4. Reyhan

192 125 0
                                    

Happy reading semuanya...
Ini udah masuk bab 4, kalau ada yang ingin ngasi saran bilang di sini aja ya gais. Nanti aku pasti baca.

_________

Kita sama-sama tahu, kalau orang tua kita tidak ada yang sampai sarjana. Bahkan, sekolah rakyat saja tidak tamat.

Mereka tidak akan paham, tentang kesuksesan yang ada dalam pikiran kita. Ketika kamu berhasil juara kelas, mereka kira peluang untuk sukses akan mudah. Padahal sebenarnya tidak.

oooooo

"Arbiii!!!" teriak Liana dari kamar, ia merasa jengkel karna buku tulisnya dicoret-coret anak itu.

Liana melangkah keluar kamar membawa buku itu. Nafasnya memburu, dadanya naik turun. "Sini kau!" Perintahnya tapi adiknya hanya tertawa lalu berlari.

Anak kecil yang masih berumur tujuh tahun, yang tahunya hanya main-main pastilah tidak mengerti kalau buku yang ia coret-coret sangatlah penting.

Liana terus mengejarnya sampai di depan rumah barulah ia berhasil mendapatkan adiknya itu, ia menjewer telinga Arbi dengan kuat sampai merah. Untuk pertama kalinya, ia semarah itu sampai Arbi menangis, berteriak menghampiri ibunya di dapur.

"Maaaak...! Kak Ana jahat!" Adunya dengan tangis tersedu-sedu.

Ibunya langsung menoleh dan berhenti dari aktivitas memasak, "Diapain kau?" Tanyanya.

"Dijewernya telingaku," ujar Arbi sambil menunjukkan telinganya yang sudah merah.

Ibunya mematikan kompor lalu mengajak anak itu menghampiri Liana, dengan rok kembang sedungkul, baju kaos, dan rambut yang diikat, ia mendagangi Ana.

"Kau apain adekmu ini Ana? Yang sanggupmulah menjewer dia sampai kek gini, mamak aja nggak pernah."

Mata mamaknya memeloti Liana, menunggu jawaban.

"Dia coret-coret bukuku, ini itu buku penting. Isinya rumus-rumus pelajaran matematika, fisika," ujar Liana membela dirinya sendiri.

"Menjewer telinga adekmu bisa rupanya terhapus coret-coretannya itu hah?!"

"Mamak marahin aku bisa rupanya sembuh telinga adek itu?" Tanya Liana membalas. Ntah keberanian yang berasal dari mana, ia bisa melawan seperti itu.

"Kek gini rupanya yang diajarkan sekolah itu samamu? Melawan sama orang tua aja taumu," sahut mamaknya.

"Mamak gak pernah ngerti samaku. Mamak gak bisa menghargai usahaku selama ini, cuman gara-gara aku kalah di tes itu mamak jadi terus-terus marah samaku."

Setelah mengucapkan itu Liana berlari keluar rumah, tepat di depan pintu ia melihat Rehan baru sampai dengan motor supra yang biasanya jadi tumpangannya ke sekolah.

Ia mengabaikan cowok itu dan berlari ke belakang rumah melalui jalan di samping. "Heh Liana kenapa kau?" Tanyanya.

Liana terus berlari dengan dikejar cowok itu, tangannya sibuk menghapus bulir-bulir air mata berjatuhan. Hatinya merasa sesak, ntah tenaga dari mana ia bisa sekuat ini berlari sampai Rehan tertinggal jauh.

Sekuat Hati dan Sekuat TenagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang