Uno

2 1 0
                                    

Semesta punya caranya tersendiri untuk mempertemukan dua insan.

Namanya Chila Aurelia. Anak kesayangan Ibu Eliz, karna dia jago debat. Dia juga Ketua OSIS yang bisa diandalkan. Contohnya seperti sekarang ini. Istirahat adalah saat-saat dimana siswa bisa bebas melakukan apapun. Selama tidak melanggar tata tertib sekolah tentunya. Tapi lain halnya dengan Chila.

Gadis itu berjalan menyusuri pinggir lapangan basket. Tangan kanannya memegang apel yang sudah setengah dimakannya. Sedang tangan kirinya memegang berkas-berkas yang entah apalah itu.

Teriakan siswi-siswi yang tengah menonton tim basket bermain tak membuyarkan konsentrasinya. Sesekali keningnya berkerut bingung membaca isi berkas yang dibawanya. Sampai suatu teriakan berhasil membuatnya menoleh.

"CHILA AWAS!"

Detik berikutnya.

Gedubrak!

Bola basket menghantam tepat di wajahnya. Chila langsung jatuh terduduk di tanah. Sementara apel dan berkasnya tercecer entah kemana. Semua orang yang ada di lapangan seketika terdiam membisu.

"Mampus lo Ndra," ucap seorang cowok. Kemudian cowok itu berlalu menghampiri Chila. Beberapa siswa juga mengikutinya. Pada akhirnya mereka pun mengerumuni Chila. Gadis itu menunduk dengan posisi tangan kanan memegang kepala.

"Chil, lo gk papa?"

"Iya Chil, inget gue gak?"

"Chil, otak lo gak ikut kepental 'kan?"

Dan masih banyak lagi komentar lainnya. Chila menggeleng lemah seraya menjawab, "Eng-gak. Gue gak papa kok."

Cowok yang merupakan tersangka pelemparan bola tadi, mencoba membelah lingkaran manusia yang mengelilingi Chila. Tak butuh waktu lama, dia sudah berjongkok di hadapan gadis itu. Tiba-tiba darah mengalir keluar dari hidung Chila. Alhasil salah seorang siswi berteriak histeris.

"KAK CHILA! IDUNG LO! BANJIR!" ucapnya. Kemudian dia membekap mulutnya sendiri dan berbalik. Sepertinya dia takut darah.

Chila yang merasa tak percaya sontak mengusap hidungnya. Matanya seketika membulat melihat cairan merah segar yang menempel di tangannya kini. Satu menit. Dua menit. Dia tiba-tiba berusaha berdiri sambil mencari barang-barangnya yang tercecer entah kemana.

"Hehehe gue kuat kok. Gue gak kenapa-kenapa. Udah ya, mau ke ruangan dulu ini," ucapnya sambil memberikan senyum pada semua orang yang mengelilinginya. Cowok tersangka tadi masih dalam posisi jongkok. Sebelah alisnya terangkat. Dia menatap kepergian Chila dengan heran.

"Itu anak kok sok kuat banget sih," gumam cowok itu.

"Andra. Mending lo bantuin Chila gih. Gue ragu tuh anak bisa sampe ruang OSIS dengan selamat," celetuk seorang cowok yang berbaju olahraga. Cowok tersangka yang bernama Deandra Januarga itu sontak menoleh ke arah teman setimnya.

"Hmn." Andra kemudian bergegas mendekati Chila.

Baru saja cowok itu melangkah beberapa kali, Chila sudah oleng dan langsung berjongkok. Gadis itu menunduk, menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

"Ck, kalo gak kuat itu bilang coba. Dasar cewek aneh," gerutu Andra. Tapi tak ayal, dia langsung mempercepat langkahnya. Begitu tiba di depan Chila, dia langsung mengulurkan tangan dan menggendong gadis itu ala bridal style. Chila jelas kaget dan langsung berteriak.

"Eh apaan nih! Lo apa-apaan sih!"

"Diem."

"Ih gue tuh masih kuat jalan. Ngapain pake digendong coba. Alay banget sih!"

"Lo laper?"

"Hah?"

"Cukup jawab ya atau gak."

"Eng.. iya."

"Pantes rese."

"Dih cowok gak jelas. Mending lo sekarang turunin gue deh. Gue punya dua kaki. Dan itu di pake buat jalan."

"Lo punya otak. Dan itu di pake untuk mikir."

