Kejutan terbaik hari ini adalah aku yang melihat wajahmu tertidur.
Dean menenteng sekantong plastik penuh berisi roti dengan berbagai macam rasa. Plus teh hangat tentunya. Dia berjalan menuju ruang UKS dengan perasaan yang masih dongkol.
Kabar tentang Chila sang KetOs yang masuk UKS tersebar dengan begitu cepat. Jadilah sedari tadi banyak murid yang melirik-lirik Dean lalu berbisik satu sama lain. "Seharusnya gue bolos aja hari ini," batin cowok itu.
Suasana UKS masih sama seperti saat Dean tinggalkan tadi. Sepi tanpa ada penjaga seperti guru atau murid dari ekskul PMR. Dia pun langsung masuk dan melangkah menuju bilik tempat Chila istirahat. Wajah Dean seketika berubah menjadi semakin datar begitu tirai tersibak.
"Sebenci inikah Dewi Fortuna ama gue?" tanyanya dengan diri sendiri kemudian mengembuskan napas pasrah. Setelah menaruh makanan dan minuman di atas meja yang ada di samping ranjang, Dean mengangkat tubuh Chila dan membenarkan posisinya. Menaruh bantal di kaki Chila serta mencari minyak kayu putih untuk dioleskan ke hidung gadis itu.
Sementara itu, di lain tempat, kelas Chila ramai dengan para siswa siswi yang sibuk berdebat mengenai gosip Chila pingsan. Ada yang bilang Chila terlalu stres dan akhirnya drop parah. Ada yang bilang karena Chila tiba-tiba mimisan. Semua berita itu tetap berawal dari bola nyasarnya Dean. Yang berbeda hanya penyebab Chila diangkut Dean ke UKS saja.
Saat semua orang sibuk membicarakan Chila, ada satu orang yang tetap diam seolah tidak mendengar berita apapun. Namanya Anila Fithasari. Sahabat tersayangnya Chila sejak masa SMP. Andalan Chila setiap kali mendapat tugas rumit. Nila adalah satu-satunya orang yang tahu bagaimana Chila yang sebenarnya. Nila juga yang menjaga Chila selama ini.
Chila itu pecicilan, Nila itu sebaliknya. Chila itu gampang emosi tapi kata-katanya gak ada yang menusuk hati. Kata-kata yang keluar justru terkesan seperti curahan hati seorang Chila. Kalau Nila sebaliknya. Nila itu jarang emosi, tapi sekali emosi, kata-katanya sepedas cabe. Karena itulah Nila selalu berperan sebagai pelindung Chila. Meski begitu, Chila selalu berkeras mengatakan kalau dia bisa menghadapi segalanya sendiri. Tingkah Chila yang seperti itu selalu membuat Nila gemas dan tak ingin meninggalkan.
Saat semua orang asyik membahas Chila, Nila justru sibuk menghabiskan waktu dengan membaca novel rom-com sambil mendengar lagu lewat earphone. Sekilas dia memang terlihat tidak peduli. Namun kenyataannya, dia khawatir setengah mati. Enam tahun sudah dia kenal Chila, tetapi baru kali ini dia mendapat kabar kalau sahabatnya itu masuk UKS. Sejauh yang dia tahu, Chila paling anti dengan ruangan yang berhubungan dengan obat-obatan.
Nila ingin mendatangi Chila, tapi setelah istirahat ini masih ada ulangan Fisika yang harus dia hadapi. Jadilah dia mencoba menghilangkan rasa khawatirnya dan berpura-pura sibuk membaca novel. "Lima menit lagi bel masuk bunyi. Ulangan Fisika 25 menit. Habis itu izin keluar dan cari Chila!" batin Nila.
- 0 -
Nila berjalan tergesa. Tangan kirinya mencengkeram novel dengan kuat. Tangan kanannya meremas almamater. Begitu sampai di depan ruang UKS, dia langsung masuk dan mencari keberadaan Chila. Matanya membulat melihat kondisi Chila. Tatapan tajamnya pun jatuh pada Dean yang terkejut dengan kedatangan Nila. Dean sedang duduk di samping ranjang sambil memainkan handphone. Saat Nila menyibak tirai, dia refleks menyembunyikan handphone-nya dan menatap Nila. Mereka saling bertatapan dan diam sampai kurang lebih dua menit.
"Lo apain temen gue?" tanyanya langsung. Dean memutar bola matanya malas. Bukannya menjawab pertanyaan Nila, dia justru berkata, "Tadi OSIS. Sekarang elo. Terkenal amat nih cewek."
Nila mendengus kesal lalu menyilangkan kedua tangan di dada. Dia menyenderkan bahu kirinya ke dinding pembatas bilik dan menatap Dean dari atas sampai bawah. Dean yang ditatap seperti itu jelas risih.
"Gue tau gue ganteng. Gak usah diliatin gitu juga kali," ucap Dean. Nila memutar bola mata malas.
"Pede lo ketinggian. Btw, karna udah ada gue, lo gak diperlukan lagi sekarang. So, silahkan keluar," ujar Nila seraya memepetkan diri ke dinding agar ada banyak ruang untuk Dean lewat. Malas berdebat, Dean pun langsung melangkahkan kaki keluar.
"Kayaknya gue emang harus nyusul Anan," batin cowok itu. Dengan tergesa, dia pun berjalan ke kelasnya--11 IPS 3. Sambil berjalan, Dean merogoh sakunya dan mengeluarkan handphone. Dia membuka aplikasi Whatsapp lalu mencari nomor Anan. Setelah itu dia langsung menekan gambar telepon.
"Nan, gue otw. Share lokasi." Singkat dan padat. Tanpa menunggu balasan Anan, dia langsung memutuskan sambungan telepon. Semenit kemudian, Anan sudah mengirimkan lokasi tempat dia berada sekarang. Smirk Dean seketika terkembang.
Sesampainya di depan kelas, Dean membuka pintu perlahan. Dia pikir ada guru yang sedang mengajar di kelas. Berhubung sekarang masih jam pembelajaran. Alhasil, saat pintu terbuka dia langsung menunduk dan berucap, "Sorry bu saya telat. Tadi ngurus anak orang pingsan dulu."
Hening. Tak ada jawaban. Dean membuka matanya dan menegakkan badannya. Wajah dongkolnya kini berganti dengan wajah masam menahan emosi. Cukup sudah kesialannya hari ini.
Nyatanya kelas Dean sedang jamkos. Ketika Dean membuka pintu, mereka seketika terdiam karna berpikir kalau yang membuka itu adalah guru. Padahal ternyata Dean.
"Kampret lo semua ah. Kirain ada guru. Ini pintu ngapain pake acara ditutup segala coba," gerutu Dean sambil berlalu menuju bangkunya.
"Halah sok-sokan gak paham lo. Biasa kalo jamkos juga gini. Sementang abis gendong cecan, jadilah amnesia," sindir seorang cowok yang duduk tak jauh dari meja Dean. Dean melirik sekilas lalu mengabaikannya dan terus membuat semua barang-barangnya ke dalam tas.
"Gue mau keluar. Kalau ada guru masuk, terserah lo pada mau bilang gue apaan. Izin kek, sakit kek, apa gitu. Dan buat lo Reon, gue sedang gak berminat meladeni lo sekarang. Mood gue lagi gak bagus," kata Dean sambil menunjuk wajah cowok tadi. Cowok itu--Reon--mendengus kesal. Setelahnya Dean keluar sambil membawa tas.
Dean selalu memarkir motornya di belakang sekolah. Baginya itu memudahkannya di saat-saat seperti ini. Tidak terkecuali hari ini. Bentuk sekolah Dean itu seperti kotak dengan dua kolam serta satu lapangan voli di tengah. Di depan gedung kantor serta aula adalah lapangan basket. Lorong sisi kiri berisi dua ruang kantin serta deretan kelas 10 IPA dan IPS. Sedang sebelah kanan terdapat dua kantin, ruang BK, serta deretan kelas 11 IPA. Kelas 11 IPS berada tepat di seberang kolam, alias diapit antara kelas 10 IPA 3 dan 11 IPA 2. Kelas 11 IPA 3 dan 4 serta kelas 12 IPA IPS berada di belakang sekolah. Jadi di samping kelas Dean terdapat tikungan menuju lorong tersebut.
Dean memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Berjalan menyusuri lorong dengan santainya. Saat sampai di pagar pembatas, dengan sigap dia memanjat pagar itu. Berjalan sebentar ke arah kiri dan sampailah dia pada motor tercintanya.
"Untung hari ini guru piket lagi sibuk," gumam Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiandra
Roman pour Adolescents- Chila - "Pokoknya gue benci elo titik. Entah seganteng apapun tampang lo, entah sebanyak apapun fans lo, gue tetep benci elo! Gara-gara elo kepala gue benjol! Gara-gara elo gue jadi gak masuk kelasnya Pak Sarip!" - Deandra - "Ah banyak bacot lo! B...