LY-03

9 5 3
                                    

Gila! Apa-apaan dah?! Bagaimana bisa Andre berfikir begitu. Juna suka dengan Mei? Ishh ... Dan kenapa Andre memanggil Meisya seperti itu? SKSD sekali sohibnya itu. Sok Kenal Sok Dekat!

Andre memicingkan mata, memandang Juna yang kini ... gugup?

"Halah ... ngaku aja deh lo" desak Andre.

"Dan apa yang harus gue akuin?" tanya Juna, tanpa menatap Andre.

"Lo suka sama Mei?!" Pernyataan, bukan pertanyaan.

"Ngaco lu! Udah ahh, balik ke kelas aja ayok"

Dengan cepat Juna bangkit, meninggalkan kantin, tanpa menunggu Andre dan Romi yang kini menatapnya aneh.

Andre menyeringai melihat kepergian Juna. Dasar Juna. Bagaimana mungkin temannya itu tidak menyadari perasaannya sendiri. Jelas-jelas dirinya sendiri yang menunjukkannya.

"Juna suka sama Meisya?" Tanya Romi, tak percaya sekaligus geli.

"Biar waktu yang menjawabnya," jawab Andre sok bijak, dengan mimik wajah sok serius, membuat Romi bergidik ngeri.

Andre akhirnya berdiri, menyusul Juna yang sudah tak nampak.

"Iya kayaknya. Cara Juna mandang Meisya tuh... beda. Kepo banget lagi sama tuh cewek. Bukan Juna banget," gumam Romi yang masih bisa di dengar Andre.

See? Romi yang IQnya pas-pasan + manusia paling lola aja ngerasa gitu. Dasar Juna, laki-laki tidak peka!

"SIAPA YANG BAYAR WOYY!" teriak Romi kesal, begitu di sadarinya, Juna dan Andre yang sudah menghilang.

Sohib biadab emang tuh kunyuk dua!

Akhirnya dengan amat-sangat RELA, Romi membayar semua pesanan mereka. Setelahnya, Romi bergegas meninggalkan kantin, menuju kelas.

__

Di tempat lain. Setelah Meisya menyeret Arin. Disinilah mereka sekarang. Duduk di bangku taman sekolah. Ralat, hanya Meisya yang duduk, sedangkan Arin sedari tadi masih saja berdiri tegak tanpa berani menatap Meisya.

"Lo nggak berharap gue persilahkan duduk dulu kan?"

Arin yang mendengar itu seketika mengambil tempat di samping Meisya.

Hening. Entah apa yang kini sedang ada pikiran mereka.

"Makasih," ucap Arin kemudian, tanpa menatap Meisya. Entahlah. Mendadak sepatunya kini menjadi hal paling menarik, hingga membuatnya enggan mengalihkan tatap. Seolah jika mengalihkan pandangannya barang sedetik saja, snakers biru kesayangannya itu akan berubah warna menjadi blue.

Tak ada sahutan. Apakah Meisya tidak dengar? Apakah ia harus mengulangnya sekali lagi? Pikir Arin.

"Makasih." ulang Arin lebih keras, masih enggan melepaskan pandangannya dari sepatunya.

Hening.

Arin mengerutkan kening bingung. Akhirnya ia mengangkat kepalanya. Memandang Meisya yang ternyata sedari tadi menelengkan kepalanya, menatap dirinya.

Arin meringis dalam hati. Menghembuskan napas lelah, Arin menghempaskan tubuhnya di sandaran kursi.

"Maaf," gumam Arin.

Meisya berdecak. Menatap lurus kedepan dengan tangan yang ia lipat didada.

"Kenapa sih lo nggak pernah dengerin kata-kata gue? Kurang jelas emang, apa yang gue selalu bilang ke elo?"

"Lo kan tau alesan gue Mei" murung Arin, membuat Meisya mendengus kasar.

"Dan lo udah tau apa balesan gue buat omongan lo itu kan Rin!" desis Meisya kesal.

Arin hanya terkekeh pelan menanggapi ucapan sahabatnya.

Sahabat? Meski gadis itu tak pernah melarang Arin dekat dengannya. Sering pula Mesya menolongnya. Selalu membela dan menasehati Arin, meski lebih seringnya mengamuk dan mengumpati Arin karena kekeras kepalaannya. Tapi, bisakah Arin menyebunya sahabat?

Arin tau Meisya. Banyak rumor yang mengatakan gadis itu sosok yang angkuh, dingin, cuek dan masih banyak lainnya. Hal itu membuat Arin risau ketika pertama kali Meisya menolongnya, dari mereka yang membully dirinya. Ia pikir ... Meisya lebih parah dari mereka semua. Tapi kini ....

Tanpa sadar Arin tersenyum. Meisya adalah orang paling baik yang pernah ia temui. Dan tak ada yang benar dari rumor-rumor itu. Yahh, meski tak semuanya salah sih. Tapi yang pasti, mereka yang tak bisa melihat sisi lain dari Meisya adalah orang-orang yang rugi.

"Dan kenapa tadi lo bolos? Bahkan tas lo aja nggak ada di kelas" tanya Meisya, menarik paksa Arin dari pikirannya.

Dalam sekejam senyum Arin menghilang. Menatap Meisya yang menatapnya dengan penuh selidik.

"Lo tau alasannya," jawab Arin pelan.

Meisya mendesah. Lagi.

Beranjak berdiri, "Ke kelas. Udah abis jam rehattnya." ucap Meisya sambil berlalu.

"Gue boleh anggap lo sahabat gue kan, Mei?" pinta Arin menyimpang.

Meisya menghentikan langkahnya. Sahabat? Arin? Tidak terlalu buruk. Pikir Meisya.

"Terserah" balas Meisya, dengan cuek melanjutkan langkahnya.

Arin tak dapat menahan senyumnya mengembang. Ia sangat senang. Akhirnya ia punya seorang sahabat.

Melihat Meisya yang sudah lumayan jauh, Arin bergegas beranjak dan mengejarnya.

*****

Juna menatap bangku Meisya yang kini masih kosong. Kemana gadis itu? Pikir Juna. Merasa di perhatikan, Juna mengalihkan pandang kedepan. Dilihatnya Andre yang menatapnya dalam.

"Kenapa?" tanya Juna.

"Nggak pa-pa"

Juna urung bertanya lebih lanjut begitu dilihatnya Meisya memasuki kelas. Dengan cuek berjalan ke bangkunya.

Tak lama terlihat Arin memasuki kelas. Arin berhenti diantara Bangku Juna dan Meisya, karena hanya bangku disebelah dua orang itu saja yang masih kosong.

Takut-takut Arin melirik Juna yang menatapnya datar. Secepat kilat Arin menarik pandangannya, kini menatap Meisya yang tampak kesal. Meisya mengedikkan dagunya ke bangku sebelahnya. Dengan semangat, Arin duduk di bangku itu.

Tak lama seorang guru masuk kedalam kelas. Beliau hanya memberikan tugas, karena ada acara mendadak yang harus beliau hadiri.

Juna hanya menatap tugasnya dengan malas. Mungkin itu juga yang di rasakan semua teman-temannya. Terbukti sebagian besar dari mereka kini tampak tak memperdulikan tugas yang telah diberikan. Ada yang sibuk bercanda, bermain handphone, bahkan ada yang sudah berselancar di alam mimpi.

Juna menatap kesamping kanannya. Tiba-tiba rasa jengkel merasuki dirinya, karena Arin yang duduk disebelah Meisya, membuat Juna tak dapat melihat Meisya dengan jelas.

Kenapa Arin duduk disitu? Dan kenapa Meisya mengizinkannya? Bukan kah gadis itu tak mau repot-repot bersosialisasi? Batin Juna, kesal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loving YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang