End

6.5K 235 1
                                    

Budayakan vote sebelum baca!

Hari ini tepat hari pernikahan mereka, dimana Lana menggunakan gaun putih elegan dan Ferro yang menggunakan jas yang terlihat serasi dengan gaun Lana.

Tamu undangan lumayan banyak, walau hanya rekan kerja dari orang tua Lana dan Ferro. Tidak ada satu pun teman dari Lana atau Ferro yang datang, karena pernikahan mereka di private. Hanya orang tertentu yang bisa datang dikarenakan Lana dan Ferro sama-sama ingin pernikahan mereka di private.

Lana sedari tadi duduk dengan bosan di kamarnya, ia tak tahu mengapa mamanya menyuruhnya untuk diam di kamar. Perasaan Lana pun tidak enak, ntah karena apa.

Pandangan Lana tertuju pada pintu yang dibuka dan menampilkan sesosok laki-laki yang kini tengah berstatus menjadi suaminya. Lana menatap datar ke depan, tak menghiraukan kegiatan apa yang Ferro lakukan.

Ferro duduk di samping Lana yang kini tengah duduk di pinggir kasur. Ia takut untuk mengatakan apa yang orang tuanya tadi suruh. Perlahan ia menarik nafas dan menghembuskannya. Ia mengikuti pandangan Lana yang memandang ke depan, tanpa ada objek menarik sedikit pun.

"Sekarang kita pindah!" Ucapan Ferro membuat Lana mengerjitkan dahinya, bingung dengan apa yang dikatakan Ferro. Lana menatap Ferro dan bertanya.

"Pindah?"

"Iya"

"Kemana?"

"Rumah baru kita"

Betapa terkejutnya Lana saat mendengar 3 kata itu

'Rumah baru kita'

"Buat apa coba harus pindah?" Tanya Lana kesal.

Ferro berdecak dan menatap Lana.

"Ck, kita udah nikah...kamu istri aku dan aku suami kamu, kita itu sudah terikat dalam sebuah hubungan sakral. Kamu tanggung jawab aku. Kita sudah tidak bergantung lagi kepada orang tua, kita harus hidup mandiri agar bisa menjadi orang yang lebih baik lagi di kedepannya, emang kamu mau? Hidup bergantungan pada orang tua sedangkan kamu udah punya suami yang sudah mapan? Setidaknya ayolah berfikir dewasa, walau ini pernikahan hanya perjodohan...tapi aku nggak mau main-main dalam hal ini!" Jelas Ferro lantang. Ferro tak tahu jika perkataannya tadi sangat membuat Lana mematung dan diam.

Ia terus bertanya dalam hatinya, apakah dia harus terus menerus hidup dengan Ferro? Yang notabe-nya adalah suaminya. Walau ia tak memiliki perasaan sedikit pun dengan Ferro, ia hanya menerima pernikahan ini karena keinginan orang tuanya, bukan ingin hidup selamanya dengan laki-laki ini.

Ferro menatap Lana yang sedang menatap ke arahnya namun pikirannya terlihat tidak ada disana, Ferro dapat mengerti bahwa gadis di depannya menerima perjodohan ini karena keinginan orang tuanya, bukan karena murni oleh rasa cinta. Ferro saja bingung dengan dirinya, apakah ia mencintai Lana? Mungkin saja ia, karena ia tak pernah merasakan rasa senyaman ini dengan gadis lain kecuali mamanya.

Lama mereka berdiam diri, hingga air mata menetes dari mata gadis di depannya ini. Ferro tertegun saat melihat air mata Lana menetes dari tempat asalnya, jujur hatinya teriris melihat semua ini. Mata dan hati Lana menangis namun tubuhnya tidak.

Tak lama Lana sadar Ferro menatapnya, ia kembali menatap Ferro, ia sadar bahwa air matanya jatuh dan telah membasahi pipinya. Segera Lana menghapus air mata itu dengan tangannya, namun ditahan oleh tangan Ferro. Lana terdiam saat Ferro menghapus lembut air matanya.

"Maaf....kalo perjodohan ini membuat hati kamu tersiksa...aku tau kamu menerima perjodohan ini karena rasa terpaksa, tapi aku mohon...tolong buka hati kamu untukku, biarkan aku masuk ke dalam kehidupanmu, walau aku terlihat asing di matamu" Ucapan itu membuat Lana tertegun, ia tak pernah melihat Ferro berbicara serapuh itu. Ia memikirkan kata-kata Ferro, Apa seharusnya ia menerima perjodohan ini dengan iklas?. Pernyataan itu tidak begitu buruk, siapa tau ia bisa membuka hatinya untuk Ferro dan memberi celah untuknya masuk ke dalam kehidupannya. Lana tersenyum manis, ia mengambil kedua tangan Ferro yang menangkup pipinya serta menghapus jejak air mata di pipinya.

Ferro menatap Lana tak percaya, Lana memeluknya dan mengangguk di sana.

"Akan gue coba" tiga kata itu membuat Ferro bahagia. Ferro membalas pelukan Lana tak kalah erat dan meneteskan air mata pertama yang melambangkan arti kebahagiaan.

Sedari tadi ada empat orang paru baya yang menatap mereka dengan perasaan terharu, mereka tersenyum tulus.

"Sepertinya kita tak salah keputusan"

"Iya, semoga mereka bahagia"

✉✉✉
End.









































.

.

.

.

.

.
TAPI BENER! HEHEHE😂

HEM GUYS, KALIAN MAUNYA AKU BUATIN EKSTRA PART APA SQUEL NIHH?
MAAF YAH CERITANYA PENDEK HEHE, KAN EMANG CERITA PENDEK

FERLANA (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang