BAB III

15 3 0
                                    

"pertemuan pertama adalah sebuah kebetulan dan pertemuan kedua adalah sebuah ketetapan tuhan"

Pukul 04.00

Sudah sejak tadi shower air terus mengalir membasahi piyama Erisa. bibirnya pucat, tangan dan kakinya kini menepuk-nepuk lantai menahan sakit, ingin sekali rasanya ia berteriak. Tangannya kini berganti-gantian membungkam mulut berharap tak ada yang mendengar. Giginya terus menggeram menahan kesakitan, percayalah ini lebih sakit dari apapun.

Mengingat hari ini adalah hari ia akan memulai sekolah, tidak mungkin Indah dan Samudra akan memberinya izin sekolah setelah tahu apa yang terjadi barusan, merahasiakannya adalah yang terbaik.

Kedatangan yang tiba-tiba tidak pernah membuat dirinya siap. Bagaimana mungkin setelah tadi semuanya berjalan baik-baik saja bahkan ia tidur nyenyak dan makan dengan baik.

Setelah dua jam berlalu, semuanya terjeda. Ia berharap jeda dengan waktu yang lama. Ia kemudian mengambil tempat diantara celah matahari. Wajahnya sendu, ditatapnya langit biru.

"kalo gue ngomong sama tuhan buat nolak mati. Tuhan marah nggak yah?" katanya bermonolog.

......

Sudah sejak tadi Zero diserbu berbagai pertanyaan dari Bella. Tidak ada sepatah katapun yang keluar bahkan untuk membalikkan pandangannya ia tidak berniat sama sekali. Baginya ia hanya perlu berjalan menuju keluar dari jeruji besi yang dikelilingi oleh orang jahat.

Bukannya ingin menjadi anak yang tidak patuh pada orang tua, tapi ia punya banyak alasan untuk tetap diam. Zero terus menyudutkan Bella dan Alex adalah salah satu penyebab kepergian adiknya Deina, sebulan lalu. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing sampai lupa bahwa Deina telah mengidap asma kronis.

Kekesalan dalam diri Zero kian menggebu, ia menarik pedal gas motornya dengan laju kencang . kiasan memori tentang adiknya timbul disepanjang jalan membuat hatinya tak tertahankan, matanya tajam terarah kedepan.

....

Banyak harapan disetiap langkah Erisa menuju kelas, ia mencoba mengatur nafasnya yang tak beraturan. Langkahnya dipandu oleh seorang guru BK menuju kelas 3A, pintu kelas terbuka. Matanya menyudut diberbagai tempat, wajah baru yang ia lihat tentu membuat keberadaanya terasa asing. Tapi ada satu sudut belakang yang sontak membuatnya kaget, ingatannya menilik kejadian sebulan lalu.

Zero. Matanya terus memastikan, mengerjapkan beberapa kali. Bibirnya berbisik dalam hati "Zero"
Dirinya tidak pernah menyangka, bahwa pertemuan tidak hanya mengisahkan sekali.

Diandra, selaku guru BK kini mulai mengambil suara. "kita kedatangan murid baru, namanya Erisa margaretha?"

Kehadiran fisik Erisa membuat semua aktivitas mereka terhenti. Beberapa dari mereka mencibir dan beberapa pujian dari siswa laki-laki.

Erisa mengangguk, semua mata kini beralih padanya. Ia masih bisa merasakan tatapan dari Zero yang kian menajam, membuat hatinya sedikit berdegup.

Zero memicingkan matanya, mengingat di beberapa waktu lalu. ia menatap tak berkutik, tangannya menggaruk-garukan kukunya, kebiasaan Zero dari kecil saat ia sedang berusaha mencoba memahami sesuatu. Hatinya tak karuan, mata memukau itu kini berada disisinya.

"kamu bisa duduk di sebelah sana dan perkenalkan diri nanti saja" pinta Diandra, ditunjuknya bangku bagian belakang.

