kepala jisung masih terasa sedikit berat saat dia membuka mata. jemarinya terulur untuk memijat pelipis dan malah menemukan handuk lembab di atas dahinya. mengernyit jisung menyingkirkan handuk itu dan menaruhnya di nakas di mana terdapat baskom berisi air yang sudah dingin. setelah itu jisung mengendarkan pandangan. kondisi kamar gelap tapi ada cahaya dari kamar mandi.
jisung menekan saklar lampu tidur di dekat ranjang. pencahayaan kamar sudah lebih baik, meski masih remang-remang. suara flush dari closet terdengar, tak berselang lama chenle keluar dari kamar mandi dengan wajah kuyu.
"eoh, kau bangun?" atensi mata sayu chenle tertuju pada jisung. "apa aku membangunkanmu?"
jisung hanya tersenyum kecil. chenle melangkah mendekatinya. telapak tangannya menyentuh dahi jisung.
"syukurlah demamu sudah turun." chenle menggumam pelan. "sekarang baru pukul satu. tapi mengingat kau tidur daritadi sore kau pasti lapar. mau kuhangatkan makanan?"
"kau kembali tidur saja. aku bisa menghangatkannya sendiri." jisung menjawab dengan lemas.
chenle menggeleng.
"ayo, aku bantu kau ke ruang makan."
"chenle..." yang lebih tua sama sekali tidak menghiraukan perkataan yang lebih muda. dia mengambil tangan jisung dan merangkulnya. memapah tubuh tinggi jisung menuju dapur.
jisung sendiri hanya mampu tersenyum sambil menatap wajah chenle. meski terlihat lelah chenle perhatian sekali padanya.
"terima kasih." kata jisung pada chenle saat dia duduk di salah satu kursi depan meja makan. chenle mengangguk, dia meninggalkan jisung untuk memanaskan makanan yang sempat dia pesan sebelumnya ke dalam microwave.
jisung memperhatikan setiap gerakan chenle dalam diam. meski wajahnya sangat menggemaskan seperti anak kecil, sifat chenle dewasa sesuai umurnya. chenle juga sangat perhatian. jisung tidak tahu apakah dia bisa lebih beruntung dari ini.
"nah, makanlah." kata chenle yang kembali dengan makanan yang tadi dia hangatkan. jisung membalas dengan mengucapkan terima kasih lagi.
"oh, ya, jisung. apa kepalamu pusing? atau tubuhmu masih kedinginan?" tanya yang lebih pendek. chenle mendudukan diri di samping jisung. telapak tangannya yang kecil menyisir rambut jisung yang berantakan seperti sarang burung.
jisung tidak langsung menjawab, mata sipitnya menatap cekungan hitam di bawah kelopak mata chenle. "aku sudah lebih baik. kau sendiri? kau terlihat lelah." tanya yang lebih muda.
chenle tidak menjawab, dia hanya memberikan senyuman simpul kemudian beranjak menuju kabinet. jisung memperhatikan chenle yang kini membuat teh hangat. dia kembali tak lama dengan dua mug di masing-masing tangannya.
"ada yang ingin kubicarakan padamu."
jisung diam, menunggu chenle melanjutkan ceritanya. setelah meneguk tehnya. dengan kedua telapak tangan menangkup mug dan pandangan yang tertuju ke sana alih-alih menatap jisung, chenle memulai ceritanya.
"aku bertemu kakak tirimu kemarin malam." sepenggal kalimat yang meluncur dari mulut chenle langsung menghentikan gerakan tangan jisung.
"kemarin malam?" jisung menggumam. matanya menatap intens chenle yang masih belum mengalihkan pandangan dari mug dalam genggamannya.
yang lebih tua mengangguk. "beberapa jam yang lalu tepatnya." sambungnya pelan.
"apa yang dia lakukan?" tenggorakan jisung tercekat. meski perutnya lapar sekali dia jadi enggan untuk mengisi perut.
"kami hanya berbicara sebentar...." chenle bangkit dari posisi duduknya. dia berjalan keluar dari dapur. tidak lama berselang dia kembali dengan sebuah amplop coklat. "dia menitipkanku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
[PG-15] baby | chensung ✔
Fanficif the baby not exist, can we feel still the same? 💌 chensung [au.lowercase. not-fluff-at-all]