"Cabe banget sih mulut lo. Lo siapa sih? Ngeselin banget!"

Malas menanggapi celotehan Chila lagi, Andra pun memilih bungkam. Dia tahu, semakin dirinya menjawab omongan Chila, semakin gadis itu tak akan berhenti bicara.

Darah masih belum berhenti mengalir dari hidung Chila. Beruntung gadis itu membawa tissue. Jadilah dia menyumbat hidungnya dengan tissue. Andra yang melihat tingkah 'sok kuat' gadis itu pun memutar bola matanya.

"Kalau sakit itu bilang. Kalau gak kuat itu bilang. Lo manusia. Bukan robot." Usai mengucap hal itu, ternyata mereka sudah sampai di depan UKS. Andra pun langsung membawa Chila masuk dan mendudukkan gadis itu di atas kasur yang tersedia di salah satu bilik dalam ruangan itu.

"Lo diem di sini," ucap Andra dengan penuh penekanan. Chila hanya menjawabnya dengan berdehem. Andra pun berlalu keluar bilik.

Selagi Andra keluar, Chila beberapa kali mengganti tissue yang menyumbat hidungnya. Dia berdecak sebal.

"Sial banget sih gue hari ini. Pake kena bola segala. Trus ini mimisan lagi. Semoga anemia gue gak kambuh gegara ini deh," batin Chila. Meski begitu, kenyataannya kepalanya terasa sangat berat. Darah yang keluar dari hidungnya masih belum juga berhenti. Ada rasa panik dan takut menyelimuti dirinya. Tapi dia mencoba tetap terlihat tenang.

Chila menyenderkan punggungnya ke tembok. Berharap anemia, magh, maupun penyakit-penyakit lainnya tidak kambuh. Dia paling benci saat-saat seperti ini. Karna dia tahu pasti tentang satu hal. Cepat atau lambat dia pasti kehilangan kesadaran dirinya.

Di lain tempat, Andra diserbu dengan puluhan pertanyaan dari para fans Chila. Padahal niatnya ke kantin hanyalah untuk membeli teh hangat dan roti untuk Chila. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Baru saja lima langkah keluar UKS, segerombol siswi yang memakai tanda pengenal OSIS menghadangnya.

"Lo apain Chila kita?"

"Iya bener, lo apain dia jadi dia masuk UKS?"

Andra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jujur saja, dia paling malas menghadapi gerombolan gadis-gadis seperti sekarang ini. Andra lebih memilih mendekam di ruang BK sambil mendengar ceramah pencerahan dari Ibu Yus daripada harus menghadapi situasi sekarang ini.

Andra mengembangkan senyum andalannya. "Maaf ya kakak-kakak OSIS yang cantik, saya tadi enggak sengaja nimpuk dia pake bola basket," ucap Andra setenang mungkin. Salah satu dari semua cewek itu maju. Andra meliriknya sekilas.

"Lo ketua tim basket 'kan?" tanyanya sambil melipat kedua tangan di depan dada. Andra hanya menjawab dengan deheman singkat. Cewek itu mendadak melangkah mendekati Andra. Hingga jarak di antara mereka tinggal sekitar 10 cm.

Cewek itu mengulurkan tangannya. Berlagak hendak membersihkan seragam Andra yang baru setengah kering. Wajah datarnya berganti dengan wajah senang.

"Sayang banget ya kalau seandainya anggota OSIS ngibarin bendera permusuhan ke tim basket. Tau sendiri lah ya akibatnya apaan," ucap cewek itu dingin. Andra menghela napas pasrah.

"Fine. Lo pada mau gue ngapain?"

"Gak usah. Percuma. Karna lo udah bikin ratu kita celaka, lo harus terima akibatnya." Cewek itu lalu tersenyum dan berbalik. Bersama teman-temannya, mereka berjalan menjauhi Andra. Sementara Andra mengacak rambutnya frustasi.

"Apaan sih! Sial banget hari ini! Tau gini mending gue ikut Anan aja ngebolos!" gerutunya. Dengan perasaan dongkol, dia tetap melanjutkan langkahnya ke kantin.

Tanpa perlu dia menengok atau memperhatikan sekitar, dia sudah tahu kalau sejak tadi dirinya menjadi pusat perhatian. Lagi. Hal kesekian yang paling dibencinya. Dan untuk pertama kalinya, seorang Deandra Januarga tak memberi senyum pada mereka yang menyapanya.

ChiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang