🌼 joshua × sowon

975 85 12
                                    

Kim Sojung, definisi sempurna. Cantik, cerdas, sopan dan berasal dari keluarga terpandang nan kaya. Keluarga yang harmonis, kecantikan alami, berpendidikan tinggi, hidupnya hampir sempurna. Ia punya segalanya. Hanya tinggal satu yang belum ia miliki, pasangan.

Mungkin seperti itulah pendapat orang-orang mengenai diriku. Bukannya aku sombong tapi memang begitulah faktanya. Bahkan temanku Nayoung juga berkata begitu padaku. Padahal hidupnya tak jauh berbeda denganku.

Bicara soal pasangan, aku memang belum menemukan pria yang tepat. Bohong jika aku tak memikirkan soal pernikahan. Umurku sudah bisa dibilang cukup matang untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Serangkaian perjodohan terencana sudah sering aku ikuti. Dari mulai kencan buta sampai ada yang secara terang-terangan datang ke rumahku untuk melamar. Terkadang aku heran mengapa para nyonya besar itu suka sekali menjodoh-jodohkan anak mereka, termasuk ibuku. Dan sebagai anak yang baik aku menurut saja meskipun selalu berakhir dengan kegagalan.

Sebenarnya aku tak mau terlalu buru-buru. Aku ingin menemukan sendiri pria yang nantinya akan jadi pasangan hidupku kelak. Sebuah alasan klasik, kata Nayoung. Tapi aku tak peduli karena itulah yang kuinginkan.

Pencarianku terus berlanjut sampai aku bertemu dengan Joshua Hong, pria tampan dengan senyuman manis di wajahnya. Aku tak mengerti kenapa ada manusia setampan ini. Well Joshua itu tipeku sekali.

Saat itu aku sedang menghadiri acara gala dinner untuk merayakan kerja sama antara perusahaan ayahku dengan perusahaan milik keluarga Hong. Lalu aku dikenalkan dengan Joshua, putra tunggal keluarga Hong. Joshua memiliki senyum semanis gula dan suara semanis madu. Sepertinya aku akan terkena diabetes jika terlalu lama menatapnya.

Kami mengobrol lumayan panjang malam itu. Joshua sangat ramah dan lembut. Obrolan kami pun sangat seru dan tak ada habisnya. Joshua selalu saja bisa membuatku merasa nyaman. Dia benar-benar sempurna, tanpa cela.

Beberapa hari setelahnya aku tak sengaja bertemu lagi dengan Joshua dalam sebuah pertunjukan orkestra yang diadakan di gedung kesenian Seoul. Sepertinya takdir memang berniat menyatukanku dengan Joshua.

"Kau tidak kembali ke Amerika?" tanyaku basa-basi setelah bertegur sapa dengannya.

"Aku memimpin perusahaan cabang di Korea sebelum nanti naik jabatan di perusahaan pusat." ujarnya.

Begitulah kira-kira obrolan singkat yang kami bicarakan ketika pertama kali bertemu lagi. Setelah itu kami pun menghabiskan waktu bersama mengelilingi daerah sekitar gedung kesenian. Aku menunjukkan beberapa tempat menarik untuk dikunjungi disana. Kami pun semakin akrab. Dan mulai hari itu aku dan Joshua menjadi sering bertemu. Entah hanya sekedar makan siang bersama atau bahkan makan malam, ke gereja bersama, menikmati musik orkestra atau menonton teater. Hari-hariku terasa lebih indah bersama Joshua.

..

Malam itu bulan bersinar terang. Entah sudah yang keberapa kalinya Joshua mengajakku dinner. Lilin-lilin yang menyala membuat suasana semakin tenang dan nyaman. Sangat sesuai dengan seleraku.

Makan malam berjalan sempurna sampai seorang pelayan tak sengaja menumpahkan minuman pada pakaian Joshua. Ia pun izin ke belakang, namun sudah hampir setengah jam belum juga kembali. Seorang pelayan menghampiri mejaku dan mengatakan kalau waktu reservasinya sudah habis. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa dan akhirnya pergi. Pelayan itu menawarkan untuk mengantarkanku sampai pintu keluar. Namun bukannya menuju pintu keluar aku malah di bawa oleh pelayan itu menuju ke sebuah ruangan. Di sana ada bayak lilin-lilin kecil menyala, flower path dan Joshua. Dia ada disana dengan jas hitamnya, berdiri di tengah ruangan.

Joshua berjalan ke arahku lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Ia berlutut di hadapanku kemudian menyodorkan sebuah kotak berisi sebuah cincin indah dengan berlian sebagai hiasannya.

Navillera 一 svtgfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang