2. Persiapan untuk mati

2 1 0
                                    

Angin sore yang hangat mulai berubah jadi dingin menusuk, kunang-kunang mulai muncul berterbangan di bawah gelapnya malam, haripun mulai terasa sepi menyisakan suara jangkrik yang nyaring.

"meow...." Suara kucing terdengar meminta sedikit makanan untuk di bawanya pulang dan di berikan pada anak anaknya, tapi apalah daya hidup memanglah sangat kejam, hidup itu seperti layaknya kaki yang berdiri di atas tumpukan kaca, jika sedikit saja salah melangkah maka kaca akan merobek seluruh daging yang di selimuti kulit itu.

Di tempat favoritnya di atas genting rumahnya dia hanya bersantai menunggu hari kematiannya, untuk sekedar mengeluhpun sangat sulit rasanya, apalagi meminta untuk mundur dari tournament itu sepertinya itu adalah hal yang mustahil untuk di lakukan.

Hari semakin malam kelalawar pun mulai berterbangan keluar dari sangkarnya tanpa ada satupun yang masih tertidur, Gebril mengendap ngendap dari balik kegelapan yang di hasilkan dari cahaya bulan bersiap untuk menyerang, tapi siapa sangka jika seseorang yang berpakaian sama denganya dengan mudah menangkis serangannya.

"kau naïf sekali menyerangku seperti itu."

"diamlah dan teruslah menjadi samsak ku."

"haha coba saja."

Gebril mulai bersiap untuk melancarkan serangan keduanya, ketika dia hendak menyerang tiba-tiba ada seorang dari samping menangkap nya dan dengan mudah menjatuhkannya ke tanah, "boom, I got you" dengan kata kata sedikit mengejek yang keluar di balik kain hitam itu yang membuat Gebril kesal.

"Kamu lihat aku? Aku begitu lemah, aku bukan orang yang tepat untuk mengikuti tournament ini, aku... aku bukan aku orangnya bukan...!!!" ujar gebril sambil menangis.

"Kamu salah, kamu lah yang seharusnya bangga pada dirimu sendiri. Karna akupun sebenarnya ingin mengikuti tournament itu dan menjadi orang yang mewujudkan impian Clan Tikus."

"Persetan dengan impian, aku tidak ingin mati aku tidak ingin berakhir seperti ini."

"kematian adalah hal yang wajar, mungkin saja saat ini aku bisa menusukmu dengan pisauku, ataupun sebaliknya kau yang malah menusukku dengan pisaumu, apakah kita masih bisa bertahan hidup? Kita mati ketika kita sudah ditakdirkan untuk mati maka kita akan mati."

"berhentilah mengoceh dan lanjutkan, tusuk aku buat aku mati saat ini juga."

"entah naïf atau kebodohan yang ada di dalam pikiranmu, tapi yang pasti, aku tidak ingin melakukan tindakan bodoh dengan membunuhmu disini. Kau adalah calon terkuat saat ini untuk menjadi penerus ayahmu bukan kakak laki-lakimu. Apa jadinya jika seorang kakak membunuh adik tercintanya." Wanita berpakaian sama dengannya pun mulai membuka topeng nya.

"kakak.!!, maafkan aku kakak, aku sudah tidak sopan berbicara seperti itu di depan kakak, kematian yang harus menghukumku kak, tolong bunuh aku yang sudah tidak sopan ini."

"bodoh hahaha, kau tidak dengar kataku barusan. Aku tidak ingin membunuhmu, apa jadinya jika aku kakakmu membunuh adik tercintanya. Terdengar seperti seorang bodoh sepertimu."

Setelah beberapa kata mereka saling berbicara akhirnya merekapun mengakhirinya dengan berpisah dan beristirahat di ruangan mereka masing masing, kaget tegang dengan kenyataan tadi, dan siapa orang tadi yang tidak lain adalah kakak perempuannya sendiri yang bisa saja dia bunuh sewaktu waktu saat latihan tadi. Dengan bertelanjang dada dia terlentang di ruangannya dan berfikir keras tentang apa jadinya dia disana jika dia masih selemah ini, dia tertidur sambil menghilangkan sedikit pikirannya tentang Tournament Deadly land dengan tenang.

90 Days in Deadly LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang