Pagi-pagi sekali Taeyong sudah datang ke restoran. Dia merapikan rambut hitamnya dan seperti membuat bagian depan rambutnya terangkat ke atas menggunakan jel, atau semacamnya.
Ekspresinya tidak lagi seperti orang yang dipaksa mendengar humor bapak-bapak (begitu lelucon dari Dawon), dan gelagatnya selama seharian itu layaknya orang yang baru saja memenangkan lotre dengan hadiah semua lembar saham Microsoft.
Taeyong bahkan hampir tidak memarahi atau meninggikan suaranya pada koki bawahan serta staff lainnya. Paling hanya sekedar menegur atau apa, tidak sampai membuat dirinya menarik urat kuat-kuat.
"Jika hari ini ada yang mencari masalah dengan Chef, bodoh benar dia," celetuk Sungjae sambil terkekeh bersama Dawon.
"Sungjae! Dawon!"
Teriakan khas Taeyong membuat kedua pria itu terperanjat. Bagaimana tidak? Sedetik yang lalu mereka membicarakan Chef mereka, dan kini keduanya mulai berpikir kalau jangan-jangan penyebab Chef begitu bahagia adalah karena dia baru saja mendapat kekuatan untuk bisa mendengar pembicaraan orang—bahkan dari jarak seribu kilometer sekalipun.
"Ya, Chef?" sahut mereka bersamaan dengan ekspresi seperti orang yang habis tertangkap basah.
Taeyong malah heran saat melihat raut muka mereka. "Kenapa begitu panik?"
Sungjae berdehem kecil. "Eh, itu—begini, Chef . . ."
Dawon melirik Sungjae dengan tatapan 'yang-benar-saja'. Ah, bodoh! Cara bicara Sungjae yang seperti itu justru akan membuat Taeyong semakin curiga.
Chef Taeyong pun menatap serius Sungjae dan Dawon satu persatu sebelum bertanya, "Kalian tidak lupa kalau harus mempresentasikan resep baru kalian padaku besok, kan?"
"Ah!" ceplos Sungjae dan Dawon setelah mengingat hal itu.
"Tentu kami sudah menyiapkannya, Chef!" sambung Dawon cepat dengan semangat.
Taeyong mengangguk sambil tersenyum puas. Dia kemudian beralih pada Yunhyeong yang sedang sibuk mengaduk saus merah kental di seberang tempat Dawon. Matanya terpaku serius seolah-olah cairan kental itu adalah hidup dan matinya.
"Kau, Yunhyeong?"
Yunhyeong yang sedari tadi jelas mendengar apa yang mereka bicarakan, langsung mendongak dan menjawab pertanyaan Taeyong tanpa ragu.
"Aman, Chef!"
"Aku menunggu hasil terbaik kalian."
"Siap, Chef!"
Ya, Chef Lee mengajak mereka bekerja sama dengan menawari mereka untuk membuat resep baru yang biasanya hal itu hanya dilakukan oleh seorang kepala Chef. Dan jika salah satu atau bahkan semua resep yang mereka buat memenuhi standar dan spesifikasi Taeyong, resep itu akan masuk ke dalam menu utama di The Lee's Signature.
Hal itu tidak terjadi setiap waktu. Tentu saja, mereka bertiga harus siap.
➖
Restoran sudah tutup setengah jam yang lalu. Jongup baru saja pamit pada Jisoo untuk pulang, meninggalkan dirinya sendirian di dalam ruang loker—meski dia tidak sendirian karena Chef-nya sudah jelas masih ada di sana.
Setelah membereskan barang-barangnya, Jisoo berjalan keluar sambil mengenakan jaket warna cokelat kusamnya dan melihat Taeyong mondar-mandir dari ruang penyimpan bahan makanan ke ruang pendingin lalu meletakkan beberapa sayur, daging—dan apapun itu—ke atas meja dapur.
Jisoo mengernyit heran. "Chef . . . ?"
Taeyong menoleh. Entah kenapa matanya terlihat begitu cerah dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burned Up ㅡ taeyong ; jisoo ✔️
Fiksi Penggemar"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COMPLETED ✓ 10th of March, 2019 🍻 #83 in Taesoo - 19/03/19