Pagi ini, mading sekolah tiba-tiba beralih fungsi menjadi tempat yang paling diminati seluruh siswa-siswi SMA Nusantara. Tak terkecuali Juna dkk.
"Kita ngapain sih ke sini? Males ah! Ke kelas aja yok," ajak Romi, yang langsung membuat tangan Juna mendarat dengan mulus di kepalanya, di ikuti tawa cekikikan Andre, seolah mengejeknya.
"Emang lo udah tau kelas kita di mana?" tanya Juna.
Hari ini adalah hari pertama siswa-siswi SMA Nusantara menginjakkan kaki mereka di sekolah itu, setelah libur kenaikan kelas.
Tak heran mengapa mading menjadi tempat yang pertama mereka tuju, karena segala informasi pasti ada di situ, termasuk kelas manakah yang akan menjadi tempat mereka belajar, tahun ajaran baru ini.
Menghiraukan cengiran Romi sebagai respon untuk pertanyaannya, Juna mulai melangkahkan kakinya ke arah mading, yang otomatis membuat orang-orang yang ada di sana menepi, memberi ruang untuk pentolan sekolah nomor wahid di sekolah mereka itu menjelajahi mading.
"Yeah! Kita sekelas lagi brayy," seru Andre riang sambil menepuk pundak Juna.
"Iyalah, udah pasti kalo itu," sahut Juna. "Yokk lah ke kelas"
*****
Kelas mendadak hening begitu Juna, Romi dan Andre memasuki kelas 12 IPS 1, kelas baru mereka.
Entahlah, orang-orang yang sekelas dengan mereka harus bersyukur atau merasa sial karenanya. Tapi yang pasti, yang ada di kelas itu tau, lebih baik berada di batas aman dan menjaga jarak dengan mereka bertiga, jika tak ingin tahun terakhir mereka di SMA Nusantara menjadi moment terburuk dalam hidup mereka.
Juna berdiri di ambang pintu, menyusuri segala yang ada di ruangan itu. Hampir seluruh bangku telah terisi, hanya tersisa dua bangku kosong di deret tengah paling belakang.
Pandangan Juna kemudian bergeser ke samping kanan bangku yang kosong itu, pada bangku pojok yang seharusnya menjadi bangkunya, atau lebih tepatnya pada sosok gadis yang menempati bangku itu.
Mereka yang ada di kelas itu mengikuti arah pandang Juna, dan seketika atmosfir di ruangan itu menjadi sangat panas, padahal kemarin malam hujan mengguyur bumi, membuat siapapun pasti akan menggigil keesokan paginya.
Sedangkan yang menjadi pusat perhatian masih saja bersikap cuek. Antara tidak menyadari situasi yang sedang terjadi atau tidak peduli. Gadis itu dengan santainya mengenakan headset, memandang keluar jendela yang menyuguhkan pemandangan lapangan out door. Kelas mereka ada di lantai dua, by the way.
Juna mengerjab. Tatapannya masih tertuju pada gadis itu. Ia merasa ada yang aneh. Tapi apa?
Mengabaikan keanehan yang sempat dirasa, akhirnya Juna melangkahkan kakinya, diikuti Andre dan Romi, dan berhenti tepat di samping bangku gadis itu.Juna menatap gadis itu dengan tangan yang dilipatnya di dada.
Tik
Tik
Tik
Gadis itu sepenuhnya mengabaikan Juna, bahkan melirik dirinya saja tidak. Juna berdehem, bermaksud mengambil fokus gadis itu. Namun ....
Tik
Tik
Tik
Mereka semua yang sedari tadi memperhatikannya pun mulai berbisik. Membuat Juna geram sendiri.
Juna tau gadis itu sedang mengenakan headset. Tapi, tidakkah seharusnya gadis itu menyadari Juna yang ada diluar bangkunya? Dengan tatapan seluruh teman sekelas mereka yang kini tertuju pada gadis itu, tidakkah seharusnya gadis didepannya itu sedikit peka?
Sekali lagi Juna berdehem. Kali ini sedikit terlalu keras. Kelihatan sekali jika di buat-buat. Tapi ... nihil ....
Andre dan Romi yang masih setia di belakang Juna saling berpandangan. Tampak geli dengan sikap temannya itu.
Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin seorang Juna kalah menarik dengan sebuah jendela. Entahlah. Dengan bodohnya Juna merasa cemburu dengan jendela itu. Gadis ini benar-benar ....
Brakkk
Dengan kesal Juna menggebrak meja. Membuat gadis itu menatap dirinya dengan sebelah alis terangkat, setelah sebelumnya melepaskan sebelah headset yang dipakainya.
Juna mengerutkan kening. Biasanya ekspresi gelisah dengan sorot ketakutan yang Juna lihat dari orang yang ada di posisi gadis itu. Bahkan untuk menatap Juna saja tak berani. Tapi gadis ini... ekspresinya datar dan sikapnya seolah menantang Juna. Tapi sorot matanya ....
Juna berjengkit kecil. Senggolan pelan Andre di lengannya seketika mengembalikan fokus Juna. Juna hanya meliriknya sekilas dan kembali menatap gadis di depannya yang kini menatapnya jengah.
Jengah? Entah kenapa Juna merasa kesal hanya karena itu.
"Lo budek atau gimana, hah?"
"Kenapa?"
"Kenapa? Jadi lo beneran budek? Pantes! Dari tadi gue lo kacangin. Mending simpen di rumah aja sana tuh telinga!"
"Kenapa lo nggak jelas?"
Suasana yang tadinya tegang, mendadak pecah karena pertanyaan gadis itu.
Juna mengeram kesal, menatap tajam semua penghuni kelas barunya yang langsung menutup mulut mereka rapat-rapat, memutar tubuh mereka, seolah tak terjadi apa-apa.
Juna menyikut perut kedua sahabatnya yang malah ketawa cekikikan, membuat Juna semakin kesal.
"Minggir lo! Ini bangku gue!"
"Lo nggak berharap gue bakal nurutin kata-kata lo, kan?!"
"Lo--"
"Udahlah Jun, lo ngalah aja, udah ada guru tuh," sela Andre geli.
"Ck!"
Juna hanya berdecak, akhirnya mengalah, ia duduk di bangku deret tengah paling belakang, tepat di sebelah bangku gadis itu, setelah sebelumnya menatap gadis itu tajam, yang pastinya di abaikan gadis itu, dengan sempurna menciptakan mendung di sekeliling Juna semakin pekat.
"Siapa sih tuh cewek? Lo berdua tau nggak?" tanya Juna pada Andre dan Romi yang duduk di bangku depannya.
"Nggak tau dan nggak mau tau!" jawab Andre.
"Kayaknya gue kenal deh," sahut Romi, menyita perhatian Juna sepenuhnya. "Kalo nggak salah namanya tuh Meisya Aqiella. Dia udah lama sekolah disini, tapi nggak terlalu populer sih dia. Orangnya nggak pernah nyoba bersosialisasi sama yang lain, anak-anak juga kayaknya nggak mau repot-repot deh buat lebih deket sama dia. Tuh cewe selalu cuek, angkuh, dingin gitu"
Juna mendengarkan dengan seksama penuturan temannya itu. Jadi udah lama di sini? Kok gue nggak pernah liat ya? Pikir Juna. Dan apa kata Romi tadi? Cuek? Angkuh? Dingin? Huh! Sepertinya sohibnya melupakan fakta penting lainnya. Mengesalkan! Ya! Gadis itu benar-benar membuatnya kesal!
Tapi tak dapat dipungkiri. Ada rasa tabu yang perlahan mengetuk alam bawah sadar Juna. Meisya Aqiella. Gadis jhutek itu membuat Juna sedikit penasaran. HANYA SEDIKIT!
Juna menelengkan kepalanya, menatap Meisya yang kini dengan cuek menyumpelkan headset ke telinganya kembali, tatapannya lurus ke depan.
Cantik.
Hah? Apa Juna baru saja menyebut Meisya cantik?
Rambut panjang yang kini di kuncir kuda, dengan sinar mentari pagi yang menyorot wajah manis natural tanpa polesan make up gadis itu, membuat Juna tertegun.
Yeah! She so beautiful!
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You
Teen FictionRasa penasaran memanglah sangat mengerikan. Tapi... tidakkah keterlaluan jika sampai membuatku mencintaimu? ***** Jadwal update : Random