Part 4

346 28 1
                                    

Di ruangan tadi masih berdiri Bryan yang melihat ke arah luar rumah, ke arah gadis yang menggerutu sambil menatap laptop naas korban insiden kemarin.
"Sepertinya menggoda gadis itu akan menjadi hal yang menarik." Senyumnya kembali terukir sebelum ia meninggalkan ruang tamu ke kamarnya.

--------------------

Bryan Richardson .

Bryan memperhatikan gadis itu. Zena terlihat sedang membongkar laptop. Matanya fokus menatap berberapa bagian laptop yang mulai lepas dari tempatnya terpasang. Wajahnya menyiratkan raut wajah frustasi. Sepertinya ia mengalami kesulitan disana.

"Biar kubantu." Ucap Bryan begitu ia berada di teras. Zena duduk bersila di lantai dengan memegang peralatannya.

Bryan duduk di hadapan gadis itu. Mengambil alih laptop tersebut, mencoba membongkarnya. Wajahnya terlihat serius saat memperbaikinya. Saat ia serius seperti ini, wajahnya terlihat sangat tampan. Tapi disaat ia marah pun, wajahnya juga tetap tampan. Hidung mancungnya, rambut cokelatnya, dan rahangnya yang tegas. Zena berharap ia bisa memilikinya.. memilikinya? Zena langsung membuang pikirannya jauh jauh, pikirannya langsung berjalan sebaliknya, ia berharap jika ia bisa menghilang dari hadapan laki laki menyebalkan ini.
"Sudah cukup mengagumi wajahku, hm?" Tanya sang pemilik wajah dengan suaranya yang terdengar berat.

"Oh.. jerk. Kau terlalu percaya diri dan begitu sok tahu!" Zena menatap arah lain, mencoba tidak melihat laki laki di depannya yang kini mengendikan bahunya.

"Lebih baik kau menyingkir sekarang. Aku dapat memperbaikinya sendiri." Zena mengambil alih kembali laptop tersebut dan berkutik pada bagian mesin laptop tersebut. Ia juga membersihkan berberapa bagian yang menurutnya terkena espresso kemarin.

"Baiklah.. perbaiki dengan benar dan jangan kabur, atau aku akan.." ucapan laki laki itu menggantung. Kepalanya juga menunduk, mempertipis jarak wajah diantara keduanya. Tangan Zena yang tadi sibuk mengutak atik laptop itu, kini terdiam merasakan oksigen di sekitarnya telah habis.
"Me.." Bryan belum selesai melanjutkan kalimatnya, namun gadis itu sudah lebih dulu mendorong tubuh Bryan, hingga tubuhnya terhuyung ke belakang tapi kembali ia seimbangkan agar tidak terjatuh.

"Gadis kasar." Komentarnya, kemudian laki laki itu kembali ke dalam rumahnya. Meninggalkan Zena yang termenung mengatur napasnya. Mungkin ia terlalu marah pada laki laki itu, sehingga kini jantungnya berdetak cepat.
"F**k you jerk!" Umpatnya dengan kesal. Bryan yang mendengar kata kata gadis itu tersenyum, seperti baru saja melihat hal yang menghiburnya.

#######


Kanaya menempelkan gagang telepon cafe pada telinganya. Mungkin ia sudah menelpon seseorang disana lebih dari 5x. Namun yang di telepon tidak menjawab panggilan darinya. Apa yang ia lakukan? Kemana dia?

Jam sudah menunjukan pukul 7 malam. Langit sudah gelap, lampu cafe juga sudah dinyalakan, begitu juga dengan lampu jalan di depan sana.
Namun Zena belum kembali sejak sore tadi.

"Billie, kau tahu kemana Zena pergi?" Tanyanya pada Billie yang sedang sibuk mengaduk kopi pesanan pelanggan berbaju tosca yang kini sedang menunggu minumannya.
"Mungkin ia sedang membayar perbuatannya kemarin."
"Aku harap ia baik baik saja dengan laki laki bodoh itu." Ucap Bilie dengan nada yang cukup dingin. Lebih tepatnya, ia memang gadis dingin dan penuh sarkastik.

"Apa maksudmu? Zena pergi bersama laki laki kemarin? Mengapa ia tidak memberi tahuku?"

Bilie hanya mengangkat bahunya berusaha acuh, membawa kopi yang ia buat dan memberikannya pada pengunjung yang memesan kopi barusan.
"Sial. Mengapa kau tidak mengatakannya dari tadi?!" Kesal Kanaya pada gadis berambut blonde yang diikat asal olehnya.

ConvivenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang