BAB IV

3 2 0
                                    

"jika paras sepadan dengan hati, tak ada alasan untuk tak menyukai"

Suhu matahari kian meninggi, tapi tetap saja Erisa bertekad berdiri ditengah-tengah panas berdenting. Ingatannya mulai menilik beberapa kejadian lalu disekolah yang kalut, mungkin dengan melihat aliran air yang tenang di dermaga membuat pikirannya dapat terluapkan.

Sudah berapa jam waktunya di hari minggu terhabiskan di dermaga, baginya tempat paling tenang untuk mengadu masalah adalah dermaga.  Matahari yang terpampang dengan jelas dan air yang mengalir dengan tenang di bubuhkan dengan langit biru yang dapat berubah jadi jingga dalam waktu jam menjadi alasan ia menyukai tempat itu.

Badan yang terasa penat dengan wajah yang berpeluh menjadi alasannya untuk kembali ke rumah. Ia kemudian mengambil sepeda yang dietakkan di tepian pohon dan mulai mengayuhnya dengan perlahan.

Saat ia melentangkan badannya dengan desah di ranjang terdengar sebuah notif line dari hpnya.

Alisnya berpaut nomor tidak dikenal mengirim 3 notif.

UKNOWN  : Selamat pagi!

UKNOWN : Gue Farel yang kemarin.

UKNOWN : Sori kalau gue ganggu!

Mata Erisa melotot tak percaya saat melihat layar handpone. Dirinya bingung setengah mati darimana Farel mendaptkan nomor Hpnya sebab jika dipikir-pikir nomornya tidak terdaftar di grup sekolah.

Ia masih memainkan jempolnya, mulai mengetik kemudian menghapusnya kembali.

Pagi ! lo dapat nomor gue dari mana?

Ada deh. lo punya waktu nggak?

Erisa menganga.

Emang kenapa?

Gue mau ngajak lo sama Lisa nonton teater.

Erisa berdecih, mengatakan yah baginya bukan pilihan yang tepat ia pun kemudian melempar handponennya disebelah kiri bantal, layarnya ia biarkan redup sendiri.

Baru saja ia memejamkan mata,  panggilan dari Lisa membuatnya menatap paksa handpone.

“ngapain Lisa nelpon, apa jangan jangan—”

Klik.

“Halo, apaan?”

“Erisa gue mohon lo nerima ajakan Farel nonton teater, plisss” tanpa ba-bi-bu Lisa langsung to the point.

“Lo gila apa? Nggak ada alasan buat gue nerima ajakan dia”

“Erisa jangan gitu dong. Sekali ini aja gue ini hari ultah loh emang elo ngga pengen ngerayain hari special bareng gue.”

“Elo ngga ngacohkan? Jangan bikin alasan gue ngga mau” kata Erisa yang teguh dengan pendiriannya.

“Ngapain gue bohong. Teater yang kita bakalan nonton tuhh fiksi romansa romeo ama Juliet dan gue nggak mau ngelewatin ini apalagi---- ini hari special gue” ucapnya lebay.

Setelah bujukan dengan ribuan alasan membuat  Erisa dengan paksa mengatakan iya walau  dengan hati berat.

….

Indah menatap memukau anak gadisnya yang baru saja turun dari tangga.

“Bunda, Erisa keluar sebentar yah. Mau nonton teater bareng teman”

“Teman baru? hati hati yah sayang, jangan pulang kemaleman”

“Sipp Bun—nanti Erisa kenalin. Bye bun”

Indah hanya mengangguk pelan kemudian tersenyum simpul.

Sudah sejak tadi Erisa dikalut dengan rasa resah, ekspetasi yang tidak diharapkannya kini menjadi sebuah realita. Duduk didepan dan bersampingan layaknya pasangan membuatnya harus berhembus pasrah.

Cewek itu terus memainkan bibir bawahnya berusaha tenang, walau ingin sekali rasanya ia turun kemudian lari dari kenyataan. Dimana seharusnya ia sudah terlelap menikmati tidurnya.

“Elo nggak terpaksakan karena lisa?”

Ingin sekali rasanya Erisa berteriak sependapat dengan pertanyaan Farel, tapi alih-alih hanya matanya yang mengatakan iya.

“mmm… nggak kok”

“Ohiya itu tadi bunda elo”

(Kepo banget hmm…) batin Erisa

“Ohiya. Itu tadi bunda gue”

“Cantik yah kaya elo”

Hati Erisa terobak-abik saat itu bukannya kesanjung malah membuatnya ilfil.

“hehehe… biasa aja kok”

Pembicaraan mereka terhenti saat tiba di rumah Lisa, dengan girang ia keluar dari rumah bersama gaun putih sesuai nuansa romansa hari ini membuat Erisa berdekik.

“Thanks  yah sah”

Lisa mencubit pipi Erisa yang baru saja masuk dalam mobil, sedangkan Farel hanya menatap canda keduanya.

Erisa hanya tersenyum manis menyembunyikan gertakan jengkelnya karena sikap Lisa.

Laju mobil yang biasa-biasa saja membuat Lisa terus mengoceh tentang kejadian semalam, dimana ayahnya harus memblokir ATM miliknya walau Lisa terus berjanji untuk berhenti berbelanja berlebihan tapi tetap saja, membuatnya harus menggigit jari.

Dadakan rem yang tiba-tiba membuat mereka terdesak kedepan, membuat jantung mereka memompa lebih cepat.

“sori yah” kata Farel kemudian tiba-tiba turun dari mobil.

“Erisa--- lo liat kan?” nada Lisa memelan.

Erisa mengangguk pelan, kejadian barusan membuat prespektifnya salah akan Farel. Tidak semua bisa seperti Farel, menghentikan laju rem mendadak hanya demi membantu kakek yang rentang untuk menyebrangi jalan.

“Mmm… gue kayanya salah nilai dia deh selama ini”

Kedua cewek itu hanya menatap diam tak berkutik, Lisa terus menganga di detik-detik Farel menjadi seorang relawan.

Erisa menjadi luluh sekejap.

….

Gimana guys? Kira kira bakalan gimana nantinya Zero setelah perasaan Erisa kini beralih pada Farel?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Sun LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang