Kasih Tak sampai

36 10 5
                                    

Kata orang bersahabat selalu bersama dalam suka dan duka, yang tak pernah hilang meski tak saling pandang dan  selalu ada saat dibutuhkan. Kata orang persahabatan antara laki-laki dan perempuan itu tak pernah ada, pasti diantara mereka ada yang saling suka. Namun, tidak akan ada yang bisa mencegahnya jika itu terjadi.

Seperti Rafael dan Kiara contohnya. Mereka mulai bersahabat sejak kecil sampai kini SMA. Banyak yang tak percaya kalau mereka hanya sahabat, pasalnya hubungan mereka terlihat serasi layaknya sepasang kekasih. Namun,  perlahan benih-benih cinta Kiara tumbuh dengan sendiri. Rasa cinta yang bergelora memaksakan Kiara untuk mengungkapkan rasa kepada Rafael.

"El, aku mau ngo- " perkataan Kiara terputus oleh ucapan Rafael.

"Ra, aku udah jadian sama Salsa. Aku nggak nyangka kalau dia juga suka sama aku."

Betapa sakit hati ini, mendengar ucapan Rafael yang ternyata sudah memiliki kekasih. Kiara harus mengubur rasa ini dalam dalam. Saat kelulusan Ia memutukan melanjutkan kuliah  di luar negeri tanpa sepengetahuan Rafael.

***

Enam tahun sudah telah berlalu, kini Rafael telah menjadi seorang CEO di perusahaan keluarganya. Rasa kecewa ditinggal Kiara masih membekas dihati, namun Ia tak boleh larut dalam hal ini.

Suara deringan ponsel menyadarkan Rafael dari kesibukannya, ia meraih dan mengangkat ponsel itu.

"Apa?" Rafael terkejut mendengar kabar dari sebrang sana. Bagaimana tidak ibunya masuk Rumah Sakit.

"Baik saya segera kesana," ucap Rafael mengakhiri sambungan itu.

Dengan langkah seribu, Rafael segera meninggalkan kantornya menuju Rumah Sakit. Beberapa menit kemudian Rafael sampai di sana. Dia menghampiri pembantunya yang berada di depan pintu IGD dengan raut wajah yang begitu  khawatir.

"Gimana keadaan Mama, Bi?"

"Belum tau, Den. Nyonya baru saja ditangani Dokter."

"Kenapa Mama bisa sampai pingsan?"

"Saya kurang tau. Tadi saat Saya mau bersihin kamar, Saya sudah melihat nyonya pingsan begitu saja di kamar mandi." Perasaan  cemas dan khawatir hinggap di hati Rafael.

Selang beberapa menit kemudian, seorang Dokter perempuan keluar dari ruang UGD. Rafael dengan sigap menghampiri Dokter tersebut. Betapa terkejutnya Rafael saat tau kalau Dokter itu adalah Kiara sahabat yang telah meninggalkannya.

"Ara...," lirih Rafael.

Tak hanya Rafael, Kiara pun terkejut melihatnya. Kiara memang tau kalau pasien itu mamanya Rafael, tapi Ia tidak menyangka pertemuannya akan secepat ini.

Kiara mencoba kembali fokus dan berucap, "Ibu Anda tidak apa-apa, Beliau hanya mengalami gejala stroke ringan, dan Saya sarankan sebaiknya Ibu Anda jangan terlalu kelelahan apalagi memikirkan hal-hal yang berat."

Tak ada dipikiran Rafael kalau itu ucapan Kiara yang pertama saat bertemu kembali.

"Baiklah, terima kasih, Ara."

"Kalau begitu saya permisi dulu karena Saya harus menangani pasien yang lain."

Kiara berjalan meninggalkan Rafael yang sibuk mengamati punggungnya. Dalam hati, Rafael sangat merindukan sosok Kiara. Namun kini Kiara terasa asing. Ia bersikap seperti tak pernah mengenalnya.

***

Waktu silih berganti, Rafael selalu mengantarkan ibunya untuk menjalani pemeriksaan rutin ke Rumah Sakit tempat Kiara bekerja.

Disitulah Rafael dan Kiara menjadi semakin dekat seperti dulu, tak jarang Rafael juga sering mengantar jemput Kiara untuk bekerja. Perasaan yang dulu dipendamnya kini kembali dihati Kiara. Namun, Kiara tak tahu bagaimana perasaan Rafael terhadapnya, dan apakah Rafael sudah memiliki kekasih? Kiara enggan menanyakannya dan membiarkan semua berlalu apa adanya.

"Ra, besok kamu ada acara enggak?" tanya Rafael melirik sekilas ke kursi penumpang disampingnya.

"Enggak, ada apa emangnya?"

"Aku mau ajak kamu nonton, mau enggak?"

"Boleh El, lagian Aku penatkerja terus."

"Hahaha... jangan jauh-jauh dari Aku ya, nanti aku nggak bisa selalu menghiburmu ketika kamu penat bekerja."

Percakapan mereka berlangsung disertai candaan dan gombalan Rafael, saat ini mereka berada didalam mobil untuk mengantar Kiara pulang.

"Makasih ya El udah mau nganter Aku pulang, Kamu pulangnya hati-hati."

"Iya Ra, Aku pulang dulu ya. Kalo kangen telpon aja."

"Ishh... apaan sih."

***

Keesokkan harinya.

Kiara memakai dress selutut berwarna toska, make up yang natural dan rambut yang digerai membuatnya terlihat sangat feminim.

Semetara Rafael, berpenampilan keren dengan celana dan atasan kemeja membuatnya terlihat menawan dimata para kaum hawa. Mereka berjalan beriringan, Rafael  menggandeng tangan Kiara dengan posesif memasuki gedung bioskop. Beberapa pasang mata tertuju pada mereka. ada yang iri dan adapula yang memuji karena keserasian mereka.

Lampu otomatis dimatikan karena film akan diputar. Saat Kiara fokus melihat film didepannya, tiba-tiba Rafael bersandar di bahu Kiara. Kiara terkejut, tubuhnya menjadi kaku dan jantungnya berdegup dengan cepat.

"Kamu kok tegang sih ra?"

"Hah? Aku gak tegang kok."

"Hmmm... Ra, kamu kalo aku modusin marah enggak?"

Seketika itu Kiara menatap Rafael yang masih bersandar dibahunya, tatapan mereka bertemu dengan jarak yang sangat dekat. Wajah Kiara bersemu merah, Ia langsung mengalihkan pandangannya ke film.

"Apa-apaan sih kamu El, gak jelas banget."

Rafael yang mengetahui itu hanya tersenyum.

Selesainya menonton, Rafael mengajak Kiara ke bandara untuk menjemput seseorang.

"El, kita kebandara mau jemput siapa sih?"

"Ssstttt... nanti kamu juga bakal tau."

"El, Aku ke toilet bentar ya."

Rafael hanya mengangguk, pandangannya terarah ke ponsel. Beberapa menit kemudian Kiara mencari Rafael.

Langkah Kiara terhenti saat mengetahui Rafael berpelukan dengan seorang wanita, dan wanita itu adalah Salsa. Dengan berat hati Kiara menghampiri keduanya.

"Hai," sapa Kiara.

"Ara, aku kangen sama kamu." Salsa memeluk Kiara, mereka dulu juga bersahabat.

"Kalian masih pacaran?" tanya Kiara.

"Kamu ini ngomong apa sih Ra, ya jelaslah Aku sama Salsa masih pacaran kalo enggak mana mau aku jemput Salsa ke bandara."

"Apaan sih." Salsa meninju pelan pundak Rafael malu. Rafael dan Salsa tertawa, namun Kiara hanya tersenyum paksa.

Hati Kiara hancur untuk kedua kalinya, tak kuasa menahan air matanya Kiara pamit pergi sebentar.

Rafael dan Salsa hanya bisa menatap kepergian Kiara.

"Apa kamu nggak mau mencoba mengatakan yang sejujurnya mengenai perasaanmu pada Ara,  El. Sampai kapan kamu berpura-pura tidak mencintainya? Apa kamu nggak ingat bagaimana terpuruknya kamu saat  mengetahui Kiara pergi tanpa pamit?"

"Apa aku harus menyatakan perasaanku saat Aku sudah memilihmu? Rasa itu telah pudar saat Ia pergi tanpa kabar." 

"Masa lalu biarlah berlalu El, selagi masih ada kesempatan maka kejar cinta sejatimu."

"Biarlah Sa, Ara akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari pada Aku. Aku tak sanggup melihatnya terluka untuk sekian kalinya karna diriku"

Penulis:

• Dina Karunia
• Putri Yani Pu3_11

FRIENDZONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang