Setelah aksi tonjok-tonjokkan di rumah sakit kemarin, Jinyoung menjaga jarak dengan Woojin. Di sekolah pun dia menghindar jika Woojin datang.
Jinyoung nggak benci sama Woojin. Tapi setelah pengakuan Lucas kemarin, dia cuma kecewa sama temennya yang satu itu.
Jadi selama ini dia salah udah percaya sama Woojin yang jelas-jelas bohongin dia.
Tapi ada satu hal yang buat dia merasa miris. Dia udah nggak punya temen lagi.
Kalau boleh, Jinyoung mau nyusul temen-temennya, bahagia disana tanpa ada masalah yang menimpanya.
Tapi dia nggak sebodoh itu. Di dunia ini masih banyak orang yang menyayanginya.
"Apa salah gue sampe ada yang benci sama gue?" Gumamnya sendu.
Sambil memejamkan mata, dia menyandarkan badannya ke kursi panjang di taman belakang, tempat favoritnya mulai saat ini.
"Udah gak punya temen, nih? Kasian banget."
Hwang Hyunjin, laki-laki yang paling males buat ditemuin membuatnya membuka mata.
"Lo emang pantes begini, Young. Kan gue jadi seneng," lanjutnya dengan kedua tangan berada di dalam kantung celana.
"Berhenti ganggu gue dan pergi dari sini sekarang," perintah Jinyoung dingin.
Bukannya menurut, Hyunjin malah tersenyum mengejek. "Emangnya lo siapa gue yang berani ngusir gue dari sini?"
"Dulu lo emang temen gue, sih. Tapi sorry, ya. Sekolah ini punya ayah gue, jadi lo pergi sekarang."
"Sialan. Awas aja, gak lama lagi lo bakal mati," batin Hyunjin emosi.
"Kenapa diem? Gak bisa jawab? Oh iya, kan mulut lo cuma bisa buat nyebarin kebencian seseorang ke orang lain," ujar Jinyoung sambil menyeringai senang.
Hyunjin yang terlampau emosi langsung menarik kerah baju Jinyoung hingga membuatnya berdiri.
"Sekarang lo bisa ngomong kayak gitu. Tapi liat aja, sesuatu yang buruk bakal terjadi sama lo," desis Hyunjin, seperti mengancam.
Jinyoung terkekeh. "Jadi ini yang lo lakuin sebelum bunuh temen-temen lo itu."
Hyunjin terbelalak kaget. Kenapa Jinyoung bisa tahu?
Dengan tatapan tajamnya, dia mempererat cengkraman di kerah baju Jinyoung sampai membuatnya sedikit tercekik.
"Lo jangan asal ngomong, ya," ucapnya penuh penekanan.
Jinyoung meringis. Kemudian dia mendorong Hyunjin kasar sampai cengkraman di kerah bajunya terlepas.
Sambil menunjuk Hyunjin, Jinyoung berkata, "Gue ngeliat lo dorong Kak Minho dari rooftoof waktu itu. Dan gue juga liat lo mau bunuh Jisung dengan campurin makanannya pake racun."
Hyunjin kembali terkejut. Dia nggak nyangka kalau Jinyoung melihat itu semua. Jadi itu alasan Jinyoung nyenggol Jisung sampai makanannya tumpah saat itu.
"Satu lagi, lo yang bunuh Jeongin, kan?"
Hyunjin nggak jawab, dia panik. Di pikirannya, dia nggak boleh biarin Jinyoung membeberkan semuanya. Dia nggak mau masuk penjara.
"Jadi bener lo pelakunya. Gue gak nyangka lo tega bunuh temen lo sendiri."
"Diem lo! Lo gak tau apa-apa gak usah banyak bacot!"
Rupanya usaha Jinyoung buat mancing emosi Hyunjin berhasil. Dia jadi tahu kalau selama ini memang Hyunjin pelaku pembunuhan teman-temannya.
"Oke, gue diem. Yang gue minta sekarang, lo pergi sebelum ada guru yang liat lo mau bunuh gue," ucap Jinyoung dengan senyum miringnya.
Hyunjin mengepalkan tangannya erat. Dengan cepat dia pergi dari sana.
Setelah memastikan Hyunjin telah pergi, Jinyoung menghela nafas lega. "Aduh, jantung gue serasa mau keluar dari tempatnya. Deg degan cuy."
Iya, Jinyoung tuh sebenernya takut kalau Hyunjin bakal bunuh dia. Tapi, mancing emosi orang seru juga.
"Bentar deh, jangan-jangan yang ngirim jari itu si Hyunjin? Gila tuh orang." Jinyoung geleng-geleng kepala.
"Mending gue ke kelas, ambil tas terus bolos," ucapnya lagi lalu beranjak dari tempatnya.
"Jinyoung, gue bakal bantu lo!" Tiba-tiba ada yang berteriak. Jinyoung sontak menoleh ke belakang.
Di atas tembok pembatas sekolah dengan hutan, ada laki-laki yang dia lihat kemarin duduk di atas sana sambil mengepalkan tangannya, memberi semangat.
Jinyoung mengucek matanya, memastikan kalau yang dia lihat salah.
Saat dia melihat ke arah tembok lagi, laki-laki itu sudah menghilang dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] E-mail | 00Line ft. 99Line ✓
Misteri / Thriller❝Dead or Kill.❞ Dibaca setelah who dan 18.00