Part 7 : Seperti pelangi setelah hujan

50 12 2
                                    

Motor Satria terus melaju, menuju suatu tempat yang aku tidak tahu, aku hanya menatap langit sore yang hari itu cuaca nya cerah, matahari sudah ingin pergi tenggelam dengan pasrah.

Saat di daerah sudirman, Satria memelankan motornya dan sepertinya mau sampai pikirku. Motor Satria berbelok dan masuk ke parkiran gedung perkantoran, aku tidak tahu kenapa dia membawa aku kesini.

"Kamu takut ketinggian?" Tanya Satria saat motor sudah berhenti di parkiran gedung.

"Nggak" jawabku.

"Baguslah, ayo masuk"

Belum sempat aku bertanya, dia sudah menarik tanganku, menuntunku untuk mengikutinya masuk ke dalam gedung yang sangat tinggi itu. Di pintu masuk Satria menyapa satpam yang sedang berjaga disana, sepertinya dia sudah akrab dengan satpam itu. Satria langsung menuju ke lift yang di dalamnya bisa muat 10 orang, tapi saat itu kami hanya berdua di dalamnya, dia menekan tombol paling atas yaitu 59.

"Ngapain ke lantai atas?" Tanyaku.

"Diatas gedung ini ada restoran" jawab Satria sambil memandang keluar menunggu pintu lift tertutup.

"Ngapain ke restoran?" Tanyaku yang masih penasaran.

"Main futsal" jawab Satria dengan nada yang kesal sambil menatap ke arahku

Aku langsung refleks melepaskan genggamannya, dan tanganku langsung mencubit kembali pinggangnya dan dia mencoba menghindar sambil meminta ampun.

"Ya makan lah sa!" Kata Satria yang sedang mengusap-usap pinggang nya yang aku cubit.

"Kok tau kamu aku lapar?" Jawabku penasaran.

"Aku juga tau kapan ulang tahunmu" katanya.

"Aku serius!" Jawabku kesal.

"Siapa bilang aku lagi becanda?" Kata Satria.

"Terserah kamulah, bodo amat" jawabku.

Tidak terasa kami sudah sampai di lantai 59 gedung itu, bunyi lift menandakan pintu akan terbuka. Kemudian Satria keluar dan aku mengikuti nya. Ternyata benar diatas gedung ini adalah restoran. Suasana restoran nya sangat menakjubkan,  disitu tidak terlalu rame, mungkin bukan jam makan para karyawan, hanya ada beberapa orang yang sedang menikmati  suasana santai dan alunan musik jazz yang menambah indahnya sore itu, banyak meja-meja yang kosong.

Satria terus berjalan ke ujung, aku tidak tau dia mau kemana tapi aku mengikutinya saja saat itu, sampai di meja paling ujung Satria duduk disana, akupun mengikutinya, belum sempat aku bertanya mengapa dia memilih tempat paling ujung, aku langsung tau kenapa, melihat kesisi dinding yang terbuat dari kaca, Satria menatap fokus ke luar kaca, disana akan nampak seluruh kota Jakarta, aku yang melihat nya pertama kali tidak bisa mengedipkan mataku, betapa indahnya berada di ketinggian pikirku.

"Gimana indah kan?" Tanya Satria yang memecahkan pandanganku.

"Bagus banget" kataku

Kemudian kami saling diam beberapa menit hanya menatap keluar. Kemudian pelayan restoran datang untuk menawarkan menu.

"Mau pesan apa?" Tanya pelayan sambil menyodorkan daftar menu.

"Nasi goreng kambing satu, sama orange juice satu" kata Satria.

"Itu aja mas?" Tanya pelayan restoran.

"Kamu pesan apa?" Tanya Satria padaku.

"Sama kayak kamu aja" kataku.

"Berarti nasi goreng kambingnya dua, sama orange juicenya dua, ada yang dipesan lagi?" Kata pelayanan restoran.

"Nggak mbak, oh iya kalau bisa nasi goreng kambingnya pake kambing yang sering mandi ya mbak, biar wangi" kata Satria.

Pelayan tersebut hanya tersenyum mendengar permintaan aneh Satria, dan juga aku. Kemudian pelayan pergi meninggalkan kami berdua. Setelah bosen menatap keluar, Satria menatap ke arahku.

"Kamu ngapain sih" protes ku.

"Liatin kamu lah" kata Satria

"Sama ya" lanjutnya

"Sama apa?" Tanyaku

"Sama indahnya" jawab Satria.

"Apaansih" kataku. Sambil berusaha mencolok kedua mata Satria yang menatapku begitu serius. Satria hanya mengelak dan tertawa, dia sangat suka sepertinya kalau aku sedang kesal. Aku juga suka dengannya saat itu, kalimat-kalimat yang dikatakan nya yang mungkin terdengar bercanda tapi dia selalu mengatakan bahwa dia serius.

"Aku serius" kata Satria dengan nada yang  seperti biasa setelah menggodaku. Ntah kenapa setiap Satria berbicara aku merasa senang, terutama kalau dia sudah menggodaku yang selalu membuat rona merah di pipiku. Dia selalu suka seperti itu, membuatku kesal adalah hobinya.

"Tau nggak hobiku sekarang?" Katanya pada suatu hari.

"Nggak dan gak mau tau!" Kataku dengan nada kesal.

"Hahaha, buat kamu kesal hobiku sa"

"Biar apa?"

"Anti mainstream"

"Tapi, buat kamu senang adalah cita-citaku sa" lanjut Satria.

Ya begitulah Satria, dia berbeda dengan yang lain, dia tau cara membuatku senang. Di dekatnya aku seperti lupa dengan segala rasa sedihku.

"Kalau hobi, aku bisa saja malas, tapi kalau cita-cita, aku akan mewujudkannya" kata Satria.

"Dengan apa?" Tanyaku.

"Berada selalu di dekatmu"

Kemudian Satria tertawa. Mungkin dia menganggap itu hanya bercanda, tapi dia benar, aku selalu senang bila di dekatnya. Semua orang berhak bahagia, mungkin Satria adalah bahagiaku yang datang setelah semua kesedihanku saat itu. Seperti pelangi datang disaat hujan reda.










Maaf telat update nya guys😄
Jangan lupa voment biar ceritanya bisa lanjut

Hujan OktoberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang