Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Bab.7

109K 5.8K 112
                                    

Steve duduk memandang Max yang serius membaca dokumen. Ini adalah hari pertama Max datang ke kantor pusat, setelah sebelumnya—hampir sebulan—mengantor di cabang Jakarta Utara. Dua minggu semenjak peristiwa rusaknya pertunangan terjadi, dan ia masih tidak mengerti.

"Aku tidak mengerti."

Ia berdiri dari kursi, lalu menyandarkan tubuh ke meja Max yang luar biasa besar. Tangannya mengetuk-ngetuk tidak sabaran.

"Max, aku benar-benar tidak mengerti," ulangnya sekali lagi, karena Max tidak memperhatikannya.

Max mendongak. "Mengerti apa?"

"Kenapa harus memilih cara itu untuk membatalkan pertunangan? Apa memang benar kamu masokis, ya?"

Max mendengkus. Masih tajam dalam ingatannya saat Jovanka mengatakan ia pengidap seks menyimpang. Ia pikir, tadinya Jovanka akan mengaku hamil. Nyatanya tidak begitu. Malam itu juga pertungannya dengan Amarisa dibatalkan. Perlu banyak uang dan usaha, untuk menutup pemberitaan media.

"Jadwal kita malam ini apa?" tanya Max mengalihkan pertanyaan Steve.

"Mengalihkan pembicaraan, Bro?" Steven menaikkan sebelah alis, dengan tangan merogoh handphone untuk melihat jadwal.

"Bertemu dengan Pak Johanes. Ehm ... orang ini sulit."

"Kenapa?"

"Ia menentukan banyak prioritas tentang siapa yang akan menjadi partnernya. Kurasa jalanmu untuk menjalin kerja sama dengannya tidak akan mudah, Max."

"Selain itu?"

Steve membaca informasi di handphone-nya. "Ia orang kaya, tapi terhitung sederhana. Tidak terlalu suka berfoya-foya, dan lebih menyukai partner yang sudah beristri. Wah, kamu akan benar-benar kesulitan menaklukkannya."

"Makanan kesukaan?"

"Nastar."

"Ada hal istimewa lain?"

Steve menggeleng. Mereka terbiasa mencari informasi tentang siapa yang akan mereka hadapi, termasuk Pak Johanes.

"Yang aku dengar, keluarga Lim juga menginginkan kerja sama dengannya," ucap Steve perlahan. Menatap saudaranya yang masih menunduk di atas meja.

Max menutup dokumen di depannya dengan suara agak keras. "Kita lihat saja nanti. Ayo, jalan. Aku ingin mampir ke suatu tempat dulu."

"Ke mana?" tanya Steve mengiringi langkah Max. "Bukan cari hadiah untuk Jojo itu, kan?"

Max menoleh cepat. "Kenapa cari hadiah untuknya?"

"Bukankah dia sudah membantumu menggagalkan pertunangan? Aku heran kenapa dia mau lakukan itu, sungguh heran."

"Jangan pikirkan itu," tukas Max.

"Lebih heran lagi kenapa papanya Amarisa yang biasanya gahar, kali ini diam saja saat tahu anaknya dipermalukan."

Max tersenyum. Menepuk punggung saudara yang sekaligus asistennya. "Aku menyimpan kartu truf, dia tidak akan berani macam-macam pada kita."

"Pantas," gumam Steve pelan. Mengamati sosok Max yang menghilang ke dalam mobil. Ia tidak akan bertanya-tanya lagi perihal pertunangan yang gagal. Cukup lega akhirnya bisa lepas dari drama tanpa banyak masalah.

♥♥♥

Mendung mengintai sepanjang perjalanan. Sementara Steve sibuk menelepon, Max melihat dengan penuh minat poster seorang artis cantik yang sedang mengiklankan produk kecantikan. Desir kerinduan terselip di hati.

SANG PENGANTIN BAYARANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang