Bagi para penikmat film horror, tentunya sudah tidak asing dengan hantu bernama Valak. Iblis berwujud biarawati ini pertama kali muncul di film The Conjuring 2 (2016). Meski hanya muncul beberapa kali, sosok Valak ini berhasil menjadi pusat perhatian para penonton. Valak ini di film The Conjuring 2 (2016) merupakan hantu yang otoritasnya bisa dibilang melebihi hantu yang lain, atau kita sebut aja boss-nya para hantu. Valak ini adalah biang keladi dibalik peristiwa supranatural yang menyerang satu keluarga dalam film The Conjuring 2 (2016). Dengan kesuksesan yang didapat oleh The Conjuring 2 (2016) gak heran kalau para pembuat film tergiur untuk membuat film solo untuk Valak ini. Mengambil setting bertahaun-tahun sebelum cerita dalam film The Conjuring 2 (2016) dimulai, film ini bercerita mengenai awal mula kemunculan Valak dan bagaimana dia bisa menjelma menjadi biarawati.
Dalam narasinya, film ini membawa kita jauh ke tahun 1952 tepatnya di Rumania. Kita diperkenalkan dengan seorang Pastor, Father Burke (Demian Bichir), dan seorang calon biarawati, Sister Irene (Taissa Farmiga) keduanya ditugaskan oleh Vatikan untuk menyelidiki kematian seorang biarawati di Biara Carta yang diduga gantung diri di depan gereja. Di sana mereka bertemu dengan seorang pengantar suplai makanan bernama Frenchie (Jonas Bloquet) yang mana adalah orang pertama yang menemukan jasad biarawati yang tewas itu.
It's actually not that scary. Itu adalah hal pertama yang gua rasa setelah gua nonton film ini. Dengan kekelaman lokasi, atmosfer yang sangat creepy dan kesuksesan Valak di film sebelumnya, harusnya menjadi setumpuk koin emas yang menggiurkan untuk membuat sebuah cerita yang epic. Namun sayang, ada hal dari film ini yang gua rasa gak dapet serem-nya. Cukup kecewa sebenarnya dengan cerita yang dihadirkan dalam film ini, apalagi mengingat kesuksesan yang berhasil diraih dua film sebelumnya The Conjuring (2013) dan The Conjuring 2 (2016) narasi dalam film The Nun ini sangat amat mengecewakan.
Dibuka dengan prolog dalam biara di pelosok Rumania, nuansa horror yang disajikan terasa terlalu singkat dan dipaksakan. Meski eksekusinya cukup epic, namun durasi yang terlalu singkat menjadikannya malah terlalu dipaksakan. Untuk setting lokasi sendiri, sebenarnya menurut gua ini sangat menjanjikan, biara kuno yang sangat angker berlokasi di pedalaman hutan belantara dan juga minim penerangan merupakan hal-hal yang kita lihat dalam banyak film horror. Tapi sayang, esensi horror dengan lokasi strategis ini malah terbuang percuma. Jumpscare-nya pun biasa aja menurut gua, gak ada yang bikin gua bener-bener ketakutan total atau bahkan mau merem. Beberapa jumpscare malah terkesan dipaksakan.
Kalau kita lihat dalam trailernya, film ini seakan-akan bakal jadi film horror terbaik sepanjang masa, tapi masalahnya semua itu malah sebaliknya. Trailer yang kita lihat malah lebih seram dari film utunya sendiri. Fokus cerita pun anehnya bukan tentang asal-usul Valak dan motifnya menjelma menjadi biarawati. Penonton hanya diberitahu bahwa Valak ini adalah sosok iblis berbentuk ular yang berhasil keluar dari lubang neraka dan akhirnya bertransformasi menjadi biarawati. Menurut gua kehadiran Valak dalam The Conjuring 2 (2016) malah lebih berhasil ketimbang dalam filmnya sendiri. Jargon film ini yang berbunyi "Witness The Darkest Chapter in The Conjuring Universe" malah terasa sia-sia dan tidak bermakna.
Overall:
Untuk ukuran film horror yang satu produksi dengan The Conjuring 2 (2016) film ini gua rasa cukup gagal untuk memberikan penonton nightmare. Mungkin untuk pecinta horror sejati bakal ngerasa buan-buang waktu nonton film ini, tapi mungkin untuk para penonton yang gak terlalu suka horror tapi pengen nonton yang serem-serem, film ini bisa jadi pilihan.
Ratting:
5/10
KAMU SEDANG MEMBACA
The Review : My Filthy Opinion About Movie
RandomTempat nyampah dan ngeluarin unek-unek tentang film yg udah ditonton. WARNING: SANGAT BERPOTENSI MENGANDUNG SPOILER!!