chenle menangis. wajahnya terlihat sangat mengerikan. hidungnya merah sekali, lalu matanya juga bengkak parah. belum lagi bibir bergetar yang terus saja mengeluarkan isakan sengau itu. jujur, melihat sepupunya seperti ini hati renjun terasa nyeri. namun apa daya? tak ada yang bisa dia lakukan selain memeluk sang sepupu dan memberinya kalimat penenang yang sejujurnya sama sekali tak berfungsi.
tadi dia dan chenle sempat melihat dari jendela kamar si kulit pucat bagaimana tubuh kurus jisung berjalan terseok-seok diseret anak buah ayah yang lebih muda. salah satu alasan kenapa chenle tidak bisa berhenti menangis adalah kondisi jisung yang benar-benar memprihatikan. banyak luka lebam di wajah tampan yang selalu memberinya senyuman teduh itu. chenle kecewa pada ayahnya, setahu pemuda zhong ini sang ayah adalah pria paling hangat di dunia. namun... menilik kembali bagaimana kondisi jisung, chenle tahu anak buah babanya tidak main-main. paman-paman bertubuh bak monster itu bukan lawan yang sebanding untuk jisung.
seandainya saja chenle tahu kalau jisung sama sekali tidak melawan...
karena...
akan lain ceritanya kalau jisung menggerakan jarinya (melawan).
"aku benci baba." isak tangisnya terendam di antara lipatan lutut. chenle ingin sekali keluar dan menemui jisung namun sang sepupu menahannya dengan membawa alasan demi kebaikan yang lebih muda.
"aku benci kalian semua!" isakan chenle makin menyayat hati. seolah tak ada habisnya liquid bening itu terus saja berjatuhan membasahi pipi gembilnya.
"lele, maafkan aku. tapi coba pikirkan baik-baik, orangtua mana yang tidak marah di saat sang buah hati yang dijaga mati-matian justru rusak sebelum waktunya--
"aku tidak rusak! jisung tidak merusakku!" chenle berteriak histeris. "aku mencintainya! diapun juga, ge! jisung bahkan selalu memperlakukanku dengan begitu baik! kalian yang merusak kebahagianku... aku benci kalian!" suara chenle makin lirih. napasnya tersengal dan makin tak beraturan.
melihat betapa terlukanya chenle, renjun sadar betapa besar perasaan sepupunya pada pemuda tinggi tadi.
"aku tidak tahu bagaimana kau mengenal jisung, lele. tapi bukankah jika seseorang mencintaimu dengan tulus, dia tidak akan menyentuhmu sebelum janji suci terucap?" menggigit bibir bawahnya renjun berusaha mengubah sudut pandang chenle karena dia tahu betul alasan kenapa sang paman begitu keras menolak kehadiran jisung.
chenle terdiam. dia tahu apa alasan jisung melakukannya dan lagi apa yang terjadi bukan sepenuhnya salah si pemuda park. chenle ikut andil dalam kondisinya sekarang. namun alih-alih menjawab chenle lebih memilih bungkam. dia mengubah posisinya menjadi berbaring memunggungi renjun, mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. tidak ada gunanya juga menjelaskan, mau sebaik apa jisung di mata keluarganya tak akan pernah bisa mengubah keadaan.
yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah mempercayakan semuanya pada jisung. bibir chenle bergetar, tangan mungilnya mengelus tonjolan pada perutnya. "aegi-ya, daddy akan menjemput kita kan?" tanyanya pilu, sepenuhnya mengabaikan eksistensi renjun di belakangnya.
pemuda huang itupun berusaha keras menahan laju air matanya. dia masih duduk di tepian ranjang, tangannya terulur mengusap surai pirang yang lebih muda.
"maafkan gege, lele. bukan maksudku untuk memihak babamu. tapi percayalah, ini yang terbaik untukmu."
chenle enggan menjawab. yang dia tahu babanya terlibat perjanjian dengan tuan xiao. chenle tahu siapa yang akan dijodohkan dengannya, chenle mengenal dejun sejak kecil dan chenle tahu kalau dejun adalah pria baik-baik, tapi--terlepas dari seberapa baik chenle mengenal dejun dan perjanjian antara ayah mereka... chenle sudah jatuh sepenuhnya pada ayah dari bayinya, park jisung. pemuda zhong ini tak akan bisa melihat pria lain mengisi hidupnya dan membayangkan pria itu dipanggil daddy oleh anaknya kelak. hanya jisung. hanya pemuda park itu yang chenle inginkan untuk mengisi hari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[PG-15] baby | chensung ✔
Fanfictionif the baby not exist, can we feel still the same? 💌 chensung [au.lowercase. not-fluff-at-all]