— Seoul, 28 Juni 2016
Ben dan Jake tiba. Untuk pertama kalinya, Jisoo merasa darahnya mengalir lebih cepat meskipun dua bosnya itu hanya menyapa dirinya dan berbasa-basi sebentar. Entah karena ide gila yang akan dia lakukan sebentar lagi atau karena belasan senapan laras panjang yang mereka bawa pulang ke gudang.
Tunggu. Mau apa mereka besok?
"Wow, Ben, Jake!" seru Brian berusaha membuat keadaan tampak normal. "Kalian bawa submachine Pindad, dan—tunggu, SKPK kaliber 7 millimeter?"
Brian tahu banyak hal tentang senapan. Dia bahkan bisa mengenali ciri-cirinya dari jauh sekalipun. Ben dan Jake membawa senapan-senapan itu ke Brian untuk dia lihat dan periksa.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Ben.
"Satu kata, Wow."
Jake membuka satu tas lagi dan mengeluarkan dua buah pistol bergaya klasik dengan dominan warna silver dan hitam. Di samping sofa, Yongguk yang sedari tadi memerhatikan mereka sontak membelalak ketika melihatnya.
"Desert Eagle!" teriak Yongguk heboh dengan suara beratnya. Dia berhambur menghampiri Jake dan menyambar salah satu pistol itu cepat dari tangannya.
"Beneran deh, kalian dapat ini dari mana?" tanya Yongguk. Matanya berkilat kagum dan masih terus membolak-balik pistol itu—mengamatinya.
Ben terkekeh bangga. "Salah satu teman kami. Dia menjalankan bisnis senjata. Ilegal, tentu."
"Tapi kita bisa dapat harga murah," kata Jake menambahkan.
Anak-anak lain seakan tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Beberapa dari mereka ada yang masih duduk di depan TV, ada pula yang sudah—ah bukan, pura-pura—tidur di kamar. Winwin, sebagai anak baru, meringkuk ketakutan di belakang Felix yang badannya tidak jauh lebih besar dari dia. Daniel merasa kasihan melihat anak itu. Meski dia juga tidak sebegitu berani, tapi hei, setidaknya dia sudah terbiasa.
"Bos, memang besok kita mau ngapain sampai beli senapan segala?" tanya Daniel. Dia tahu pertanyaan inilah yang pasti berkelebat terus-terusan di pikiran semua temannya.
Ben menoleh serius ke arah Daniel. Sedangkan Jake tertawa kecil seolah meledek.
"Aku lupa belum memberitahu ini," kata Ben kemudian menyikut lengan Jake yang duduk di sebelahnya. "Bilang, Jake."
Masih dengan sudut bibir yang tertarik, Jake menjawab, "Uang tebusan akan berkali-kali lipat lebih banyak daripada hasil rampokan kita kemarin."
"Uang tebusan?" tanya Felix. Kini dia mulai tidak tenang.
Ben berdecak putus asa. "Oh, ayolah! Masa begini saja tidak tahu?"
"Kita bisa meminta berapapun yang kita mau, terlebih lagi besok kita bisa bersenang-senang dengan orang-orang beruntung yang menjadi sandera kita," tutur Jake. Raut mukanya tidak palsu, dia benar-benar terlihat tidak sabar seolah besok mereka akan berlibur ke suatu tempat menyenangkan.
Sakura yang sejak tadi berpura-pura tertarik dengan acara TV yang dia tonton (sebenarnya tidak dia tonton juga sih), mendekatkan kepalanya ke Nayeon, berbisik begitu pelan ke telinganya. "Gila mereka. Gila."
"Sandera?" tanya Brian. Ekspresinya tampak biasa-biasa saja, tapi siapa tahu bahwa dia sama cemasnya dengan yang lain.
Ben melepas magazen beberapa senapan yang sudah dia jajar rapi di atas lantai dan menjawab, "Ya. Kita harus mencoba hal baru yang lebih menantang, asik bukan?"
"Y-yeah?" sahut Yongguk canggung Dia meletakkan pistol yang ada di genggamannya ke lantai.
"Kalian tahu cara menggunakannya, kan?" tanya Jake sambil membantu Ben mengecek magazen dan memasukkan beberapa peluru ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burned Up ㅡ taeyong ; jisoo ✔️
Fanfiction"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COMPLETED ✓ 10th of March, 2019 🍻 #83 in Taesoo - 19/03/19