Matanya mematuh pada wanita setengah paruh baya itu. Diandra kemudian keluar meninggalkan kelas, selaku guru BK ia punya banyak kesibukan untuk mengurusi sekolah. Dirinya harus berhadapan dan menghilangkan siswa yang membuat onar dan terus mengusik pikirannya.

Erisa kemudian berjalan mengambil sebuah bangku. Di lihatnya seorang cewek sedang melempar senyum kepadanya, tepat disebelah kiri bangkunya. Dibalas Erisa dengan senyum menyengir.

"kenalin gue Lalisa, panggil lisa" sapa Lisa dengan melambai. Seisi kelas telah mengenalnya dengan sifat identik yang penuh gembira.

Erisa menolehkan pandangannya tepat disebelah kiri. Ia memainkan bibir bawahnya, suara yang sejak tadi menyapanya ia tak hiraukan. Matanya fokus menatap Zero.

Lisa mencoba memahami respon Erisa. baginya tak heran jika ada cewek yang menatap Zero. Wajah dengan separas itu tentu membuat terkenal diseluruh sekolah. Hampir setiap hari siswa berdatangan membawa surat warna-warni berlipatkan origami burung hingga beragam bentuk.

"Erisa. mending lo ngundur niat suka deh buat dia, bukannya gue mau ngurusin tapi hampir setiap hari siswa datang membawa surat, jangan harap dia mau baca. Nerima aja nggak" Lisa mencoba memberi pemahaman.

Mendengar hal itu Erisa menyadarkan pandangannya. Ia menerka perkataan Lisa barusan, matanya kini berubah arah.

Sifat kompoten dan dingin membuat Zero masa bodoh, ia tak butuh hal seperti itu dalam hidupnya. Ia menerapkan tipe cewek yang tidak dimengerti banyak orang, mungkin karena hatinya sekarang telah tertutup rapat-rapat.

Tak lama bel istirahat berbunyi. Lisa beberapa kali membujuk Erisa menuju kantin, tapi sejak tadi Erisa menolak mengatakan bahwa ia kenyang. Ia mengurungkan niatnya, tujuannya kini berubah arah. Niat awal bersekolah kini telah berubah karena cowok itu.

Suasana kelas terasa sepi hanya ada sekitar lima siswa. Sejak awal ia duduk, ada hal yang terus mengusik pikirannya. Rasa yang tak tertahankan, hatinya gelisah.

Erisa mengangkat pandangannya kedepan kemudian menoleh ke sudut kiri dengan mantap, ia menyipitkan matanya. Ia merasa aneh harus menjadi orang asing yang bahkan pertemuan sebulan lalu sempat membuatnya terkagum-kagum.
Tanpa pikir panjang, ia mendatangi Zero yang sedari tadi sibuk mengutak atik ponselnya.

Merasa kehadiran Erisa, ia kemudian mengangkat kepalanya. Dahinya mengernyit.

"Lo kenal gue?"

Pertanyaan yang dilontarkan Zero barusan membuat Erisa terikat dengan sejuta pertanyaan. Nada yang seakan menyombongkan diri membuatnya sadar menjauh adalah jalan terbaik. Bagi Erisa kehadirannya bukanlah hal penting yang harus Zero pedulikan.

Erisa meneguk ludahnya, batinnya berusaha menenangkan diri.

"Gue tanya sekali lagi. Lo emang kenal gue? ngapain yamparin"

"Gue kenal lo. Bajingan sombong!!!" dibalas Erisa dengan wajah datar, nadanya melemas dan beranjak pergi meninggalkan kelas.

Pertunjukkan barusan menjadi tontonan beberapa siswa dikelas, semuanya tercengang kaget. Beberapa dari mereka berpendapat bahwa Erisa adalah mantan pacar Zero.

Zero termenung diam menatap langkah Erisa yang perlahan menghilang dari kelas, dirinya merasa terpukul dengan sikap dinginnya yang membuat Erisa pergi. Kata hati yang selalu ia pungkiri membuatnya tak bisa berbuat banyak hal.

......
Jangan lupa vote dan comment. Thnkyu!

The Sun LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang