada disamping kamarnya.

Daisy menaiki tangga, melewati beberapa kamar hingga ia membuka pintu kamarnya sendiri.

Melepaskan heels yang setelah seharian ini menyakiti tumit dan telapak kakinya, berjalan dengan bertelanjang kaki menuju kamar mandi guna membersihkan tubuhnya.

Segala sesuatu yang menempel ditubuhnya telah ia tanggalkan, hingga tak ada sehelai benangpun menyentuh kulit mulusnya. Rambut pirang bergelombang tersebut ia biarkan terurai hingga menyentuh pinggul ratanya, wangi aroma lavender menyeruak indera penciuman membuatnya ingin segera menjatuhkan diri didalam bath-up.

Kaki telanjangnya memasuki bath-up, menyentuh kumpulan busa yang menggelitik kulit mulus tanpa cela tersebut.

Pada akhirnya tubuh langsing itu mendaratkan bokongnya dalam rendaman busa, menaruh kepalanya dipinggiran bath-up seraya menutup kedua matanya guna merilekskan tubuh seksi tersebut.

Seperti itulah hidupnya sehari-hari, berangkat bekerja pagi-pagi sekali dan pulang saat larut malam.

Hari yang membosankan terus berulang bagai sebuah rekaman yang terus berputar hingga akhir dunia, sesuatu dalam dirinya menginginkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang dapat menjernihkan pikirannya yang penuh dengan rutinitas tanpa akhir.

Ia butuh sesuatu yang dapat membuat kebutuhannya terpenuhi, keinginannya terkabul dengan begitu kewarasannya akan kembali.

Tapi bermain dengan Mr. Osborn ternyata sama seperti yang lain, membosankan dan selalu seperti itu.

Daisy butuh sesuatu, sesuatu yang berbeda tapi ia tidak tahu apa yang berbeda. Seperti semua telah ia lakukan dan masih saja membuatnya bosan.

Semua pria, yang terlihat tampan dan berwibawa. Tegap berotot seolah membuat para wanita meleleh dan siap membuka selangkangannya hanya untuk mereka, tapi nengapa sekarang hal tersebut membuat Daisy muak.

Ia menghela nafas kasar, hasrat liar itu masih tertanam dikepalanya, namun sepertinya hal tersebut sangat sulit untuk disalurkan ketika partner yang ia temui sudah sangat membosankan.

Daisy need something, something new and fresh...

"Seperti apa? Aku tidak mengerti." Ucap wanita itu pada dirinya sendiri ketika kedua mata itu masih tertutup.

Jika sahabat baiknya yang tak lain tukang kebun itu masih berada disini mungkin ia masih dapat bercerita panjang lebar mengenai pengalaman seksnya dengan banyak pria, tapi kini terasa hampa tanpa sahabatnya tersebut.

Mungkin sahabatnya itu dapat memberinya sedikit saran dalam bercinta dan mendengar keluh kesahnya selama ini, dan mungkin ia akan sedikit mendapat cercaan karena terlalu mudah untuk berkencan dengan pria yang tak dikenal dan langsung melakukan seks.

Bibir Daisy terangkat sedikit, tersenyum mengingat sahabat konyolnya itu yang dulu selalu ada untuknya.

"Where are you Big Bro?" Bisiknya.

Hingga tubuh indah yang terasa letih itu mulai melemas didalam bath-up ketika kantuk mulai menyerang, ia tertidur didalam rendaman busa tanpa sadar akan posisinya yang dapat membuat tubuhnya terasa pegal dan sakit jika berlama-lama didalam kamar mandi yang dingin.

Seolah ia hanya ingin mengistirahatkan tubuh dan pikiran dalam kesendiriannya.

...

"Miss?"

"Daisy, wake up!" Sebuah tangan menepuk pipi mulus yang terlihat pucat tersebut. Rose wanita tua yang pagi ini melihat majikannya terbaring lemas didalam bath-up yang dingin terus mencoba membangunkan Daisy.

Khawatir dan terkejut melihat wajah wanita itu pucat dan hampir membiru, Rose bahkan sempat mengira Daisy mencoba melakukan bunuh diri namun tak ditemukannya luka ataupun bekas untuk menyakiti dirinya sendiri.

Rose yang panik dan tidak tahu harus berbuat apa lalu berlari keluar guna menghubungi seseorang yang mungkin dapat menolongnya, wanita tua sepertinya tidak mungkin kuat mengangkat tubuh Daisy dari dalam sana.

Rose buru-buru menekan tombol dan menghubungi nomor yang tertera dibuku telpon.

"Halo?"

"Andrew, tolong!"

.
.
.
.
.

"Bagaimana mungkin ia bisa berada selama itu didalam sana, Rose?" Andrew berkacak pinggang didepan ranjang Daisy, masih terbalut setelan kerja ketika Rose memanggilnya dengan nada khawatir ia buru-buru kekediaman Daisy dan benar saja.

Wanita itu hampir membiru didalam kamar mandi dengan tubuh telanjang, wangi dari air dalam bath-up menandakan bahwa wanita itu tengah membersihkan diri, itu artinya sepeninggal Andrew dari sini semalam.

Andrew menggeleng lemah, tak habis pikir dengan hal ini.

Kini wanita itu berbalut selimut tebal dan juga baju tebal didalammya, suhu tubuhnya begitu dingin dan Andrew takut akan terjadi sesuatu yang lebih buruk pada tubuhnya.

Namun jangan salah sangka, Rose yang memakaikan pakaiannya, Andrew hanya mengangkat tubuh telanjang itu meskipun sesekali meliriknya.

"Dokter dalam perjalanan" ujar Rose memasuki kamar Daisy, tapi seketika mereka berdua melihat pergerakan tubuh Daisy.

Daisy melenguh, mencoba menggerakan tubuhnya yang terlilit selimut tebal. Rose dan Andrew yang merasa khawatir langsung mendekati pinggiran ranjang tersebut.

"Miss, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi? Apa yang kau lakukan pada dirimu sendiri?" Ujar Rose dengan seberondong pertanyaannya yang membuat kepala Daisy semakin pusing.

"Apa maksudmu? Andrew, mengapa kau bisa ada disini? Rose mengapa kau membiarkan dia masuk kedalam kamarku?" Omel Daisy sementara Andrew hanya menaikan sebelah alisnya bingung.

"Miss, kau pingsan didalam bath-up  semalaman" ujar Rose, Daisy nampak berpikir, ia pasti tertidur dan menyebabkan suhu tubuhnya menjadi dingin dan hampir membeku hingga tak sadarkan diri.

Daisy menghembuskan nafas kasar, itu menjelaskan mengapa tubuhnya sedingin es dan selimut yang membuat tubuhnya seperti kepompong.

"Baiklah Rose, terimakasih. Sepertinya kau harus membatalkan panggilan Doktermu." Kata Daisy, Rose mengangguk patuh dan merasa lega melihat majikannya membaik, ia segera keluar dari kamar Daisy guna membatalkam kedatangan Dokter, karena kejadian ini tidak begitu fatal pikirnya begitu.

Sementara Daisy, melirik tajam kearah Andrew yang masih berdiri mematung disamping ranjangnya.

"Apa kau yang memakaikanku baju?" Desis wanita itu membuat kedua mata Andrew sedikit melotot malu, apalagi setelah melihat beberapa lekukan indah yang secara tak sengaja tertangkap oleh kedua matanya.

"T-tidak Miss, bukan aku.. Rose yang menggantinya." Jawab Andrew tergagap seiring wajah tampannya yang memerah.

"Kalau begitu keluar dari kamarku dan tunggu aku diluar! Apa lagi yang kau tunggu?" Cerca Daisy, Andrew mengangguk dan buru-buru keluar dari dalam kamar Daisy.

Daisy menaikan selimutnya, mengapa ia sangat malu dilihat oleh Andrew seperti itu. Padahal ia sudah terbiasa membuka lebar selangkangannya untuk berbagai pria.



***

To be continue

8 Februari 2019

DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang